Ilham membawa sepiring kue keluar dari rumah. Dia disuruh Oma. Langkah kakinya semakin menjauhi rumah. Ia sudah keluar dari pagar rumah menuju rumah kecil berhalaman luas yang persis di depan rumahnya, rumah Pak Udin yang sekarang sangat dikenalnya gara-gara Oma setiap hari selalu membicarakan sosoknya yang baik, tidak seperti papanya.
Tok...tok...tok
Ilham mengetuk pintu rumah yang sebenarnya sudah terbuka, hanya saja tidak sopan kalau langsung masuk ke dalam rumah orang sebelum dipersilahkan.
"Assalamualaikum....."
Dari dalam terdengar suara anak-anak yang ribut berlarian keluar. Tidak lama kemudian muncullah dua bocah laki-laki yang dengan malu-malu menghampiri Ilham.
"Mama tidak ada," kata Rahmat langsung.
Ilham tersenyum kepada mereka. Terlebih setelah melihat tingkah mereka yang lucu dan polos.
"Kemana?"
"Ke warung, beli teh."
"Kalau bapak kalian?"
"Ke kebon sama kak Syahrul."
"Kakak kalian yang satu?" Ilham melarang lidahnya menyebut nama perempuan itu. Si jutek yang sangat pemarah dan emosian.
"Kak Nilam lagi ke rumah kak Lia. Katanya mau belajar."
"ooo...." Ilham mengangguk. Tapi bagaimana dengan kue yang di tangannya itu, yang Oma suruh antar. Apa langsung di kasih ke dua bocah itu saja atau menunggu Bi Lina, istri pak Udin datang. Tapi bagaiamana kalau cewek aneh itu tiba-tiba muncul. Ah, sungguh Ilham merasa tidak betah lama-lama di rumah itu.
"Itu apa, kak?" Fahri yang tahu kalau Ilham sedang membawa kue masih bertanya, ingin memastikan kalau kue itu untuk mereka. Karena bentuk dari kue itu begitu menggugah selera. Kalau kue itu memang untuk mereka, mereka akan segera memakannya.
"Ini kue dari Oma. Tapi kakak takut ngasih kalian. Nanti tumpah."
"Taruh di meja saja, kak." Rahmat memberi usul sambil mengarahkan wajahnya ke meja ruang tamu.
"Oh, iya. Kakak masuk, ya!" Ilham tersenyum sambil melangkahkan kaki menuju meja yang Rahmat maksud. Kedua bocah itu mengikutinya dari belakang, memastikan kalau kue itu benar-benar ditaruh di meja. Kalau memang untuk mereka, mereka akan langsung lahap setelah Ilham pergi.
"Kata Oma, kak Ilham punya banyak mainan, ya?" Pertanyaan itu membuat Ilham mengurungkan niatnya sejenak untuk segera pulang. Ia berbalik badan dan berlutut di depan kedua anak itu, sekedar untuk memudahkan ia mengobrol, kasian mereka yang mendongak terus saat berbicara dengannya.
"Kakak punya mobil remot, punya macam-macam bola, punya banyak kaset dvd kartun, dari dragon ball sampai sincan."
"Wahhh...." kedua mata mereka melotot saling berpandangan, tidak percaya.
Ilham kembali tersenyum melihat tingkah kedua anak itu.
"Kalian mau main ke rumah kakak?," nada Ilham yang mengajak disambut dengan senang oleh mereka.
"Memangnya boleh, kak?," mereka kompak bertanya dengan sangat antusias.
"Bolehlah. Kapanpun kalian mau main, datang aja ke rumah kakak. Kita akan main sama-sama."
"Ye....." mereka girang.
"Tapi...."
"Tapi apa, kak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT AMAT INDAH 'Keluarga, Persahabatan dan Percintaan'
Teen FictionCerita ini tentang keluarga, hubungan persahabatan, persaudaran dan percintaan anak-anak yang sedang menginjak bangku SMA. Cerita yang berlatar keasrian dan ketenangan salah satu desa di tanah sunda. Semoga cerita ini menjadi media untuk kita berwis...