021. realisasi laguna

78 20 10
                                    

Design Kafe Laguna sederhana, tetapi memberi kesan aesthetic. Terletak di wilayah sekitar berpohon rindang membuat kafe itu juga asri. Gie yang karakternya simple memilih mengusung tema industrial yang dipadaukan dengan berbagai jenais tanaman hias yang berada di setiap sudut kafe.

Di depan pintu masuk ada kaca lonjong berukuran besar yang berhadapan dengan tanaman monstera yang rimbun. Spot itu cocok untuk kaula muda berswafoto. Ada lima meja dengan masing-masing empat kursi di dalamnya. Sedangkan di outdoor hanya ada dua meja dengan dua kursi serta tempat duduk untuk ojek online menunggu.

"Spot di lemari di sini kosong banget. Lo gamau isi pajangan atau buku gitu?" Alfian memperhatikan lemari unik berbentuk kotak melingkar yang diletakan di ujung.

"Emang mau gue isi sama majalah sama buku-buku. Tapi gatau buku yang oke gimana. Nah, ini tugas lo lagi," jawab Gie sambil cengegesan.

"Siap bos!" Alfian memberi hormat yang diiringi tawa hangat.

Harusnya yang merayakan adalah Gie. Namun entah mengapa, aku dan Alfian juga sama bahagia dan cemasnya. Mungkin karena kita berdua ikut dalam setiap prosesnya. Rencana Gie yang dilontarkan mendadak beberapa bulan lalu akhirnya bisa terealisasikan. Aku cukup bangga mendapat pengalaman baru yang tidak semua orang punya kesempatan itu.

Semua sudah hampir rampung, progresnya sudah 95% jadi tinggal fisihing saja. Pertemuan hari ini membicarakan acara soft opening yang rencananya akan dilakukan pada minggu depan. Gie mau acaranya sederhana saja, gak pake yang mewah-mewah. Hanya mengundang teman-teman dekat dan berharap mendapat feedback agar bisa di evaluasi kembali.

"Gue percaya gada yang lebih meyakinkan dari review mulut ke mulut." Alfian yakin seratus persen jika strategi ini akan sukses sebab mengingat Gie adalah cowok populer di kampus, bahkan mungkin lebih luas lagi. "Terus lo buat video kek minta do'anya ke orang-orang. Nanti gue upload di ig Laguna. Cegil-cegil lo pasti merapat dah!"

"Emang gue jualan tampang apa!" Gie emang paling susah disuruh foto atau promosi sendiri. Padahal jelas ini adalah bisnisnya.

"Gue gak bilang gitu. Gue bilang ini strategi memanfaatkan karunia dari Tuhan. Ini dunia teknologi, Gie. Kalau jualan lo mau laku, yaaa harus berani promosi. Promosi mah pakai cara apa aja. Mau endorse selebgram kek, mau kasih diskon setengah harga kek, atau bikin kafenya viral. Contohnya lo bikin video, manfaatin senyum manis lo yang pelit itu. Gue berani taruhan, video itu bakalan viral dan diomongin satu kampus. Terus orang-orang pada penasaran dan datang deh ke sini."

Alfian mengatakan dengan semangat menggebu-gebu, sementara Gie berusaha mati-matian tidak menginterupsi. Karena ide Alfian tidaklah salah.

"Ya, ya, ya nanti abis soft opening kelar sekalian interview temen-temen yang gue undang ... gue buat deh videonya."

"Nah, gitu dong!"

**

Pagi-pagi sekali bahkan ketika ayam belum berkokok Gie sudah menjemputku ke kosan. Hal yang tidak terduga adalah  Alfian dan Nata sengaja menginap di kafe. Mereka benar-benar profesional meskipun agak canggung. Bahkan kemarin malam lembur bersama untuk mengatur dan menghias ruangan.

Langit masih gelap, mataku juga masih berat untuk terbuka, tetapi aku harus bangun dan bergegas pergi. Aku tak ingin Gie menunggu terlalu lama di bawah sana. Ketika semuanya sudah siap, aku malah makin gugup untuk menyambut hari ini.

Gie hanya mengundang teman-teman dekatnya saja. Teman angkatan kuliah, SMA, dan teman sepermainan. Tadinya acara ini digelar di sore menjelang malam. Namun, Gie mengurungkan niat sebab takut sore hujan deras. Belakangan ini setiap sore Bandung selalu diguyur hujan lebat disertai angin.

Eternal Sunshine (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang