"Ibu, kau bisa mendengarku? Tolong aku, Ibu. Tolong bawa aku pergi dari sini."
Claire terus berusaha memfokuskan diri. Bergharap agar kontak pikiran dengan sang ibu terus berlanjut. Terlebih ia berharap semoga ibunya dapat membantunya keluar dari tempat mengerikan ini.
"Oh, syukurlah. Aku sudah mencarimu kemana-mana Claire. Dimana kau berada, anakku?"
"Tolong aku, Ibu. Sesuatu yang buruk telah terjadi. Aku tidak bisa menceritakan itu sekarang, energiku belum sepenuhnya pulih. Aku akan pingsan jika terus menggunakannya. Aku terjebak di dunia bawah, Ibu. Aku ingin keluar dari sini."
Tangis haru Claire tak terbendung lagi. Sekian lama ia menanti. Akhirnya Tuhan memberikan bantuan kepadanya.
"Astaga ... malangnya nasibmu, anakku sayang. Apakah kau mempunyai cukup bunga untuk menambah energimu? Jika iya, segera pulihkan energimu, Nak. Lalu pejamkan mata. Fokuslah untuk merasakan detak jantungmu. Teruslah berpikir darimana kau berasal, maka kekuatanmu yang tersisa akan membuatmu pergi dari situ, Sayang. Kau pasti bisa, yakinlah jika kau mampu. Jika kau merasa benar, maka Tuhan akan membantumu—"
Suara Samantha tidak terdengar lagi. Claire sudah menggunakan semua sisa energi miliknya. Wanita itu lantas meringkuk lagi di dalam selimut. Claire kembali menangis hingga tubuhnya bergetar. Mampukah ia pergi dari sini? Claire menggelengkan kepala, menghilangkan semua pikiran buruk yang mengatakan ia tidak mampu. Claire harus yakin! Claire pasti bisa, dirinya harus bersemangat untuk mencapai satu-satunya keinginan dalam hidup miliknya ini. Claire tak peduli jika tenaganya akan habis ataupun sekarat, yang terpenting ia tidak lagi terjebak di tempat ini. Claire segera mengistirahatkan tubuhnya yang terlampau lemah ini.
***
Claire yang sudah membulatkan tekat, semakin kuat untuk memulihkan kekuatannya. Tiap hari ia habiskan untuk berada di taman bunga. Menghirup serta merasakan energi kehidupan dari bunga tersebut. Tak lupa melakukan meditasi untuk memperkuat konsentrasinya. Claire bersyukur sebab Jayden hanya mendatanginya untuk memuaskan diri. Iblis itu tak menaruh curiga sedikit pun. Mungkin pria itu berpikir jika Claire hanya sedang berusaha memulihkan kesehatan saja. Hingga tiba hari dimana Claire merasa kekuatannya telah penuh kembali.
"Forest! River! Apa kalian di dekatku?"
Kedua ular itu segera mendekati Claire lalu melingkarkan tubuh mereka di atas paha milik sang ibu. Claire tersenyum simpul, mengelus kedua ular yang menjadi kesayangannya itu.
"Aku akan pergi dari sini. Apakah kalian tak apa jika aku tinggal? Atau ... kalian bisa ikut ke rumahku?"
Terdapat jeda sejenak, Claire tidak tahu apa yang terjadi.
"Jika kalian ingin bersamaku, naiklah ke pundakku. Jika tidak mau, maka cium wajahku sebagai tanda perpisahan. Aku senang mengenal kalian, terima kasih."
Lagi, masih terdapat jeda. Kedua ular itu saling memandang. Berdebat apakah mereka ikut sang ibu atau bertahan dengan ayah mereka. Cukup lama mereka saling diam, hingga salah satu ular itu naik ke pundak Claire. Wanita itu cukup terkejut, namun segera beralih menjadi senyuman penuh kelegaan.
"Apakah ini River? Benar, kan?"
Claire memastikan saja. Ia tahu bahwa ular yang bernama River ini lebih suka bermanja dengannya. Sering kali tidur diatas wajahnya, bahkan tak jarang memberikan elusan pada wajah Claire jika sedang bermanja ria. Ular itu mengelus wajah Claire lalu mencium bibir Claire untuk mengiyakan. Tak berselang lama, Forest ikut baik ke atas pundak Claire. Membuat wanita itu terharu. Kedua ularnya benar-benar menyayangi dirinya. Tangannya tak kuasa untuk mengelus lagi kepala dua ular itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Clouds [Tamat]
FantasiaClaire yang awalnya hidup tenang harus terusik karena kecerobohan sabahatnya. Abigail yang termakan rasa iri dan ingin memiliki Jayden, nekat mencuri ramuan sihir di rumah Claire. Bencana itu terjadi karena Abigail tidak mengikuti instruksi pengguna...