"Tidak perlu. Liburan bisa saja menambah beban pikiranku, jadi lebih baik tidak perlu. Selamat malam." Hera pun pergi meninggalkan Max.
Dalam bayangan Max sebelum bicara adalah Hera akan begitu bergembira karena akhirnya mendapatkan kesempatan untuk pergi berlibur bersamanya, tapi reaksi Hera sangat diluar bayangannya.
"Menambah beban pikiran katanya? Apa maksudnya?" Max bergumam dengam raut wajah yang terlihat bingung.
Saat Max sedang melepaskan dasi untuk pergi mandi, ponselnya terdengar berdering karena telepon dari nomor asing yang entah kenapa membuatnya berpikir kalau itu adalah nomor Jean. Karena sudah muncul pikiran seperti itu, maka Max memilih untuk mengabaikannya.
Namun, ponselnya terus saja berdering, suaranya sangat mengganggu, tapi Max malah menjadi penasaran sebenarnya ada alasan apa di balik deringan ponsel itu. Bisa saja kalau yang menelepon bukan Jean, jadi Max putuskan untuk menjawab telepon itu sembari melepaskan kancing kemejanya.
"Halo?"
"Akhirnya kau menjawab teleponku." Max sungguh menyesal telah menjawab telepon tadi setelah mendengar suara si penelepon karena dia adalah Jean.
Walau Max ingin tahu seperti apa keadaan Jean saat ini, tapi ia tidak berharap kalau Jean akan meneleponnya karena itu bisa menjadi masalah besar jika diketahui oleh Kevin. Bahkan jika Kevin bermain dengan wanita lain, tapi pria itu tidak akan menerima jika Jean bermain dengan pria lain.
"Berhentilah ...."
"Tolong jangan tutup dulu. Aku mohon." Jean begitu memohon pada Max.
"Kau seharusnya tidak meneleponku. Jangan mencari masalah dengan Kevin demi kebaikanmu sendiri. Apa kau mengerti?"
"Aku tidak mengerti. Kenapa kau selalu bicara seolah Kevin adalah monster yang menyeramkan? Ya, dia memang kadang dia terlihat menakutkan, tapi aku yakin dia tidak sekejam itu."
Max hanya bisa menghela napas ketika mendengar semua pandangan Jean tentang Kevin. Kevin jelas adalah monster, tapi ia tidak bisa berkata apa-apa, jika Bos Tiger memilih untuk menutupinya. Max tidak bisa bertindak di jalur yang berbeda dengan Bos Tiger.
"Aku memeleponmu untuk berterima kasih karena kau sudah menyelamatkanku. Aku sungguh tdiak menduga kalau hal seperti itu akan terjadi padaku," ucap Jean lagi.
"Itu bukan apa-apa. Istirahatlah."
"Semua itu sangat berarti untukku. Aku juga menjadi merasa bersalah padamu. Aku jahat padamu, tapi kau masih mau berbuat baik padaku."
"Tidak ada yang istimewa. Itu hanya naluriku sebagai manusia. Tolong berhentilah menghubungiku." Max memutuskan sambungan dengan Jean.
Saat melempar ponselnya ke ranjang, Max dibuat terkejut oleh Hera yang kembali masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Hera jelas melanggar privasinya, tapi Max sedang tidak ingin marah saat ini.
"Ada apa?" tanya Max.
"Apa ikat rambutku jatuh di sini? Aku hanya memiliki itu yang tersisa. Tadi ada di saku celanaku, tapi sekarang tidak ada lagi."
Max kira Hera kembali karena setuju untuk diajak berlibur, tapi ini hanya tentang ikat rambut. "Besok, aku akan membelikannya untukmu. Sekarang, kau istirahat saja," ucap Max.
"Baiklah." Hera kembali keluar dari kamar Max.
"Aku kira ada apa," gumam Max.
***
Walau Max sudah memintanya untuk tidur, tapi Hera sungguh belum bisa tidur dan malah ingin makan mie instan. Hera tahu kalau makanan seperti itu tidak baik untuk wanita hamil, tapi ia sangat ingin makan mie sekarang. Lagi pula, Hera rasa makan satu tidak akan menjadi masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Jaminan Tuan Max [21+]
RomanceHera kira, hidupnya telah cukup buruk selama ini, tapi ia salah karena masalah yang lebih besar telah datang untuk memperburuk hidupnya. Ibunya berutang pada seorang lintah darat bernama Max dan ketika utang itu tidak bisa dibayar tepat waktu, maka...