ーーーーーーーーーーーーーーーーー
"𝗛𝗼𝗺𝗲."⊹ฺ
・・・
Petir menyambar, rintiknya semakin deras, semakin gencar membuat seluruh raga kosong itu basah.
Namun, tak ada niat sedikit pun dalam dirinya untuk beranjak.
Dia masih sibuk meratap. Masih sibuk menyesali apa yang telah terjadi. Masih sibuk untuk mencoba menerima dan berdamai pada hal yang seharusnya bisa dia cegah.
Seharusnya.
Tapi, nyatanya, dia tidak bisa.
"Hari ini hari kasih sayang lho, aku beliin kamu banyak banget bunga mawar karena aku tau kamu suka banget sama mawar. Sebagian aku taruh di kamar kita," ucapnya dengan nada senang.
Tangan itu mengeratkan genggamannya pada tangkai mawar berduri yang ia pegang.
Persetan dengan darah yang mulai jatuh ke tanah basah. Sakit itu bahkan tidak dapat menyaingi sakit yang ia rasakan sekarang.
"Susah banget nyari cokelat yang kamu mau, Sayang. Tapi jangan khawatir, aku dapat kok!"
Pria itu mulai mengambil dedaunan kering yang terlihat mengotori tempat kesayangannya.
"Kamu benar, Sayang. Ibu-ibu itu adalah spesies terkuat di muka bumi ini! Masa tadi pas cokelat aku dirampas semua, terus dia bilang itu cokelat dia, ih kurang ajar!"
Satoru terus menerus berceloteh tentang harinya. Bahkan, pria itu sudah dalam posisi duduk tenang di samping makam isteri tercinta.
"Rumah kita jadi sepi banget, Sayang. Kamu kenapa sih ga mau pulang? Taman bunga kamu besar banget, aku kadang capek," bibir pria itu mengerucut.
"Aku heran, padahal mereka selalu aku siram, selalu aku pastiin dapat sinar matahari yang cukup, aku selalu kasih mereka pupuk, aku jaga mereka. Tapi, kenapa mereka tetap layu?"
Satoru menunduk. Mengusap nisan sang istri perlahan. Tangisnya kembali turun, dadanya kembali sesak, tubuhnya kembali bergetar.
Perasaan tak ikhlas kembali menyusup ke dalam relung hatinya. Tidak, Satoru tidak akan pernah ikhlas.
"Sayang, ayo pulang..."
Isak tangis itu terdengar mengiris. Orang terkuat itu menangis tanpa peduli tentang hujan yang terus mengguyur tubuhnya yang mulai mengurus.
Fakta menyakitkan yang harus Satoru telan mentah-mentah adalah ketika sadar bahwa dia tidak akan pernah bisa membawa istrinya pulang ke Rumah mereka seperti sedia kala.
"Aku janji cinta aku akan selalu tercurah untuk kamu. Jadi, ayo pulang, [Name]."
Tidak bisa, Satoru.
Dia sudah pergi terlalu jauh.
Terlalu jauh, sampai tangan itu tak akan bisa menggenggam rasa sakit lagi.
"Aku bersumpah, kalau saat itu aku lah yang mengajakmu pulang, bukan kamu yang mengajakku pulang."
"Jadi, ayo pulang, Sayangku."
☆゚
"TIDAK, JANGAN BAWA DIA, JANGAN!!"
Mereka seolah tidak peduli kepada orang yang sudah bersimpuh meminta agar miliknya tidak dibawa jauh dari dekapan.
Dia tidak punya tenaga bahkan untuk melawan.
Jiwanya hancur.
Segalanya hancur.
Pria terkuat, katanya?
Yakinkah dirimu? Bahkan, dia saja tidak bisa membawa yang terkasih pulang dalam rengkuhannya.
Dia saja tidak bisa menjaga apa yang menjadi miliknya.
Dia selalu kehilangan karena itulah karmanya.
"Tolong, kembalikan dia..."
Tangisnya tak dipedulikan, pintanya tak didengarkan, atensinya tak dilihat.
Dia hanyalah manusia kasat mata dimata mereka yang membenci kenyataan bahwa dia lah pelaku utama dalam adegan berdarah ini.
"Kembalikan istriku, tolong..."
"Kembalikan..."
"Dia milikku..."
"Dia Istriku..."
"Dia duniaku..."
"Dia rumahku."
☆ ☆ ☆ ☆
"Satoru, ayo pulang.""Iya, ayo kita pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐇𝐎𝐌𝐄 ; g.satoru
FanficBagaimana denganku yang mengharapkan Rumah untukku pulang. Sementara, tidak ada kamu di dalamnya?