"Rillo, besok Aelin akan ke Sumut. Mami harap kamu nggak mengganggu rencana dia lagi." Ucap Mami pagi ini saat Rillo sedang menunggu jemputan.
"Iya."
Luci menghela napasnya. Jadi merasa bersalah jika melihat wajah Rillo. Kesannya dia sudah bertingkah seperti ibu tiri yang jahat. "Apa rencana kamu setelah ini?"
Rillo belum mengalihkan pandangan dari iPad nya. "Aku udah ninggalin bisnis aku selama enam bulan mi, banyak yang harus aku kerjain."
"Oh gitu? Kalo gitu kenapa kamu nggak menetap aja di sini?"
"Kalau Mami mau dengar Aelin nangis setiap hari."
Luci mendecak. "Kurang kurangin ya kebiasaan jelek kamu! Lagian buat apa sih kamu gangguin Aelin terus? Yang ada dia makin benci sama kamu."
Rillo menghela napasnya dengan berat. Laki-laki itu menyudahi aktivitas nya merasa jika ia tidak akan bisa konsentrasi jika ada Luci yang terus mengejarnya. Barulah Rillo menatap ibunya lekat lekat. "Kenapa? Karena Mami terus memberi Aelin dukungan buat hal hal yang nggak aku sukai."
"Apa?? Soal Aelin yang pengen pacaran?"
"Iya."
"Itu kan wajar Rillo kamu tau nggak temen temennya Aelin bahkan udah banyak yang nikah dan gendong anak,"
"Aelin masih di bawah umur ---"
"For God sake dia 22 tahun Rillo,"
"Mami ngelihat Aelin darimana sih? Umur dia emang 22 tahun tapi Mami harusnya juga lihat kesiapan mental dia apalagi untuk menikah dan punya anak. Aelin masih terlalu jauh dari dua hal itu."
"Dan kamu? Apa kamu juga melihat kesiapan mental dia saat kamu memasukkannya ke kedokteran??? Aelin udah hampir gila dulu." Luci terus mengamati Rillo karena anak laki-lakinya itu tidak lagi menjawab.
"Kamu tau Mami nggak akan segini protesnya sama kamu kalau kamu mau sepenuhnya bertanggungjawab. Bukannya setengah setengah kayak gini."
Rillo melirik ibunya. "Maksud mami?"
"Nikahin Aelin."
Luci tau mungkin Rillo akan menganggapnya sudah gila namun mereka berdua juga sudah pernah membahasnya, dulu sekali. Waktu Luci pertama kalinya menangkap basah Rillo yang mencium Aelin di kolam renang.
"Mami nggak marah?"
Luci malah tersenyum lebar bahkan tertawa. "Mami bukan orang tua kolot Rillo. Lagian kamu sama Aelin nggak ada hubungan darah."
Yah saat itu Luci seperti sudah memberi sinyal lampu hijau kepada Rillo namun nyatanya ada terlalu banyak hal yang terjadi yang pada akhirnya mengubah segalanya termasuk rencana hidup Rillo.
Mobil jemputan Rillo tiba dan Irgi yang turun dari sana. Saat Irgi melangkah mendekat, Luci sedang menganga lebar. Entah apa yang keduanya sedang bicarakan namun Luci tampak sangat terkejut dan tidak percaya sementara Rillo masih memasang wajah tanpa ekspresinya.
"Kamu yang bener aja ya!!" Seru Luci.
Rillo tidak menghiraukan ekspresi kaget ibunya. Padahal Luci sendiri yang terus terusan menantang Rillo. Sekarang saat Rillo memberikan jawaban atas tantangan Luci, Luci justru ternganga dan malah hampir kena stroke sepertinya. Kalau sudah seperti ini Rillo lagi yang akan disalahkan.
"Aku pergi dulu mi." Pamit Rillo sambil membawa barang barangnya.
Luci tidak bisa banyak berkata-kata karena wanita itu tampaknya benar benar shock. Bahkan saat Irgi berpamitan dengannya Luci belum bisa mengatasi keterkejutannya. Jawaban Rillo sepertinya bagai sambaran petir untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
505
General FictionRillo akhirnya memutuskan untuk mengubah nama belakangnya menjadi 'Domani'. Bukan sembarangan Domani karena yang satu ini adalah pemilik bisnis keluarga yang sudah terkenal di kalangan broker gelap di dunia bawah. Namun tidak seperti pemimpin yang s...