chapter 25

2.1K 240 29
                                    

hai hola apa kabs yang abis nyoblos wkwk

oh iya, mau dissclaimer dulu, untuk dua part (25&26) alur dibuat maju mundur. ada juga beberapa bagian narasi yang kesannya spin off-tapi tenang. masih tetap satu alur dengan ceritanya.

so, 7.327 + 4.566 word in the next part. get ready, dude?

selamat membaca di minggu pagi yang ceria ini

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Kepada nalar yang tak lagi bersekongkol dengan intuisi sebab setelah semua yang terjadi. Dia tidak lagi terasa seperti nurani, dia lebih akrab dengan ego yang menjanjikan jutaan semu. Nalar yang mati. Seringkali akhirnya menghakimi, merasa yang paling adil, padahal nyatanya dia ketakutan setengah mati.

Dia hanya tak kuasa akan kemungkinan-kemungkinan yang tak mampu lagi diperhitungkan. Pandai membuat dalih dan sangkalan atas jawaban yang benar-benar nyatanya diluar kuasa diri.

Kepada nalar yang akhirnya menjadi pengecut. Menjadikannya budak dari ketidakmampuan mengatasi takut.

"Udah pulang, Kak?" Terkaget si-empunya rumah saat membuka pintu penthouse dan menemui sang calon adik ipar sudah berada di dalam.

"Sudah dari tadi, Fen?"

"Iya. Nemenin Gracia. Anaknya baru aja tidur. Ini gue udah mau balik."

"Cepet banget?"

"Mau ngurus fitting baju sama Krisna. Anaknya udah di depan, katanya. Gue balik dulu ya, Kak."

Shani mengangguk, menyadari juga adiknya yang tadi turut mengekori saat pulang dari kantor menuju penthous, "Thanks, Fen. Hati-hati."

Ada satu hela nafas yang lolos dengan berat beriringan dengan pintu dan perginya pujaan hati dari si adik bungsunya yang sebentar lagi hendak merapalkan janji sakral dalam sebuah ikatan pernikahan.

Begitu cepatnya memang waktu berjalan. Begitu makin biasnya pula egonya dimakan nalar. Membuatnya pasrah menikmati sisa-sisa sumpah dan serapah milik pribadi yang tak kunjung reda. Laranya masih menggumpal dalam tenggorakan. Nafas bahagia yang biasanya ia hembus untuk bertemu yang terkasih enyah-berganti tiap hari, jam, menit, detik, dan persecondnya dalam desak ingatan yang melumpuhkan.

Tubuh jangkung itu meninggalkan tas kerjanya di ruang tengah penthouse. Melengang pergi menuju kamar dengan langkah samar, tanpa suara-tak ingin mengganggu atau bahkan membangunkan sosok yang katanya baru saja terlelap ke alam mimpi.

Berdiri sebentar dibatas daun pintu yang terbuka setengah, langkahnya sempat ragu menorobos lebih. Tapi dia ingin memastikan, sekaligus juga... membayar rindu yang sudah bertumpuk dan ingin dipulangkan.

Dengan gerak yang samar dan begitu perlahan, selimut tebal itu ia tarik hingga menutupi dada. Dibelai sebentar dengan lembut wajah yang akhir-akhir ini tak lagi berseri itu. Lebih awas dengan inisiatif selanjutnya,satu kecup yang agak lama akhirnya ia labuhkan juga tepat di bibir. Sebatas itu-Shani tak ingin menjadi manusia yang jauh lebih egois. Kali ini ia rela menahan segala urusan dari bagian perut ke bawahnya itu dengan sekuat yang ia bisa. Bukan sekarang. Belum sekarang. Meski dia butuh, meski dia juga ber-hak atas itu.

Stay, and Love Me! (Greshan Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang