Aku melihat pemandangan diluar kereta yang tidak jelas karena kecepatan kereta yang tinggi. Walapun VIP seatku terasa sangat nyaman, hati kecilku merasa gelisah melihat pria berambut coklat yang duduk hadapanku, hanya sebuah meja yang membuat kami terpisah.
Aku memang terdengar terlalu percaya diri, tapi aku tahu dia suka padaku dan aku sudah memberikan sinyal kalau aku juga menyukainya. Masalahnya setelah lebih dari empat bulan masa pendekatan, dia belum mintaku menjadi tambatan hatinya.
Mungkin dia hanya mempermainkanku? Yang benar saja!
Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba tanganku refleks menutup hidungku karena bersin yang menyerangku. Aku menyeka hidung merahku dengan tisu.
Nampaknya Louis terbangun dari tidurnya karena aku bersin tadi. Aku jadi merasa bersalah, sekarang sudah jam setengah dua belas malam dan aku menghancurkan tidur Louis. Padahal dia sudah baik sekali mau mengantarku pulang mendahului teman kami dari tempat ski di pegunungan karena aku tidak enak badan.
"Maaf aku membangunkanmu," ucapku dengan suara parau.
Louis bangun dari tempat duduknya dan pindah ke sampingku, "Maaf tadi aku tertidur," dia membentangkan tangannya untuk memeluk pundakku dan membuatku bersandar pada tubuhnya.
"Tidak apa-apa. Bukan salahmu aku tidak bisa tertidur, I swear this stupid flu is killing me slowly," gerutuku kesal.
Aku merasakan tubuh Louis bergetar bersamaan dengan suara tawanya yang khas, "Baiklah, aku akan menemanimu sampai kau tertidur."
"Kau tak perlu melakukannya, Lou," aku memundurkan tubuhku dan melihat wajahnya yang tampan.
"I have some knock knock jokes," dia menyunggingkan senyuman jahilnya.
"Oh no, pasti kau tertular Harry," aku mengerang bosan, "His jokes aren't even funny!"
"Aku jamin yang ini akan membuatmu terpana," bujuk Louis menahan tawa.
Aku melipat kedua lenganku di depan dada, "Baiklah."
"Knock, knock!"
"Who's there?" tanyaku dengan nada datar.
"I love," senyuman Louis makin melebar.
"I love who?"
"No, it's I love you."
Aku terdiam. Sedangkan Louis menatapku sambil tersenyum tulus.
Aku bersumpah sebelumnya aku hanya pernah melihat senyuman nakal dan iseng yang terplester di wajahnya.
Tapi sekarang...
Louis menangkup wajahku, "Apa kau mencintaiku, Luna?" dia menatapku dengan sangat dalam melalui mata biru pekatnya, bahkan aku merasa kalau tatapannya menembus jiwaku.
"Yes," jawabku seolah terhipnotis oleh tatapannya itu.
Louis mendekatkan wajahnya ke wajahku, aku tidak tahu berapa jarak pastinya tetapi aku yakin kalau jarak itu sudah sangat sangat dekat.
Tentu saja aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Aku baru saja ingin menyusul Louis untuk menutup mataku, sayangnya aku merasakan hidungku menjadi kelewat gatal. Secara spontan, aku mendorong wajah Louis menjauh dariku sebelum aku bersin untuk yang kesekian kalinya.
"I'm sorry," aku tersenyum bersalah seraya mengangkat kedua pundakku.
---
Aku tersenyum mengingat kenangan itu. Pada malam itu, 25 Januari 2010, di saat salju berjatuhan melintasi jendela kereta, Louis akhinya memintaku menjadi kekasihnya.
Tentu saja aku tidak menolaknya.
Sampai sekarang di memoriku, aku selalu teringat dengan matanya. Warna biru pada irisnya mengalahkan lima samudra yang mengarungi bumi.
_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_
A/N
Hmm.. Sepi yah lol but that's okay
Oh iya, dedikasi nyusul ya mager on PC haha
Thank you for reading! :) x
Love, Karen xo
KAMU SEDANG MEMBACA
Flashback // l. tomlinson [A.U]
Hayran Kurgu"I miss you like crazy." Hanya kisah seorang Luna O'Connor yang masih terjebak pada kenangan masa lalunya bersama Louis Tomlinson. Rated PG-13 (CHAPTER 3 IS PRIVATE) Creative Commons (CC) June 2015 by plot-twister