𝕭𝖆𝖇 2

203 8 0
                                    

SUMAYYAH melangkah turun ke ruang makan dengan penuh anggun, seolah-olah setiap pergerakkannya diatur dengan penuh perhatiaan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


SUMAYYAH melangkah turun ke ruang makan dengan penuh anggun, seolah-olah setiap pergerakkannya diatur dengan penuh perhatiaan. Ruang makan yang dihiasi dengan sentuhan elegan dan mewah, dipenuhi aroma masakan yang menggiurkan, menciptakan Suasana hangat. Diatas meja, hidangan sarapan terhidang dengan rapi, menanti untuk dinikmati. Bunyi tapak kakinya yang lembut memecah kesunyian, menarik perhatian kedua orang tuanya yang asyik menyantap hidangan. Mata mereka terpaku pada figura yang turun dengan anggun, senyuman lebar menghiasi wajah mereka, melimpahkan rasa bangga melihat anak gadis mereka yang memukau dalam pakaian yang begitu menawan.

"MasyaAllah, cantik sungguh anak ibu ni," puji Datin Zalikha, senyuman lebar menghiasi bibirnya. Matanya tidak berkelip, terpesona melihat Sumayyah yang melangkah turun, seolah-olah dia adalah seorang puteri yang menanti kedatangan sang raja. Cahaya pagi yang menerangi wajah anaknya menambahkan keanggunan, membuatkan setiap detik terasa seperti momen magis. Seakan-akan dunia di sekelilingnya menghilang, hanya ada Sumayyah yang berkilau dengan pesonanya, menyentuh hati kedua orang tuanya dengan rasa syukur yang mendalam.

Cantik tidak terkata. Sumayyah mengenakan jubah polos berwarna krim yang mengalir lembut, dipadankan dengan handsock yang menutup lengan, menambah keanggunan. Shawl yang labuh menjalar hingga melebihi paras dada, seolah-olah membingkai wajahnya yang berseri. Purdah yang menutupi wajahnya menambah aura misteri, sementara sepasang stoking menutup kaki dengan sempurna. Pakaian yang tertutup rapi tanpa cacat cela itu bukan hanya memperlihatkan keindahan, tetapi juga mencerminkan kesopanan yang menjadikan penampilannya benar-benar sempurna.

Senyuman kedua orang tuanya tidak pernah pudar, menyaksikan permata hati mereka mengenakan pakaian suci Fatimah Az Zahra. Sejuk mata memandang, lebih sejuk lagi hati mereka menyaksikan anak perempuan mereka tumbuh menjadi seorang wanita muslimah yang berprinsip. Dalam dunia yang dikelilingi oleh teknologi dan pengaruh negatif, membesarkan seorang anak perempuan bukanlah perkara mudah. Terutama ketika banyak yang sanggup menggadaikan maruah demi menarik perhatian, tanpa memikirkan dosa dan pahala. Allahu Akbar.

Di manakah letaknya sikap (al-hayya), sikap malu yang menjadi mahkota bagi seorang wanita? Apakah ia masih ada? Sesungguhnya, jika sifat malu itu hilang, hilanglah juga keindahan dan kemuliaan diri. Andai Allah tidak menutupi wanita dengan perasaan malu, niscaya dia lebih rendah nilainya daripada segenggam debu. Keberanian untuk menjaga kehormatan dan kesucian adalah kunci kepada kemuliaan diri, menjadikan setiap langkah yang diambil penuh dengan tujuan dan makna.

"Good morning, ayah, ibu," sapa Sumayyah dengan ceria, suaranya memancarkan keceriaan pagi. Dia melangkah ke arah kerusi di sisi ayahnya, menghadiahkan ciuman hangat di pipi gebu dan dahi orang tuanya sebuah kebiasaan manis yang sering dilakukan setiap pagi sebelum bersarapan bersama. Dengan gerakan lembut, dia menarik kerusi kosong bersebelahan Datin Zalikha dan melabuhkan punggungnya, siap untuk memulakan hari yang cerah.

Kerana Dia Jiwaku (OG)Where stories live. Discover now