Pak Azis -ayah Ayeesha- memandangi teman-teman organisasi putrinya yang duduk rehat di pendopo halaman rumahnya. Seharusnya kumpulan mahasiswa ini menghabiskan waktu libur di rumah masing-masing, tapi siang ini mereka memilih untuk beristirahat di rumah Ayeesha yang dekat dengan lokasi acara setelah acara tanam pohon selesai beberapa menit yang lalu.
Sebagian dari mereka sudah tertidur pulas dan tidak sedikit yang memilih untuk menerobos teriknya matahari di kota ini hanya untuk sampai ditujuan akhir, rumah. Tersisalah enam orang teman dekat Ayeesha yang terlihat sibuk didepan laptop masing-masing.
"kalau kalian tidur, aku gak akan kirim file publikasi tadi!" ancam Ayeesha sebelum berlalu menuju ke dapur. Sebenarnya walaupun tidak diancam mereka tetap tidak akan tidur mengingat laporan pertanggungjawaban acara harus diberikan esok pagi, terlebih saat ini pak Azis tiba-tiba menghampiri mereka dan mulai mengajak bicara.
"Saya ingin sekali tahu Ayeesha itu orangnya seperti apa kalau di kampus," tanya pak Azis sambil sesekali memperhatikan arah dapur, takut kalau anak perempuannya muncul tiba-tiba.
Ishak berdehem sebentar kemudian memperbaiki posisi duduk dan menengok Azzam, "Mau diwakilkan gak Zam?" Tanya Ishak membuat Azzam yang tadinya terlihat sibuk dengan laptop kini duduk bersila menghadap pak Azis.
"Menurut om sendiri, Ayeesha orang seperti apa?" Kini Azzam yang berbalik menanyai pertanyaan yang sama. Tapi sebelum Buya menjawab, Azzam meneruskan kalimatnya.
"Karena apapun yang digambarkan Om, begitu juga saya pribadi menggambarkan Ayeesha,"
"Eleh! Bilang aja lo naksir Icha! Sok puitis lo," ucap Dyah mengundang ledekan dari teman-teman lainnya.
Azzam terlihat memperbaiki kerah baju yang tidak berkerah, memastikan rambutnya tertata rapi dan suaranya yang dibuat berat.
"Benar om, saya punya perasaan dengan Ayeesha, anak om Azis," ucap Azzam dengan penuh wibawa. Mereka kompak terperanjat dengan apa yang diutarakan Azzam. Terlebih Dyah, ia tahu kalau Azzam memiliki perasaan pada Ayeesha tapi tidak pernah terlintas momen ketika Azzam akan seperti ini didalam hidupnya.
"Siapa namanya tadi?" Tanya Buya.
"Saya Azzam Pahlevi Malik akan melamar resmi di bulan Agustus, sekarang saya sedang meminta restu" Ishak menarik tangan Azzam yang sedang diarahkan pada pak Azis sebagai bentuk formalitas bahwa telah ada kesepakatan yang dibuatnya.
"Lo gak main-main kan?" Tanya Ishak yang tidak ingin menanggung malu dikarenakan keputusan sepupunya yang tiba-tiba.
"saya akan datang dengan orang tua saya," Ucap Azzam menepis tangan Ishak yang menghalangi.
Pak Azis meraih tangan Azzam dan mengangguk setuju. "dan saya akan menunggu kedatangannya,"
"ini pertama kali saya bersalaman dengan pemuda seperti kamu selain partner kerja dan klien," ucap pak Azis membuat Azzam mengulum senyum, seolah mengatakan bahwa dia mendapatkan perlakuan khusus yang belum pernah dilakukan ayah Ayeesha.
pak Azis bangkit dari tempat duduk dan mempersilahkan teman-teman Ayeesha menikmati waktu yang sebentar lagi akan memasuki adzan ashar. Sebelum meninggalkan kawalan muda yang masih tidak percaya dengan prosesi gladi resik buatan Azzam, pak Azis berbalik arah mendekati pemuda itu.
"sama seperti melamar pekerjaan, melamar anak orang juga bisa ditolak jika kriteria tidak memenuhi syarat,"
"maka... penuhi syaratnya," kata pak Azis menepuk pundak Azzam.
"datang saja dulu, saya menunggu kamu dan keluarga," belum sempat Azzam menanyakan syarat yang dimaksud, pak Azis terlihat sedang memiliki panggilan dan berlalu menuju ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mr. Architect
Romance"Jika menikahimu tidak membawa manfaat akhirat untukku, dari awal aku tidak akan menginzinkan jantung ini berdetak sedikitpun untukmu," Adalah Ayeesha Abdul Azis mahasiswa akhir jurusan pertanian yang harus mengubur angan indah pernikahannya karena...