6

814 58 3
                                    

Sudah dua hari Rahsya mendekam di rumah karena ia tidak diperbolehkan keluar meskipun hanya di sekitar kompleknya. Terlalu protektif, pikir Rahsya. Namun bagi keluarganya, itu merupakan salah satu solusi agar anak itu bisa istirahat sebelum kembali melaksanakan aktivitasnya seperti semula.

Segelas susu coklat langsung tersisa setengah setelah diteguk oleh Rahsya. Setelah itu Bunda menyodorkan sebuah piring berisi setangkup roti gandum dengan selai coklat didalamnya.

Anak itu memakan sarapannya dalam diam. Dan sesekali Al melirik ke arah adeknya, takut bila Rahsya sedang menahan sakit karena tidak berceloteh seperti biasa.

"Dek, nanti di sekolah jangan capek-capek ya." Hingga suara dari Ayah memecah keheningan yang terjadi diantara mereka.

Rahsya hanya mengangguk dan tersenyum lalu melanjutkan kembali makan nya yang sempat tertunda.

"Jangan main basket! Awas aja Lo berani main lagi, gue pastiin besok Lo jadi tahanan rumah sakit." Peringat Al yang hanya dibalas dengan anggukan malas oleh Rahsya.

"Bunda, Ayah, Rahsya sama Kakak berangkat dulu ya." Pamit Rahsya ketika sudah berdiri dengan tas yang sudah tersampir di bahu kanannya.

Kemudian kedua remaja itu melakukan rutinitasnya. Mencium tangan kedua orang tua mereka lalu mendapat ciuman hangat di kening mereka.

"Assalamualaikum".

"Waalaikumsalam".

Setelahnya, kedua orang tua itu kembali duduk dan menyelesaikan sarapannya.

"Kakak makin protektif banget sama adek." Ucap Bunda yang baru saja meminum habis secangkir teh hangat.

Ayah tersenyum dan mengangguk. "Anak kita udah besar-besar Bun. Ayah juga gak nyangka punya mereka, keluarga kita jadi lengkap. Makasih Bun" balasnya lalu mengusap kepala sang istri yang tertutup hijab.

"Aku berangkat dulu ya, kamu hati-hati di rumah." Pamit Ayah kepada Bunda.

"Iya Yah, kamu juga hati-hati. Jangan terlalu memforsir tenaga kalo kerja, uang kita ngga akan habis kalo cuma kamu gak kerja satu jam aja." Pesan Bunda kepada Ayah. Karena jika Ayah sedang bekerja, ia suka lupa waktu dan terlalu memforsir tenaganya.

o0o

Suasana kelas sudah ramai dengan penduduknya yang terus berdatangan. Hingga suara seorang siswa membuat semua warga kelas itu mengalihkan pandanganya kepada remaja itu.

"Pagi!".

"Rahsya!! Lo liburan lama banget sumpah, gue kan jadinya kangen." Ucap Irsyad yang langsung berhambur memeluk Rahsya dengan sangat erat hingga anak itu kesulitan bernafas.

Kemudian Gibran ikut mendekat dan menarik satu daun telinga Irsyad kemudian terdengar suara rintihan sakit dari sang empu.

"Anak orang gak bisa nafas bjirrrr!" Ucap Gibran dengan tangan yang masih setia memegang telinga Irsyad.

"Iya Gib, jahat banget sih Lo!" Ketus Irsyad yang sudah memasang wajah melasnya.

Lantas ketiga remaja tampan itu bergegas menuju tempat duduk mereka, dan meninggalkan Irsyad karena bel masuk bagi saja berbunyi dan bisa dipastikan sebentar lagi guru pelajaran pertama akan datang.

"Lo udah sembuh Sya?" Suara seorang gadis berambut panjang menyita perhatian Rahsya yang semula sibuk mengeluarkan buku dari tas nya.

Naladhipa Maheswari namanya. Seorang siswi yang duduk berseberangan dengan bangku Rahsya. Nala memang bukan teman dekat Rahsya, namun diam-diam ia sering menaruh perhatian dengan anak itu.

"Eh iya la, gue udah gak papa kok." Balas Rahsya lalu mengakhirinya dengan senyuman dan beralih memperhatikan seorang guru yang sudah menyampaikan salam di depan semua murid.

o0o.

Jam istirahat telah berbunyi lima menit yang lalu. Dan sekarang, keempat remaja tampan itu tengah menikmati santapannya di kantin.      Rahsya yang sedang memakan batagor favoritnya itu terpaksa berhenti ketika ada seorang siswa yang memanggilnya.

"kenapa Kak?" Tanya Rahsya yang melihat sang kakak duduk di hadapannya.

Al hanya tersenyum sambil mengangkat tangannya untuk mengacak rambut Rahsya. Ia sangat gemas dengan tingkah adeknya yang satu itu. Dengan mulut yang masih penuh dengan makanan, anak itu masih saja berbicara menatap kakaknya dengan wajah polos.

"Lo apa'an sih, jelek kan jadinya." Sungut Rahsya yang baru saja menelan makanannya lalu merapikan kembali rambutnya yang sudah berantakan oleh Al.

"Lo kan emang jelek dek" balas Al lalu mencubit pipi Rahsya dengan gemas.

"Kakak! Udah sana pergi, jangan ganggu gue makan!" Rahsya mengibas-ngibaskan tangannya bermaksud untuk mengusir sang kakak.

Sedangkan ketiga sahabat Rahsya hanya dapat menahan tawa ketika melihat sepasang kakak adek itu bertengkar lucu.

"Gue cuma mau bilang, nanti Lo pulang duluan aja minta jemput pak Tejo. Gue mau latihan" nasihat Al pada adeknya yang tengah asyik menghabiskan sepertiga piring batagornya.

"gak, gue mau bareng Gibran aja. Boleh kan Gib?" Tanya Rahsya menghadap ke arah Gibran yang duduk di sebelahnya.

Gibran hanya tersenyum dan mengangguk untuk membalas pertanyaan sahabatnya.

"Iya deh, pokoknya Lo gak boleh main basket lagi. Titik!" Al berucap kemudian mengacak kembali Surai hitam Rahsya dan bergegas pergi dari tempat itu sebelum mendapat penolakan serta amukan dari sang adek.

"Lebay!" Gumam Rahsya yang sudah sejak semenit lalu mengabiskan batagornya.

Semenjak kejadian kemarin, Al semakin protektif kepada adeknya. Bahkan ia sudah mewanti-wanti kepada tiga sahabat Rahsya untuk tidak bermain basket atau apapun yang dapat membuat adeknya kelelahan dan berakhir drop.

o0o

Karunasankara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang