Bab 3 - Angkasa?

17.3K 1.3K 39
                                    

Andira melongo saja begitu mobil Angga memasuki halaman rumahnya. Rumah ini begitu besar, mewah dan luar biasa. Jalan setapak membagi halaman itu menjadi dua. Ada sebuah air mancur di sebelah kiri dan taman bermain sederhana plus gazebo di sebelah kanan.

Tanpa Andira Sadari, Angga sudah membukakan pintu mobil untuknya. Andira pun turun dari mobil dengan wajah menganga bodoh. Angga hanya tersenyum kecil melihat reaksi Andira ketika mobilnya memasuki halaman rumah.

Wajah Andira sirat akan kekaguman dan keterkejutan. Harus ia akui, rumahnya memang cukup mewah. Hasil dari sebagian kerja kerasnya dan tentu saja bantuan dari orangtuanya. Angga menuntun Andira yang masih sedikit susah berjalan karena lecet di kakinya. Andira menurut saja dan matanya menjelajahi rumah Angga.

Tingkah Andira yang tak dibuat-buat membuat Angga cukup gemas. Dulu ketika mantan istrinya datang ke rumah ini, ekspresinya adalah ekspresi menghina karena rumah mantan istrinya itu jauh lebih besar dari rumah ini.

"Selamat datang di rumah sederhanaku, Andira." Kata Angga sambil membuka pintu.

Kedatangan mereka disambut dengan suara tangis bayi yang menggemparkan telinga. Seorang wanita paruh baya terlihat sedang menenangkan seorang bayi laki-laki yang terus menangis.

"Oh, Angkasa!" Angga menjatuhkan tas kerjanya begitu saja dan mengambil Angkasa dalam gendongannya. Angga terlihat begitu amatir dalam menggendong bayi.

Andira berinisiatif mengambil tas kerja Angga kemudian menaruhnya di sofa terdekat. Sang wanita paruh baya melihat ke arah Andira dengan pandangan bertanya. Andira hanya bisa tersenyum.

"Bi Sumi, ini Andira, dia Baby Sitter buat Angkasa." Kata Angga memecah kecanggungan kami, sedangkan Angkasa masih terus menangis.

"Oalah, selamat datang, Non. Angkasa anaknya manja, Non. Harus rajin-rajin digendong." Kata Bi Sum sambil tersenyum.

"Iya, Bi." Kataku membalas senyumannya.

Anggapun mempersilahkan Bi Sum ke belakang dan kini Andira mulai memberanikan diri mendekati Angga. "Biar kugendong, Mas."

"Kamu bisa?" tanya Angga ragu, biar bagaimanapun kondisi Andira masih cukup lemah mengingat ia baru mengalami kecelakaan.

Andira mengangguk, sebetulnya ia bisa berjalan dengan normal, lecet di lututnya sama sekali tidak menghalangi jalannya. Anggapun menyerahkan Angkasa pada gendongan Andira. Andira menggendong Angkasa dengan pasti. Ia berjalan-jalan berkeliling ruangan dan mencoba mendapatkan perhatian Angkasa dengan menunjuk berbagai benda di dalam ruangan itu.

"Sst, Angkasa sayang, cup cup cup, liat itu ada apa, itu?"Angga cukup terkesan dengan usaha Andira. Iapun memutuskan untuk mandi terlebih dulu kemudian mengajak Andira dan Angkasa berbelanja. Masih jam 18.00. Tidak terlalu malam untuk berbelanja.

"Saya mandi dulu, Andira." Angga pamit dan menaiki tanggga yang berada di tengah-tengah ruangan.

"Iya, Mas."Angkasa mulai tenang dalam gendongan Andira. Andira mencium puncak kepala Angkasa untuk menenangkannya.

Andira suka bau bayi!

Karena merasa Angkasa cukup tenang, Andira memutuskan untuk duduk di sofa dan memangku Angkasa.

"Hallo, Angkasaaaaa." Kata Andira dengan nada ceria dan melihat ke arah Angkasa.

Angkasa tidak merespon, ia justru cemberut karena mungkin merasa Andira adalah orang asing.

"Aduhhh gemes, aku pengen gigit, gimana dong?" Andira merapatkan giginya, menahan keinginannya untuk menggigit Angkasa dengan pipi gembulnya.

"Namaku Andira, coba bilang Andiraaa." Angkasa mulai terisak kembali, mungkin ia takut. Andira langsung disergap rasa panik, ia berdiri dan menggendong Angkasa dan mengajaknya berkeliling lagi.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang