19. Aku Menyukaimu

2 1 0
                                    

Orang-orang berlalu-lalang menuju mesin tapping sebagai penanda bahwa mereka bersedia bekerja. Aku memerhatikan satu persatu raut wajah mereka. Ada yang masih berkumpul membicarakan hal-hal bahagia dengan tangan yang masing-masing memegang cup coffee, ada yang tergesa-gesa berlarian menuju lift, ada yang berusaha terlihat sempurna di hadapanku, membungkuk sebagai tanda menghormati keberadaanku, dan, ada orang yang tampak asing di kantorku sedang berdiri di depan pintu masuk tepat di samping para tim keamanan sedang berjaga. Dia seorang pria berkemeja putih yang diapit celana, lengkap bersama dasi hitam dan jas hitamnya. Rambut cepak prajurit beserta postur tubuh yang gagah membuatnya terlihat sama seperti sekuriti. Sampai-sampai aku tidak bisa membedakan mereka.

"Selamat pagi, Bu direktur." Ucap mereka ramah.

Saat sekuriti menyambut kedatanganku yang tidak biasanya, saat itulah aku menjulurkan tangan meminta Kesayangan-ku yang ada padanya.

"Selamat pagi, Bu direktur."

"Ya."

Ternyata dia juga sedang menungguku. Aku melihat kondisi Walkman secara teliti, dahi pun mulai mengerut karena merasa aneh tampilannya sedikit berubah dari keadaan semula.

Dia pun menyadari kalau aku merasa janggal. "Karena ada beberapa bagian yang patah dan hancur, jadi saya berinisiatif menggantinya dengan Walkman yang saya punya. Awalnya saya ingin menghubungi Ibu, tapi... Saya tidak tahu harus bagaimana." Jelasnya, sesekali menggaruk kepala belakang.

"Tetapi Ibu tenang saja, bagian dalamnya sudah saya perbaiki seluruhnya. Sehingga, suaranya menjadi lebih jernih." Pungkasnya menambahkan.

Aku masih meratapi Walkman warna hitam pekat itu. Padahal, semua kenangan bukan hanya tertera pada pita yang selalu berputar di sana. Tapi juga tampilannya. Tidak masuk akal menurutku.

Aku membuang napas perlahan. Yah, bagaimanapun juga ini berasal dari kesalahanku sendiri.

Aku meninggikan alis, "Berapa lama kau memperbaikinya?"

"Y-Ya, Bu?"

"Oh... Itu-"

"Jujur saja, lagipula aku tidak akan terkejut."

"Selama lima jam, Bu."

Aku menyeringai. Ternyata aku sejahat itu, ya?

"Entah karena kau memang pandai mengambil kesempatan, tapi sepertinya... Aku kelihatan sekali berperan sebagai orang jahat. Tidak memperdulikan orang asing untuk tidur sebentar."

Tatapannya, menjelaskan betapa ia melakukannya dengan senang hati. "T-Tidak... Saya melakukannya sepenuh hati."

Itu membuatnya semakin menarik di mataku. Aku kembali tersenyum melihat raut wajahnya yang mencerminkan ketakutan.

"Kau sangat menarik!"

"Melakukannya sepenuh hati?"

"Kenapa?"

Dia mematung tak berkutik sama sekali saat aku meminta apa alasan dibalik melakukannya sepenuh hati. Tapi aku tak bisa menunggu waktu lama ketika ia berusaha mencari jawaban yang tepat, jadi kuanggap itu adalah pertanyaan jebakan yang membuat pagiku diawali oleh hiburan.

"Bercanda. Jangan terlalu dianggap serius."

"Ah... I-Iya, Bu."

Aku memandangnya sekali lagi. Dia menunduk, kedua tangan kanan dan kiri bersiap di masing-masing sisi.

"Kau tidak berubah. Kau selalu memperjuangkan apa yang sebenarnya sedang menyakitimu secara perlahan. Sejujurnya, orang-orang di sini pun tidak ada yang seperti itu. Dan aku melarang mereka."

From Walkman To SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang