Bagian 08

24.8K 1.2K 51
                                    

Waktu terus berlalu begitu saja. Pahit dan manisnya menempuh pendidikan magister pun akhirnya terlewati oleh Jendral. Kini tibalah hari ia untuk di wisuda.

"Halo? Adek dimana, Dek?" tanya Jendral yang kini tengah menelpon sang adik.

Acara wisudanya baru saja selesai dan sekarang Jendral sedang mencari keberadaan adik manisnya.

"Mas, coba lambaikan tangannya yang tinggi biar Adek bisa liat. Rame banget ini Adek gak keliatan Mas ada dimananya." sahut Nana terdengar mengeluh di tengah keramaian halaman auditorium tempat sang kakak wisuda.

Jendral sempat tertawa mendengar keluhan sang adik. Namanya juga acara wisuda, jelas saja ramai.

"Mas di dekat tangga utama, Dek. Liat aja yang wajahnya paling ganteng itu pasti Mas-nya Adek." kata Jendral berusaha melontarkan candaan ringan untuk menghibur yang lebih muda.

Jendral pun mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil matanya mengedar berusaha memindai keberadaan sang adik di tengah kerumunan orang ini.

"Huhh... belom keliat-MAS!!" Nana langsung berteriak memanggil sang kakak begitu melihat sosok tampan itu tersenyum ke arahnya.

Mereka saling berjalan menghampiri dengan penuh senyum bahagia.

"Mas-nya Adek udah wisuda lagi, yeaayy~ Selamat ya, Maaass~" ucap Nana riang lalu masuk ke dalam dekapan tubuh sang kakak.

Perasaan baru dua tahun lalu Nana datang ke acara kelulusan sang kakak, dan kali ini dia juga tak menyangka masih diberi kesempatan yang sama, mendampingi yang lebih tua di hari wisudanya.

"Makasih banyak, Dek." balas Jendral mengusap-usap lembut punggung Nana.

Walau tanpa kehadiran kedua orang tua mereka, Jendral tetaplah bahagia karena masih ada Nana di sisi-nya dalam acara wisudanya kali ini.

"Itu bunganya untuk Mas?" Pertanyaan Jendral merujuk pada sebuah benda yang tampak indah dipegang sang adik.

"Eh iya, Adek sampai lupa. Nih, buket buat Mas. Cantik kan Mas? Adek yang milih sendiri bunganya. Hehe." bangga Nana menyerahkan kumpulan beberapa jenis bunga membentuk sebuah buket yang sangat indah ke kakak tersayangnya.

"Hm. Bunganya cantik, tapi lebih cantikan Adek-nya Mas ini." gombal Jendral menerima buketnya lalu menghadiahi cubitan gemas di pipi Nana.

"Hihi. Iya Adek tau kok, banyak yang bilang Adek cantik walaupun Adek cowo." sahut Nana dengan bangganya sambil mengibaskan tangannya di sebelah wajah.

Jendral tertawa mendengar penuturan adiknya barusan yang terdengar sangat percaya diri. Tapi Jendral juga mengakui itu, bahwa adiknya benar-benar cantik untuk ukuran seorang laki-laki. Bahkan cantiknya Arin sang mantan kekasih masih kalah jauh dibandingkan Nana di mata Jendral.

Satu tangannya yang tak memegang buket kemudian meraih pinggang Nana agar sang adik semakin merapat ke tubuhnya.

"Tapi kalau Mas yang bilang cantik, itu artinya lebih spesial, Dek." ucapnya memandang wajah cantik Nana dari jarak yang sangat dekat. Wajah mempesona itu mampu membuat jantung Jendral berdegub lebih cepat tanpa ia sadari.

Sayangnya, momen manis kakak beradik tersebut harus terganggu karena suara seseorang yang menghampiri mereka.

"Ohow-Waw. Bidadari dari kayangan mana ini? Kenapa sangat indah sekali? Cantik siapa namanya?" Hema mendatangi keduanya.

Tak Hema sangka akhirnya dapat bertemu dengan adik Jendral itu setelah berbagai usaha sang sahabat untuk menghalangi dirinya bertemu Nana.

Benar-benar Cantik. Hema bahkan masih betah memandang rupa Nana yang lebih cantik daripada yang di foto, tubuhnya tampak kecil di sebelah Jendral dan itu menambah kesan imut ke yang paling muda.

Mas Jendral |[NOMIN]| {END} ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang