8

402 48 15
                                    

8

POV CLARITY

Wajah mamanya Causal berubah cemberut ketika melihat mobilku memasuki pekarangan rumah. Dikerutkannya sepasang alis yang mulai tipis dan abu-abu itu, disungutkannya bibir sehingga seolah semua keriput usia pindah dan bercokol di ujung mulutnya.

"Mama sudah tunggu 30 menit. Ke mana saja kamu?" omelnya begitu melihat senyumku.

"Kabar Mama pasti sangat baik. Aku juga baik-baik saja..." jawabku dengan nada riang.

"Kalau seorang istri juga bekerja sampai malam, siapa yang masak untuk Causal? Dia itu dokter... Kerjanya berat."

"Berat mana sama pot bunga yang Clarity pindahkan tiap hari?" candaku. "Causal jarang makan di rumah, Ma... Masak pun percuma... Nggak akan kemakan. Kalau dihangatkan untuk besok pagi, nanti Causal ngomel soal 4 sehat 5 sempurna. Kalau dibuang, Causal akan ngomel soal anak-anak kurang gizi."

"Jawabanmu ada saja... Apalagi kalau ditanya soal anak."

Aku membukakan pintu untuk mertuaku. Kubantu dia membawa kopernya yang besar sambil berpikir, akan berapa lama dia menginap di rumah kami?

"Kalau soal anak, aku dan Causal sudah punya jawaban baru. Mama mau dengar?"

"Tidak sudi."

Aku tersenyum menatapi langkah mertuaku yang anggun (nyaris angkuh) di lorong rumah. Sesampainya di dapur, ia tarik satu kursi dan duduk dengan posisi serong di sana. Ia mengahadap padaku.

"Sebenarnya kamu ini mandul atau sedang sekarat?"

Aku masih tersenyum. "Dari awal Mama kan sudah tahu... Aku ini bidadari. Bidadari tidak boleh memiliki anak dari keturunan manusia murni."

Mertuaku memukul meja. Ia geram karena aku selalu bisa menjawabnya dengan lelucon. Kadang aku berpikir, apa sebaiknya aku menangis saja sambil berlutut agar ia kasihan dan berhenti.

Sayangnya, aku 100 persen yakin, kalau aku melakukannya, ia bukannya akan kasihan. Ia akan semakin ganas.

"Kamu tidak takut kalau Mama memukulmu? Mumpung Causal tidak di rumah."

Aku mendekat dan duduk di depan mertuaku.

"Kalau Mama memukulku, apa aku bisa tiba-tiba hamil anak kembar?"

Entah karena sudah menyerah atau sedang menahan diri agar tidak struk, mamanya Causal langsung memijat pelipis.

"Mana suamimu? Kenapa dia tega membiarkan kita berdua saja di sini?"

"Sebentar lagi Causal datang. Sedang musim demam berdarah sekarang. Pasiennya sedang menumpuk."

Mamanya Causal mengangguk. "Toko bunga Unmei bagaimana? Lancar?"

"Lancar, Ma..."

"Mama ini masih tidak habis pikir... Kenapa kamu kuliah tinggi hanya untuk merawat toko bunga kecil begitu? Apa bisa berputar uang di sana?" tanya Mama serius.

"Kadang agak kewalahan, Ma..."

"Nah, itu kamu mengerti... Kenapa tidak cari usaha lain saja... Properti misalnya... Atau buat dealer mobil, begitu..."

"Ya... Nanti uangnya Causal siapa yang habiskan kalau aku punya uang sendiri, Ma?"

Mertuaku memejamkan mata dan menggeleng.

"Kamu benar-benar... Kalau sikapmu seperti ini, Causal bisa saja bosan dan cari perempuan di luar... Yang lebih kalem, yang tidak suka menjawab sepertimu."

"Causal sudah pernah bilang begitu..." potongku.

Mertuaku menaikkan alisnya karena tertarik. "Terus? Apa jawabmu?"

SECONDHAND LOVE (FREENBECKY) GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang