Mari kita kembali pada hari itu, hari dimana aku Aratya Safira bertemu denganmu Hanifah Ibnu Baatsya. Sang pengerajin keramik yang ku cintai. Sang pengerajin yang namanya akan selalu tersimpan di dalam hati dan sanubariku.
Aku tak pernah menyangka keputusanku untuk berlibur ke rumah nenek akan mengantarkan ku pada takdir yang sedikit lucu. Mmm... Bagaimana aku memulainya ya? Aku jadi bingung. Yang pasti hari itu tanggal 17 September 1990 , hari dimana kita pertama kali bertemu. Saat itu umurku baru menginjak 18 tahun, Aku adalah gadis remaja yang ceria dan sedikit ekstrim pada masanya.
Aku datang ke rumah nenek dengan tas di kedua tanganku, senyumku terus saja menghiasi wajahku menanti nenek membukakan pintu rumahnya untukku. Hahaha.. Aku masih ingat saat itu nenek sedang jual mahal denganku karna aku jarang mengunjunginya.
Setelah membujuknya dengan berbagai rayuan akhirnya nenek membuka pintu rumahnya. Segera ku peluk tubuh nenek hingga hampir terhuyung. Nenek jelas memarahiku karna aksiku itu, dan yang ku lakukan hanya tertawa mendengar omelannya.
"Sudahlah nenek ku sayang, jangan marah - marah terus nanti cepat tua loh" Itulah yang ku ucapkan sebelum akhirnya cubitan sayang pun mendarat di pipiku.
"Nenek ini memang sudah tua! " Marahnya.
Lagi - lagi aku tertawa, sudah lama tidak mendengar nenek marah rasanya sangat senang.
Aku dan nenek menghabiskan waktu seharian dengan bermain catur. Hey! Walaupun nenekku sudah tua tapi dia lah yang terbaik dalam bermain catur. Aku saja selalu tumbang setiap bermain dengannya. Nenek memang luar biasa.
Hingga sore pun datang, aku yang baru saja bangun dari tidur siangku di paksa harus berjalan menyusuri jalan setapak yang di penuhi oleh krikil merah. Aku tidak begitu ingat bagaimana nenek memaksaku untuk mengambil vas yang sudah dia pesan dua hari sebelumnya di salah pengerajin keramik.
Tapi aku masih ingat apa saja yang ku ucapkan dari mulutku ketika menyusuri jalan setapak itu. "Dasar nenek - nenek gak sayang cucu! , aku mau barter nenek aja sama orang! ". Jahat sekali mulutku saat itu tapi mau bagaimana lagi, namanya juga remaja tanggung yang masih labil. Bawaannya emosi terus.
Sepertinya ada hal yang membuat ku malu setiap mengingat momen ini, saat itu aku menutupi seluruh badanku dengan sarung kotak - kotak karna hari sedang panas. Ya, aku berjalan mengunakan sarung itu. Memalukan sekali jika ku ingat.
Saat sampai di tempat pengerajin hal yang paling aku sesali adalah kenyataan bahwa aku berpenampilan seperti gelandangan. Wajahku kusut, rambut ku? Ayolah aku bahkan belum sempat mencuci muka apalagi bersisir! . Dan sarung yang menutupi tubuhku ini menambah kesan gelandangan padaku. Jika aku tau aku akan bertemu banyak orang setidaknya aku mencuci muka sebelum nekat menerjang panas begini.
Salah satu dari mereka bertanya padaku mengenai keperluanku. Aku pun menjawab bahwa aku disuruh mengambil pesanan nenekku. Orang itupun mengerti lalu menyuruhku menunggu sebentar.
Aku dengan jiwa penasaran ku yang setinggi langit pun mencoba menelisik seisi ruangan dengan mataku. Semuanya terlihat sibuk dengan pelariknya masing - masing. Saat itu aku sangat terkesima dengan proses pembuatan keramik disana, karna itu adalah kali pertama aku melihatnya secara langsung. Biasanya aku hanya melihat di televisi saja.
Mataku bertabrakan dengan netra kelam sang pengerajin. Jantungku seolah berpacu lebih cepat menyelami kelamnya netra itu, aku seolah tersihir hingga tak dapat berkutik barang sedikit saja. Yang ada di pikiranku saat itu hanyalah "siapa yang meletakkan Leonardo DiCaprio disini!? ".
Jika aku di dalam sebuah film mungkin saat itu sudah terputar lagu romantis menemani momen pandangan pertama itu. Aku merasa seperti bunga - bunga mulai bermekaran di dalam hatiku. Sangat berlebihan tapi memang begitulah kenyataan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hening
Teen FictionIzinkan aku Aratya Safira menuliskan sebuah cerita, cerita cinta seperti novel - novel remaja pada umumnya. Tidak ada yang spesial pada ceritaku. Kecuali kamu yang ada di dalamnya. Ya, cerita ini aku dedikasikan padamu, Hanifah Ibnu Baatsya, sang...