Bab 21 - Valerie Benci Semuanya

38 8 0
                                    

Sepulang dari kantornya yang penuh dengan tumpukan pekerjaan dan tekanan, tubuh Valerie terasa remuk. Kakinya terasa berat kala ia melangkah keluar, dari gedung pencakar langit yang menjulang tinggi.

Angin sepoi-sepoi sore, tidak lagi memberikan kesegaran seperti biasanya. Langit senja yang merah keemasan, terlihat indah di balik jendela kaca lift. Namun, Valerie tidak sempat menikmatinya, sebab pikirannya masih dipenuhi dengan daftar tugas kantor yang belum selesai.

Valerie terus merengut kesal. Tugas kantor itu sebenarnya, bukanlah tugas utama dirinya. Melainkan tugas dari rekan-rekannya, yang secara bersamaan, sedang melakukan cuti, untuk keperluan pribadi mereka.

Sebenarnya, Valerie merasa keberatan dengan tugas-tugas itu. Ditambah, beberapa komentar kurang mengenakkan dari rekan-rekan kerjanya itulah, yang membuat Valerie semakin geram saja.

Valerie, kamu nggak boleh cuti ya. Soalnya kamu masih single, jadi kamu jaga kandang aja ya di kantor.

Valerie, belum punya pasangan kan? Nggak ada yang marah kan, kalau kamu kerja lembur sampai malam?

Valerie sakit hati. Valerie kecewa. Mereka pikir, hanya yang sudah berkeluarga saja, yang diperbolehkan untuk mengambil cuti kerja. Valerie juga berhak mengambilnya.

Ditambah, tekanan yang kesekian kali dari sang mama, yang terus menuntutnya untuk segera menikah dan berumah tangga.

Ah, satu lagi, perihal sang kakak yang selalu meminjam uang-uangnya, dengan alasan yang cukup membuatnya tercengang dan penuh kebimbangan.

Rasa lelah itu seakan menumpuk di pundaknya. Ia benci merasakan rasa yang seperti itu.

***

Begitu ke luar dari area gedung, ia merasakan embusan angin sejuk senja, yang menambah sensasi dingin pada kulitnya yang lelah. Dengan tas kerja, berisi laptopnya yang berat dan menggantung di pundaknya, Valerie memulai perjalanan pulang dengan langkah yang lambat.

Rasa lelah sungguh menghantui di setiap gerakannya. Pikirannya pun, terus melayang tanpa arah. Ia ingin cepat-cepat sampai ke unit apartemennya. Sebab bayangan tempat tidur yang nyaman di sana, dapat melepaskan semua beban penat dan kelelahannya.

Jazz apa kabar ya? Apa dia baik-baik aja?

Apa kabar juga ya, Jazz yang ada di universe sana?

Tiba-tiba, Valerie rindu ingin dipeluk kembali oleh seorang Jazz, walaupun hanyalah seorang Jazz yang berada di universe lain.

***

Hari ini, Valerie tak membawa serta kendaraannya. Valerie berjalan kaki dari kantor ke halte Transjakarta, demi menuju ke unit apartemennya, di tengah keramaian kota Jakarta, yang tak pernah padam.

Lampu-lampu kendaraan yang berkelap-kelip, suara klakson yang terus menerus berbunyi, serta riuhnya suara manusia yang bercampur dengan deru kendaraan. Trotoar yang sempit membuatnya, harus bersiap-siap menghindari orang-orang, yang berjalan terburu-buru di depannya.

Bau asap kendaraan bermotor dan aroma makanan dari warung-warung di pinggir jalan, menyeruak ke hidungnya, mengingatkannya pada sosok mantan-mantan kekasihnya terdahulu, yang pernah berjalan berdampingan dengannya, saat jam pulang kantor.

Seandainya gue punya pacar, pasti setiap sore begini, pulang bareng terus kali ya. Terus, jajan di warung kaki lima sambil bercengkrama membahas masa depan dan pernikahan. Terus, gue bisa curhat tentang semua masalah di kantor gue.

Namun, Valerie segera membuang bayangan itu jauh-jauh. Ia menggelengkan kepalanya, berusaha mengeluarkan pikiran semu dari dalam kepalanya.

Gue nggak mau sakit hati lagi. Pokoknya nggak mau! Gue mau hidup bahagia. Nggak mau terburu-buru menikah. Lagian, siapa yang bisa menjamin hidup gue akan lebih bahagia, setelah gue menikah?

Fangirl's UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang