“Marwahhhhhh?!” teriak pria paruh baya dengan nada yang marah, dia bahkan menyimpan kedua tangannya di pinggang.
Tidak lama setelah itu, munculah seorang perempuan paruh baya dengan langkah tergopoh-gopoh menghampiri Pria paruh yang tadi. Dia adalah Marwah, istri dari Pria paruh baya itu, Zalman.
“Ada apa, Mas?” tanyanya yang masih memegang sutil di tangan kanannya, terlihat jelas jika dia sedang memasak di saat suaminya memanggil tadi.
“Kamu ini jadi istri leletnya minta ampun, sungguh tidak berguna,” sungutnya yang semakin berapi-api.
“Maaf, Mas, tadi aku sedang masak sarapan untuk Bima dan Alby,” jawabnya sambil menunduk, tidak berani menatap mata Sang Suami yang sudah semerah darah itu karena marah.
“Ah, capek banget aku dengerin kamu setiap hari minta maaf terus!” Dia terus saja memarahi istrinya.
“Mas tadi mangggil ada apa?” tanyanya mencoba untuk mengalihkan pembicaraan ke topik utama.
“Jaket kesayangan aku di mana? Aku cari-cari ngga ada. Mau aku pake.”
Marwah mengerutkan keningnya. “Jaket kesayangan Mas yang mana?” Dia memberanikan diri untuk menatap mata Zalman.
“Yang warna ijo, masa ngga tahu sih?” Zalman mulai marah kembali.
“Ah yang itu, tadi aku cuci, Mas, soalnya aku lihat jaketnya sudah kotor makanya tadi aku cuci saja sekalian sambil cuci baju Bima dan Alby. Mas pake jaket yang lain saja, ya!”
Plakk!!
Dengan tanpa merasa berdosanya dia menampar pipi mulus Marwah, meninggalkan semburat merah di pipinya yang putih nan mulus itu. tamparannya cukup keras sampai-sampai Marwah menjatuhkan sutil yang sedari tadi dia pegang.
“Dasar istri goblok! Kalo kamu mau ngapa-ngapain barang punyaku itu tanya dulu. Ngga tahu apa kalo di jaket itu ada barang penting? Tapi gara-gara kegoblokan kamu pasti barang itu sudah hancur sekarang!” Tidak hanya marah, Pria berbadan tinggi besar itu pun kini memaki Marwah juga.
Marwah memegang bagian pipinya yang ditampar tadi, air matanya pun mulai menetes. “Maafin aku, Mas, aku ngga tahu!’
“Ya pasti kamu ngga tahu karena yang kamu tahu cuma tentang Bima dan juga Alby. Dan pada dasarnya kamu emang perempuan goblok yang ngga tahu apa-apa, benar-benar tidak berguna!” Entah sampai kapan Zalman akan memaki Marwah seperti itu.
“Sial banget aku harus punya istri seperti kamu,” katanya lagi.
“Harusnya yang berkata seperti itu Bunda, bukan Ayah!” ucap suara lain yang menyauti perdebatan mereka.
Suara itu milik Bimantara Abbiyya Dipta, Putra sulung Marwah dan Zalman. Direngkuhnya tubuh Sang Bunda yang sedang menangis kesakitan itu.
“Apa maksudnya kamu bicara seperti itu kepada Ayah? Kamu mau merendahkan Ayah di depan Bundamu yang goblok dan tidak berguna ini, iya?” kini amarahnya dia luapkan kepada Bima.
“Bima sama sekali tidak mempunyai niatan untuk merendahkan Ayah, tapi Bima tidak akan tinggal diam di saat Ayah menghina dan merendahkan Bunda seperti itu, karena apa yang Ayah katakan tentang Bunda itu tidak benar. Justru, Ayah yang seperti itu. Di sini Ayah yang menjadi kepala rumah tangga, di sini Ayah adalah yang mempunyai peran untuk membimbing kami, menjadi Imam kami, Ayah juga yang seharusnya bekerja keras untuk menafkahi kami. Tapi apa? Ayah tidak melakukan semua peran itu, malah Bunda yang melakukannya! Harusnya Ayah malu pada diri Ayah sendiri! dan Ayah tidak pantas berbicara seperti itu kepada Bunda, karena Bunda adalah Bunda yang hebat untuk Bima dan juga Alby!” kata Bima panjang lebar dengan nada penuh penakanan, bahkan dia sudah tidak bisa menahan air matanya lagi, karena dia paling tidak bisa melihat mataharinya menangis seperti itu, apalagi yang membuat Sang mataharinya menangis adalah Ayahnya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
NAFAS UNTUK AYAH (ON HOLD)
FanfictionBima memang bukan seorang anak yang sempurna, tetapi Bima mempunyai prinsip "keluarga adalah segalanya". Dan dia akan melakukan apapun demi keluarganya. Bima benar-benar menyayangi dan menjaga keluarganya dengan nyawanya sendiri. walaupun sang Ayah...