Azalea belum benar-benar bangkit dari rasa kehilangan atas meninggalnya sang nenek saat dia kembali menginjakkan kaki di ibukota Dobuski. Demi janjinya untuk terus mencoba bertahan hidup, dia memaksa untuk baik-baik saja.
Lea sudah memberi kabar pada Pangeran Azzam, seperti yang telah dia janjikan. Namun, kehadiran kedua sahabatnya bukanlah sesuatu yang bisa dia perkirakan. Baik Mina maupun Yuna mempertanyakan keabsenan Lea selama seminggu terakhir, namun dapat dia jawab dengan nada sambil lalu. Lea sedang tidak ingin berkubang dalam kesedihannya, dan pengalihan kabar dari Yuna menutup teriakan minta tolong dari dalam hati Lea.
Tolong, siapapun tolang aku! Batinnya sambil tertawa lebar menanggapi ucapan Yuna. Minta tolong untuk apa? Lea pun tidak tau.
Suasana apartemennya masih sama seperti seminggu yang lalu, ketika terakhir kali Lea meninggalkannya. Yuna, tentu saja langsung mengambil es krim yang Lea janjikan sementara kedua temannya sibuk melepaskan mantel hangat mereka.
"Kalian tau apa yang Dika katakan padaku?" tanya Yuna, melahap es krim vanilla itu tanpa menatap satupun temannya.
"Memangnya apa?" sahut Mina dan Lea.
"Bahwa pernikahan itu tidak jauh berbeda dari yang selama ini kami lakukan!" jawab Yuna, tampak kesal. "Memangnya dia pikir aku sebodoh apa, sih? Menjengkelkan!"
"Bukankah apa yang dia katakan memang benar?" balas Mina, tampak bingung.
"Oh, ayolah!" Yuna mengeluh, kemudian menatap Lea dengan mimik memelas. "Hei, psikolog pribadiku, katakan pada friendenemi-ku ini mengenai pentingnya pengertian terhadap penderita PTSD," pintanya.
Lea tersenyum lemah dan membuang muka sebelum menyahuti, "bersikap baiklah, Mina. Kita punya pasien sakit jiwa disini," katanya yang membuat Yuna berdecak.
"Sebagai pasien pertamamu, aku bilang kamu gagal menjadi seorang psikolog!" dengus Yuna.
"Nah, sejak kapan aku bilang ingin jadi psikolog? Dan aku tidak pernah menganggapmu pasien, atau mendiagnosamu yang aneh-aneh. Pergi dan carilah psikolog atau psikiater profesional!" omel Lea.
"Apa kalian akan berdebat sekarang?" protes Mina. "Lima belas menit bahkan belum berlalu sejak kita bertemu!"
Lea nyengir, lalu pamit ke kamarnya sebentar. Pikiran perempuan itu terasa penuh meski tidak ada satu pun hal yang benar-benar dia pikirkan. Lea butuh waktu sesaat untuk mengumpulkan dirinya lagi.
"AZALEA! KAMU PESAN MAKANAN?" suara seruan Yuna dari luar membuat Lea mengerutkan kening. Cepat-cepat dia berganti baju dan mengambil tiga selimut tebal sebelum kembali ke ruang depan. Di meja makan, Mina dan Yuna tengah mengerubungi beberapa bungkus makanan hangat.
"Apa itu?" tanya Lea, penasaran.
"Sop iga dan beberapa makanan lagi. Ini datang atas namamu, bukan kamu yang pesan?" tanya Mina.
"Aku belum pesan makanan," sahut Lea mengakui dengan bingung.
"Tidak masalah! Rezeki yang datang tanpa diduga datang tepat waktu begini! Kita harus berterimakasih pada siapapun yang mengirimnya," ucap Yuna.
"Apa kamu tidak takut makanan itu di racun dan sebagainya?" gumam Mina, kesal.
"Ooh..." keluh Yuna, cemberut menyadari kebenaran kata-kata Mina. "Dengan track record kenakalan Lea, tentu kita harus hati-hati"
Ponsel yang ada di saku Lea bergetar, dan saat itu lah dia mengetahui pengirim makanan yang didebatkan kedua sahabatnya itu. Setelah mengucapkan terima kasih ke nomer pribadi Pangeran Azzam, Leasegera mengambil peralatan makannya.
"Yuna, taruh es krimnya di freezer. Kita makan duku," ajak Lea, membuat Mina mengerutkan kening.
"Kamu tau pengirim makanan ini, ya?" tebak Mina, tapi Lea tidak menjawab.
###
"Mina, Yuna, aku merasa lelah," gumam Lea saat mereka sedang istirahat di sela kesibukan kuliah.
"Memang apa yang kamu lakukan? Bukankah anak psikologi dibebaskan untuk bersenang-senang?" tanya Yuna.
"Mau bolos saja?" tawar Mina. Yuna melirik kawannya itu dengan pandangan syok, tidak menyangka seorang Mina akan mengusulkan hal seperti itu.
"Tidak," anehnya, Azalea yang terkenal sebagai biang kenakalan justru menolak dan meletakkan kepalanya kebatas meja piknik besar. "Aku sedang tidak ingin melakukan apapun"
Mina dan Yuna bertukar pandang, lalu menepuk-nepuk punggung Lea lembut.
"Kamu terlalu banyak menyimpan semuanya sendiri. Apa kamu tidak bisa bercerita sedikit pada kami?" tanya Yuna.
"Aku sudah bercerita pada kalian," gumam Lea mengingatkan.
"Bagaimana kalau kita ke ruang rekreasi anak psikologi? Kudengar disana banyak permainan pelepas stress?" ajak Mina.
Lea jadi teringat barang-barang yang dimaksud Mina. Alat menggambar, alat mewarnai, alat merajut, segala jenis mainan ada disana sebagai wadah menampung emosi dari banyak mahasiswa psikologi.
"Pasti sedang ramai," gumam Lea.
"Dan siapa tau kamu bisa tidak lelah lagi, kan?" bujuk Mina.
"Ayo pergi! Aku ingin bolos juga!" ajak Yuna, menimpali.
"Kenapa jadi kamu yang bersemangat?" tanya Mina heran.
"Hei, aku juga sedang patah hati, ingat? Aku juga akan bersenang-senang!" jawab Yuna.
Ruang rekreasi itu ternyata tidak seramai yang Lea duga. Alat-alat musik masih tersimpan di tempatnya, begitu juga jenis-jenis media psikoterapi yang lain.
"Aku akan karaoke!" ucap Yuna, berlari ke sebuah box seukuran box telepon umum dan mulai menyalakannya.
"Lihat itu, dia mudah bersenang-senang. Apa yang mau kamu lakukan, Lea?" tanya Mina.
"Aku akan menyusun puzzle. Kamu lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan," jawab Lea sambil tersenyum tipis. Mina mengangguk dan mengambil gitar sebelum duduk di sebuah kursi untuk memainkannya.
Untukmu yang sedang sedih dan menangis
untukmu yang berjuang
aku akan menyanyikan lagu ini untukmu dengan seluruh perasaanku
ketika kamu berpikir kamu sendirian, ketika tiba-tiba kamu mulai menangis
ketika kamu merasa tak ada seorang pun di sampingmuingat bahwa kamu tidak sendirian
walaupun dunia selalu melukaimuwalaupun kamu merasa sepi dan sedih, jangan menangis
aku akan diam-diam memelukmu, aku akan mendengarkanmu
berbaliklah, aku akan berada di sana
aku akan menyeka seluruh air matamu
walaupun semua kesepianmudalam kesunyian malam, ketika kamu berada dalam kesendirianmu dan ruang kosong
ketika di sana tak ada yang mendengarmu
ketika kekerasan menghujammu seperti rintikan hujan
dan membasahimu tanpa menghindarinyaingat bahwa kamu tidak sendirian
walaupun dunia selalu melukaimuwalaupun kamu merasa sepi dan sedih, jangan menangis
aku akan diam-diam memelukmu, aku akan mendengarkanmu
berbaliklah, aku akan berada di sana
aku akan menyeka seluruh air matamu
walaupun semua kesepianmu(I'll Listen to what you have to say)
Lea yang mendengarkan suara Mina mengalun lembut pun tidak kuasa lagi menahan air matanya. Mina meletakkan gitarnya, Yuna keluar dari ruang karaoke dan berlari ke arah Lea yang menangis tersedu-sedu diatas puzzlenya.
"Ya Allah, Lea..." Gumam Mina, bergumam khawatir.
"Aku akan mencari Profesor Wael, dan air minum," timpal Yuna, terdengar buru-buru. Sementara itu, ledakan tangis Lea membuat napas perempuan itu tersengal-sengal.
Ya Allah, sungguh, aku sudah tidak sanggup. Tolong aku, Ya Allah. Tolong jemput aku!
###
Haruskah aku nulis after endingnya CPMH?
Kayaknya bakal aku tulis sih, wkwkkwkwk
Btw, menurut kalian, buku ini dark nggak?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Princess
BeletrieBuku ke dua The Crown Prince, My Husband. Menjawab segala pertanyaan 'kenapa?' dari buku pertama. In Sha Allah 🙈 "Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Meng...