"Wah, lu gila... bisa banget dapet gadis cantik!" Lelaki yang mendengarkan tersenyum simpul, "Hoki bro, gua lihat ini cewek pulang sendirian. Ambil aja lah sebelum hilang kesempatan nyobain cewek cantik."
Mulut perempuan itu tersumpal dengan kain dan air mata yang sedari sudah keluar tidak terlihat oleh dua bajingan di depan nya dikarenakan di ikat. Perempuan itu mengerang, memohon supaya dilepaskan.
"Tolong!!"
Natasha terbangun, kejadian tahun lalu datang menghantui kembali melalui mimpi. Nafas Natasha tidak beraturan ia langsung mengambil pil obat dan meminum nya.
Natasha mencoba untuk tidur kembali namun tubuh tidak mengikuti keinginan Natasha, Natasha menelungkupkan diri dan memeluk kaki menunggu matahari terbit.
***
"Nat, mama sudah bilang pada bibi untuk siapkan makan siang dan malam, jangan lupa dimakan. Papa dan mama pulang telat, jaga Devan ya sayang." Ibu Natasha mengecup kepala Natasha.
"Kenapa Nat yang harus jaga!? Dia bukan anak Nat! Titip kan dia ke penjaga anak saja atau bawa anak itu dengan bibi, ma... Natasha benci lihat muka anak itu!"
"Hei, hei, kita udah bicarakan ini sebelumnya. Mama dan papa tidak ingin Devan sejak kecil dititipkan. Mungkin dengan Devan dekat Nat bisa menghilangkan rasa benci itu, sayang. Devan anak kamu... kamu pasti bisa menjalankan nya," bujuk ibu Natasha sambil memeluk.
"Ma, kita harus berangkat sekarang. Nanti kita terlambat," sahut papa berdiri di pintu kamar Natasha. "Mama berangkat dulu sayang."
Natasha menatap Devan tertidur pulas, selama mengandung Devan ia sering berfikir untuk menggugurkan kandungan. Sudah satu tahun Devan dilahirkan, Natasha tidak mengetahui siapa ayah kandung ini. Natasha hanya mengetahui dirinya telah diperkosa oleh dua bajingan dan setelah dua bajingan memerkosa dirinya mereka meninggalkan Natasha di sebuah gubuk dengan tidak memakai sehelai baju. Orang tua Natasha sudah melaporkan ke pihak berwajib tetapi sampai sekarang harapan untuk menemukan pelaku masih kecil.
Keluarga telah berdiskusi, Natasha akan putus sekolah selama dua tahun dan akan melanjutkan kembali di sekolah yang baru-mereka juga memutuskan untuk pindah rumah. Di masyarakat baru Devan dikenalkan sebagai adik Natasha.
"Bu, bu... " Devan membuka mata mencari keberadaan bunda-Natasha yang melirik hanya berdiam diri.
Ucapan yang pertama kali Devan katakan adalah 'nda' tetapi ucapan itu mengarah ke Natasha. Orang tua mengerti mau berusaha agar Devan memanggil Natasha dengan panggilan 'kakak' tidak bisa. Karena dalam hati Devan, Natasha adalah bunda nya.
Natasha hanya mengambil susu dari kulkas yang sudah dibuat oleh mama-nya, "Nda.." Natasha risih Devan memanggil dengan sebutan itu, "Diam kamu! Jangan panggil aku dengan sebutan itu!" tanpa sadar menampar pipi Devan.
Devan menangis dengan kencang, "Dasar anak kotor! Bisa nya cuman nangis! Mau kamu apa sih?!"
Bibi rumah yang sedang membersihkan bagian belakang rumah, mendengar tangisan dan teriakan langsung mencari keberadaan suara. Saat melihat Nona menampar Devan-bibi tersebut menarik tubuh Natasha untuk menjauh dari Devan.
"Non, tenang non," ucap bibi menenangkan Natasha, "Kasian Devan, non..." bibi menggendong tubuh Devan dan Natasha keluar kamar.
"Ya tuhan, kuat kan dek Devan dan non Natasha," keluh bibi mengelus rambut Devan. Bibi merasa sedih karena sering melihat kejadian seperti ini.