XXII. Menjadi Menyedihkan

5.4K 388 49
                                    


Ronald menyalakan korek api untuk menyalakan rokok yang kini telah dipegangnya. Ia sedang berada di gazebo belakang rumahnya, sebelumnya ronald tak pernah merokok di sekitar rumahnya. Tak pernah sekalipun, namun untuk kali ini pikirannya sedang kacau. Ia butuh merokok untuk membuat pikirannya lebih santai. 

Ia menyesap rokoknya dalam, dan menghembuskan asapnya itu ke udara. Tatapan matanya menatap lurus ke arah kolam ikan yang terdapat banyak ikan koi disana. Ikan-ikan itu terlihat berebut makanan yang sebelumnya ronald lemparkan beberapa pakan ikan ke dalam kolam.

Setelah obrolan mengenai persetujuan ronald akan perjodohannya dengan salsa, pikiran pria itu mendadak penuh sekarang, banyak hal yang ternyata mengganggu pikirannya.

"Ron" ronald menoleh saat sebuah suara yang begitu familiar di telinganya kini memanggil namanya. Salsa, gadis itu berjalan menghampiri ronald dan mendudukan dirinya disamping ronald, ronald buru-buru mematikan rokoknya.

"Gak apa-apa lanjutin aja, gak usah dimatiin" ucap salsa

Namun ronald tetap mematikan rokoknya tersebut hingga rokok yang masih panjang itu benar-benar mati "gue bisa lanjut nanti" ucapnya datar.

Untuk beberapa saat, hening menguasai sekitar gazebo, yang terdengar hanya suara gemericik air yang berasal dari kolam ikan di depan ronald dan salsa. Hingga suara salsa memecahkan keheningan diantara mereka berdua.

"Kalo lo keberatan sama perjodohan ini, lo tolak aja"ujar salsa dengan pandangannya yang masih menatap ke arah kolam ikan.

"Kalau gue mau jadi anak durhaka, gue bakal tolak perjodohan ini, tapi gue gak mau dikutuk jadi batu" balas ronald yang masih memasang muka datarnya, sama sekali tidak cocok dengan perkataannya yang terkesan seperti sedang bercanda.

"Gue tau lo gak setuju dengan perjodohan ini, gue juga tau lo sebenarnya keberatan untuk nikah dengan gue, jadi lo gak perlu maksain diri buat nikahin gue, dan gue juga gak pernah kepikiran untuk nikah secepat ini" balas lagi salsa.

Ronald menolehkan kepalanya ke arah salsa "dan lo gak akan ngewujudin amanah bokap lo untuk nikah dengan gue ?" 

Salsa terdiam, tentu ia ingin selalu mewujudkan semua keinginan ayahnya, termasuk menikah dengan ronald. Tapi kalau ronald sendiri keberatan untuk itu, ia juga tak bisa memaksa.

"Gini sal, gue mau berbakti ke orang tua gue, gue bakal lakuin apapun yang orang tua gue mau, sekalipun bertentangan dengan keinginan gue. Seminggu gue menghilang untuk merenungi semuanya, dan gue nyesel sempet ngelawan bokap gue, harusnya gue gak ngelakuin itu, mereka udah ngasih gue kehidupan, udah seharusnya seluruh hidup gue, gue serahkan untuk mereka, untuk semua kehendak mereka. Jadi sekarang semua yang gue lakuin hanya untuk mereka" ronald memberikan jeda pada ucapannya

"Dan lo juga bisa berbakti dan ngewujudin apa yang bokap lo mau, posisi kita disini sama sal, sama-sama ngelakuin yang orang tua kita mau, kalau emang ini salah satu jalan untuk kita berbakti ke mereka. Kenapa kita gak lakuin ?"

Salsa masih terdiam, di dalam hatinya ia membenarkan semua ucapan ronald. Hidupnya kali ini hanya untuk bisa membuat ayahnya senang di atas sana.

"iya gue juga mau ngelakuin apapun untuk bokap gue, tapi ini juga menyangkut hidup seseorang di dalamnya, hidup lo. hidup lo masih panjang, dan lo akan menghabiskan hari-hari lo dengan jadi suami gue, apa lo bisa nerima itu semua ? pernikahan gak segampang yang lo pikirin ron"

Ronald kembali menatap ikan-ikan yang sudah tampak tenang, mereka sudah tak berebut makanan di dalam kolam sana. Ronald menyandarkan tubuhnya pada tiang kayu gazebo dan melipat kedua tangannya di depan dada "Tugas gue di pernikahan ini untuk jagain lo, nemenin lo, tentu bertanggung jawab atas seluruh hidup lo, itu kan ? lo gak perlu mikirin hidup gue, hidup gue hanya untuk melaksanakan apapun pilihan dan maunya kedua orang tua gue, apapun itu" 

The Healer - [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang