🌼🌼🌼
Seperti yang pernah ia sebut sebelumnya, Serra tidak akan pernah menyangka berada dalam lingkaran yang sama sekali asing ini. Lingkungan yang sebelumnya tidak begitu ia kenal selain kiprah mereka di dunia kesehatan dan dunia konstruksi yang mengagungkan nama keluarga ini.
Sepulang dari Bandung--menemani Aldric menghadiri acara pernikahan temannya, laki-laki itu sudah tidak lagi ragu untuk mengajaknya dalam berbagai kesempatan dan acara. Juga tidak lagi canggung menyebutnya sebagai kekasih pada semua orang. Di rumah sakit, Serra sudah benar-benar disebut sebagai pacar Aldric. Tidak banyak yang mencoba menggodanya karena berhasil merebut hati keturunan kedua Neysha Sanjaya yang notabene adalah orang paling dihormati di sana.
Dan seperti hari ini, di minggu yang biasanya hanya ia isi dengan berlari pagi di sekitar tempat tinggal atau berlari di sekitar Senayan jika Aldric ikut serta dengannya. Kali ini, Serra yang semalam langsung diculik oleh Aldric untuk menginap di apartemennya harus ikut trecking pagi ini dengan keluarga yang menjunjung tinggi kesehatan tersebut.
Di barisan paling depan sudah melangkah dengan mesra Raka Sanjaya bersama sang istri, Neysha Sanjaya. Diikuti oleh Dokter Razka atau Arsen bersama sang istri. Tepat di depannya, ada Denaka Gautama menggandeng calon istrinya, Adzkiya Sanjaya. Dan disinilah Serra, melangkah pelan bersama Aldric yang terus saja tersenyum setiap langkah.
"Kamu menghela napas panjang sudah seratus kali pagi ini."
Serra menoleh lalu kembali melakukan hal yang sama lagi.
"Tuh kan!"
Merapikan ikatan rambutnya, Serra bergumam. Memilih waktu yang tepat mengutarakan isi kepalanya.
"Kenapa? Kamu gak happy ya?"
Gegalapan, Serra langsung menggeleng cepat. Terlampau cepat hingga tampak lucu di mata Aldric membuat laki-laki itu tertawa gemas.
"Ih gemes banget. Apa kita kabur terus balik apartemen lagi aja? Gak usah lah ikut sampe tujuan."
Sepertinya suara Aldric terlalu keras, hingga Arsen yang berada beberapa meter di depan mereka langsung menyahut tegas.
"Gak ada. Harus sampe tujuan. Lo jarang olahraga akhir-akhir ini, Ryan."
Mendengar itu, Serra langsung mengangguk cepat.
"Iya, kamu jarang olahraga. Makanya sering sakit belakangan ini."
Dengan senyum yang tak pernah luntur, Aldric mengangkat bahu. "Katanya aku sakit karena kecapekan."
"Betul. Tapi karena kamu jarang olahraga jadi daya tahan tubuhmu jadi lemah, virus jadi lebih mudah untuk menyerang imun. Untuk ukuran yang kerja lebih dari dua belas jam sehari, harusnya kamu lebih sering olahraga."
"Tuh denger!"suara Kiya terdengar menimpali.
"Gak usah ikut-ikutan, cil! Urus aja tuh olahraga calon suami kamu tersayang. Udah seminggu gak pernah pulang sampe isi lemarinya pindah ke kantor,"
Kiya langsung histeris. Menatap Naka dengan horor membuat Serra langsung terkekeh. Baginya menatap kemesraan Naka dan Kiya sudah menjadi kebiasaan karena seringnya ia ikut nongkrong dengan Aldric dan tiga temannya yang lain.
"Lagian tiga minggu lagi mau nikah aja masih kerja keras bagai kuda. Uang Gautama kurang buat bayar vendor?"
"Aldric!"
Teguran Arsen lagi-lagi membuatnya bungkam. Bibirnya langsung maju dan cemberut, Serra yang melihat hal itu langsung terkekeh. Sisi kekanakan Aldric seperti ini hanya muncul jika sedang bersama keluarganya. Laki-laki tiga puluh satu tahun itu tidak tampak sesuai dengan umurnya jika sudah berkumpul dengan keluarganya. Aldric yang seperti ini kadang membuatnya merasa iri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Night Before
Chick-Lit"Udah?" Ia mengangguk pelan. Membiarkan dirinya menangisi segala hal yang sudah dilakukannya bertahun-tahun ini. "Mau peluk?" Ia merangkak mendekat. Membiarkan tubuhnya dibawa dalam pelukan. Wangi musky yang menguar dari tubuh laki-laki itu membuatn...