18 - Pain of love lasts a lifetime.

210 28 3
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Kenapa harus nama itu yang kubaca?" Gumamku dalam hati.

-------------------------------

Sentuhan yang Jimin berikan lantas tak membuat Lya merasa nikmat. Kenikmatan itu justru perlahan memudar saat Lya sendiri membaca nama Hae Mi sebagai pengirim pesan yang menanyakan keberadaan Jimin.

Apa itu artinya Jimin berada disana. Apa artinya Jimin menghabiskan beberapa jamnya bersama Hae Mi. Di tengah malam.

Untuk apa?

Untuk yang pertama kalinya Lya merasa hambar pada hubungannya. Tatapannya memancarkan banyak pertanyaan. Hatinya bergejolak. Mencoba menepis semua pikiran buruk tapi nyatanya sulit.

Noda merah yang sudah pudar itu menjadi penguat semua pikiran-pikiran buruk Lya.

Lya meremas kaos putih yang Jimin kenakan semalam. Kedua maniknya berair namun sekuat mungkin ia menahan air mata yang sudah menggenang itu agar tidak terjatuh.

Lya tidak akan sanggup untuk melihatnya lagi. Jadi dengan perasaan marah, kaos denfan warna yang menjadi favorit Jimin itu Lya letakkan begitu saja di mesin cuci. Hilang atau tidak nodanya Lya tidak mau tau.

"Sayang, maaf aku tidak bisa menemanimu ke butik. Aku harus ke kantor. Ada pekerjaan yang tidak bisa ku tunda."

Jimin meletakkan garpu makannya setelah menghabiskan pasta yang Lya siapkan pagi ini. Ia mengusap sudut bibirnya dengan tissue lalu meletakkannya begitu saja di samping piringnya yang sudah kosong.

Jimin berjalan memutari meja mendekati Lya yang masih duduk menghabiskan sarapannya. Jimin meraih wajah istrinya untuk ia cium kening dan bibirnya bergantian.

"Semua vitaminmu sudah aku siapkan," ucap Jimin seraya mengusap lembut pucuk kepala istrinya. "Habiskan sarapanmu dan kalau pergi jangan lupa selalu kabari aku."

Sebelum benar-benar pergi, Jimin mencium pipi istrinya sekali lagi. Setelah itu ia benar-benar pergi meninggalkan Lya tanpa Jimin tau istrinya itu sedang menahan sesak sekuat tenaga.

"Di saat aku sudah jatuh cinta kenapa kau harus seperti ini?" Gumam Lya sambil meletakkan garpunya dengan kasar.

Air mata itu menetes. Pada akhirnya Lya hanya bisa menghela napasnya yang berat. Menghelanya perlahan diiringi sesak dan isak yang tertahan.

"Lee ... Kenyataannya kau memang sendiri. Hanya ada kau!" Gumam Lya yang sudah membenamkan wajahnya di atas kedua lengan yang menumpuk.





***

Jimin melajukan kendaraannya dengan tenang. Sedan hitamnya membelah jalanan kota yang mulai padat. Berkali-kali pria tampan itu menyugar rambutnya. Berkali-kali juga ia membenturkan kepalanya pada sandaran kursi.

PARK & LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang