11. Pokoknya Jendra selalu salah

56 4 0
                                    

[ dia bertanya, “emang gue salah apa?” ]

===

Reva mengerang kesal. Apa lagi sekarang? Zara yang duduk di dekat Reva hanya bisa memutar bola matanya jengah dan kemudian menatap bagaimana Reva menatap ponselnya dengan tatapan kesal. Jika Zara boleh menebak, mungkin ia akan berpikir bahwa sekarang teman sekelasnya ini ingin sekali membunuh sang pacar yang entah sudah membuat masalah apa sekarang.

“Aish! Jendra sialan!” gerutu Reva.

Oke, sekarang Zara penasaran apa yang sudah dilakukan oleh si tampan petakilan dari kelas Bahasa itu pada pacarnya. Zara mengetuk pelan meja Reva hingga perhatian sang pemilik tertuju padanya.

“Kenapa lagi si Jendra?” tanya Zara.

Reva menekuk wajahnya. Bahkan mendengar nama Jendra saja sudah membuatnya kepalang kesal. Zara yang ditatap kesal seperti itu pun menautkan alisnya heran. Apa gue salah nanya? Pikirannya.

“Gosah ngomongin dia. Ngeselin banget sih!” balas Reva dan kemudian menyimpan kembali ponselnya ke dalam laci. Melihat itu Zara hanya bisa mengangkat bahu tanda ia menyerah. Ia pun berpaling kepada teman sekelas yang duduk di belakangnya. Mereka sedang menggosipkan sesuatu yang seru. Zara penasaran.

“Lagi ngomongin apa nih? Ikutan dong,” ucap Zara.

Mereka melirik Reva diam-diam dengan takut. Melihat itu Zara semakin penasaran. Ia semakin merapatkan diri kepada mereka. “Eh, apaan? Kasih tau dong! Kepo nih,” ucapnya.

Salah satu dari murid itu pun menyodorkan ponselnya kepada Zara yang langsung diterima oleh gadis itu. Begitu Zara melihatnya, ia langsung paham apa yang terjadi. Apa yang membuat Reva kepalang kesal dengan sang pacar.

Rupa-rupanya, ada postingan seorang perempuan adik kelas mereka yang berfoto dengan Jendra. Posisi Jendra sepertinya baru saja selesai bermain basket karena ia memegangi bola berwarna jingga itu dan lagi keringat terlihat di keningnya. Namun, yang menjadi masalah adalah bagaimana tangan Jendra malah terletak dengan mesra di pinggang sang adik kelas. Bahkan pipi si adik kelas itu terlihat malu-malu. Mungkinkah ia baper?

Wah, perang dunia nih. Asyik! Kudu gue tonton! Enggak boleh kelewat! Batin Zara dengan penuh semangat.

Kembali ke Reva, gadis itu mengerang kesal. Ia kembali teringat bagaimana foto yang dikirimkan oleh Mada kepadanya. Mungkin niatnya Mada hanya ingin menggoda Reva saja dengan guyonan kalau Jendra sedang bersikap terlalu ramah kepada adik kelas mereka, hanya saja Mada rupanya lupa. Kalau Reva adalah definisi perempuan yang susah dihadapi. Reva adalah gadis yang akan meledak bahkan jika itu hanya urusan sederhana. Sumbu kesabaran Reva itu pendek. Diganggu sedikit saja mungkin Reva akan memukulmu dengan sapu.

Awas aja nanti. Gue kasih pelajaran si Jendra. Batin Reva kesal.

===

Ilyas menatap Mada dengan tatapan heran. Pasalnya kawannya itu sedari tadi menatap ponselnya dengan tatapan bingung. Ilyas langsung menepuk pundak Mada dan bertanya, “kenapa?”

Mada menoleh dan menunjukkan ponselnya yang layarnya mati kepada Ilyas. “Gue tadi ngirim pesan ke Reva. Cuma di read doang njir. Cuek amat tuh cewek.”

Ilyas menautkan alisnya heran. Apa yang salah dengan itu? Harusnya Mada tahu bahwa Reva takkan mungkin membalas pesan yang tidak penting, karena Ilyas yakin sekali apa yang dikirimkan oleh Mada itu tak penting sama sekali.

“Emang lo ngirim apaan? Udeh deh, Da. Udah tau Reva tuh begimana, lo malah ngirim pesan enggak penting. Pengen kena gampar kayak Jendra, ya? Makanya, Da. Cari pacar sono.” Ilyas menanggapi dengan tak peduli.

[END] A Match Made in Chaos Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang