Bab 5 (Menjenguk)

130 94 34
                                    

Happy Reading

*
*
*


Suara helaan napas lelah terdengar. Kepala terbenam di antara kedua lengan. Mata ngantuk, dan raut wajah cemberut. Satu kata untuk menggambarkannya, bosan. Rendy merasa bosan hari ini. Ia hanya berdiam diri dibangkunya sepanjang jam sekolah. Melirik jam dinding, ' 'kapan pulangnya? Tidak seru' pikirnya sepanjang hari ini.

Dekat papan tulis, lebih tepatnya di atas meja guru terdapat sepucuk surat bersampul putih. Surat keterangan sakit milik Rasya. Ya! Rasya tidak berangkat hari ini dikarenakan sakit. Itulah sebabnya Rendy lebih banyak diam hari ini. Sebenarnya ia bisa saja bersama dengan Helena, hanya saja mereka tidak tahu ingin melakukan apa selain berdiam. Hingga akhirnya Rendy hanya berdiam diri saja sepanjang hari di sekolah.

Bel berbunyi, akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu oleh Rendy. Rendy bergegas keluar kelas setelah guru keluar. Ia segera mengambil sepeda beroda duanya dan mengayuhnya hingga sampai dirumah bercat biru. Turun dari sepedanya, dan berjalan hingga sampai didepan pintu. Mengetuknya dan berucap

"assalamualaikum, Asyaaa..."

Rendy menunggu, hingga terdengar bunyi kunci diputar. Suara pintu berderit terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya berkerudung. Aruthala nama ibu Rasya, wanita yang membukakan pintu untuk Rendy. Rendy tersenyum, memegang tangan kanannya dan menempelkannya di dahi. Ibu Rasya tersenyum dan membawanya masuk, memberitahukan dimana Rasya berada.

Hening, sunyi, tenang. Suasana kamar bercat ocean blue dengan hiasan laut didinding. Namun ketenangan itu buyar setelah pintu kamar dibuka. Menampilkan sosok seorang anak laki-laki berusia sebelas tahun, dengan masih memakai seragam sekolahnya.

Rendy mendekati ranjang yang di atasnya terdapat Rasya dengan selimut melingkupi seluruh tubuh hingga leher. Mata yang terpejam, bibir yang pucat, dan napas yang terdengar berat. Rasya hanya bisa terbaring lemas di sana dengan kompres di dahinya. Rendy duduk di kursi belajar Rasya, memandanginya. Tangannya terulur menyentuh leher Rasya, hangat yang dirasa.

Dingin... mata terbuka, menampilkan retina berwarna cokelat. Mata sayu itu memandang diam Rendy. Rendy menarik tangannya kembali, ia cemberut, siap untuk bercerita tentang keadaanya di sekolah tadi. Namun sebelum itu, ibu Rasya masuk ke kamar dengan membawa nampan yang berisi dua gelas kosong dan satu teko berisi jus jambu, serta camilan satu toples.

"Sya? Tugas IPA tadi, disuruh kerjain di rumah, jadi ada PR," ucap Rendy memberitahu Rasya.

"Oohh iya makasih Ren" balas Rasya dengan suara seraknya.

"Tadi ngapain aja di sekolah?" Tanya Rasya.

"Aku? Tadi... Nggak ngapa-ngapain"

"Kenapa nggak ngapa-ngapain?"

"Eum..." Rendy mengedikan bahunya.

"Kamu kangen aku ya~" goda Rasya kepada Rendy.

"Iya! Aku kesepian di sekolah, kamu tahu?" Rendy menatap Rasya cemberut.

Rasya terkekeh melihatnya. Rendy bercerita banyak hal hari ini, dari guru yang marah karena siswa yang terlambat masuk, Helena dan dirinya berdebat kecil, dan tentangnya yang duduk seharian di kelas. Rendy sangat cerewet jika bersama Rasya. Namun beda kondisinya jika sendiri, apalagi di tempat banyak orang. Rendy benar-benar diam seperti patung.

"Tadi Helena menitipkan sesuatu" ucap Rendy sambil merogoh tas ranselnya.

"Apa?" Kata Rasya penasaran.

"Nih"

Rendy menyodorkan sepucuk surat serta setangkai permen lollipop rasa stroberi. Tangan Rasya menyentuhnya, tetapi karena lemas benda tersebut jatuh kelantai. Rendy mengambilnya, kemudian meletakkannya di meja belajar sebelahnya.

"Baca pas udah sembuh aja" ucap Rendy.

"Iyaa, makasih ya"

"Helena bilang 'cepet sembuh ya Rasya' katanya"

Rasya tersenyum, mendengar ocehan Rendy yang bercerita tentang banyak hal. Rendy mengajaknya bermain dengan origami kertas. Mereka membuat banyak bentuk, lebih tepatnya Rendy. Mereka juga makan siang bersama, dengan Rasya yang disuapi ibunya. Jus dalam teko tersisa sedikit, sekitar tiga jam Rendy menemani Rasya, atau Rasya menemani Rendy yang bosan.

"Bunda Aru... Rendy pamit pulang ya,"

"Iya nak, makasih ya udah nemenin Rasya. Hati-hati, salam buat ibu dan ayah ya," ucap ibu Rasya atau mereka biasa memanggil dengan Bu da Aru.


Rendy berpamitan dengan ibu Rasya juga dengan Rasya. Ia pulang ke rumah dengan sepedanya. Memandang ke langit. Menyipitkan mata karena sinar matahari masih terlalu panas. Rasa-rasanya, senja juga tidak terasa indah dengan Rasya yang tidak berada di sisinya Sekarang.

Sesampainya di rumah, Rendy mendapatkan tamparan sayang pelan dari ibunya di lengan. Ibunya khawatir, ia belum pulang ke rumah setelah sekolah. Bahkan dirinya belum berganti baju.

Rendy cengengesan, menjelaskan bahwa ia bermain sebentar di rumah Rasya yang sakit. Ibunya hanya menghela napas, ibunya tahu, juga mengenal Rasya, jadi ia tidak kena marah. Ibunya juga tahu, selain Rasya, siapa lagi yang akan Rendy kunjungi? Karena hanya Rasya saja yang Rendy ceritakan kepadanya sebagai teman bermain, ah... juga Helena tentunya.




*
*
*

"Kita hanya akan menunjukan jati diri kita jika berada di dekat orang kepercayaan kita. Berbeda halnya jika dengan orang lain, bahkan sisi yang kita tunjukan pun lain."


"Dan jika kalian diberi kepercayaan itu, maka jagalah kepercayaannya, karena ia mempercayaimu"

Bersambung

Senja Terakhir (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang