4 · Our Memories

310 47 7
                                    

Kakiku berjalan menelusuri tumpukan butiran pasir yang basah. Semakin lama, mata kakiku sudah tertutup oleh air asin yang jernih. Mataku menyipit saat aku melihat sinar matahari senja mulai turun.

"It's awesome, right?"

Aku berbalik dan melihat Louis menghampiriku. Di bibirnya terukir sebuah senyuman hangat. Rambutnya coklatnya bergerak asal karrna tertiup angin yang berhembus.

Aww his hair is so fluffy.

Aku berlari ke arahnya dan lompat sehingga Louis menangkapku dengan tepat. Kedua kakiku mengapit pinggangnya dan Louis menopang tubuhku seolah aku hanyalah selembar kertas.

Aku tertawa sambil mengacak rambutnya, "Lou, rambutmu sangat menggemaskan!" seruku.

Gelak tawa Louis terdengar, "Kau beruntung aku tidak seperti Zayn yang akan mengamuk kalau rambutnya berantakan."

"Stop talking about him," tanganku melingkar pada leher Louis.

"Love, he--"

"He left us and I don't like it," potongku dengan ketus.

"Luna, dia ingin mencoba karirnya di luar Inggris. Biarkan dia melakukan apa yang dia mau. Bestfriend supports each other, right?" hiburnya.

Aku sangat salut saat Louis mengatakannya, karena aku cukup yakin dia sangat terpukul saat Zayn pindah meninggalkan kami.

Zayn is just like his own brother.

"I'm sorry," lirihku sambil tersenyum sedih.

Louis menampilkan senyuman sedih, "Pasti kita akan bertemu lagi dengannya, it's not like he moved into another planet."

Aku tertawa kecil.

"Berhubung mataharinya sudah tenggelam setengah, why don't we take a picture?" ajak Louis sambil menurunkanku.

"Ide bagus."

Louis membenarkan rambutnya, "Can I get a kiss first?" dia menyeringai usil.

Aku memutar bola mata coklatku, "Sure."

Bibirku menempel pada bibirnya sekilas dan aku langsung lari ke pesisir pantai.

"You call it a kiss?!" seru Louis dari belakangku.

Aku mengabaikannya sambil tertawa.

Aku menghampiri tempatku dan teman-temanku, "Liam, bisa kau foto aku bersama Louis di sana?" tanganku melayang menunjuk Louis yang membelakangiku sambil tertunduk.

Apa yang dia lakukan?

Liam menyambar kamera Harry dan berdiri dengan semangat, "Of course!"

"Not my camera, please," ujar Harry.

Liam menatap Harry dengan penuh arti, sepertinya mereka saling bertukar kode yang tidak aku mengerti.

Mata Harry membulat, "Oh God! Yes!" pekiknya senang.

"Guys?" tanyaku bingung.

"Lebih baik kau cepat sana menemui Louis," saran Niall yang sedang merenggangkan tubuhnya.

"Ada apa sih?" tanya Brenda yang sama bingungnya denganku.

"Nothing," jawab Liam, Harry, dan Niall serempak.

Well, that's weird.

Mereka semua mengantarku menemui Louis dan Liam sudah siap untuk memotretku.

Aku melihat Louis memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung celananya sambil tersenyum ke arah kamera.

Jemariku membentuk tanda 'peace' dan senyumku merekah lebar.

"One..," Liam mulai menghitung.

"Two..."

Di ujung pandanganku, aku melihat Louis turun ke bawah dan aku mendengar Brenda menarik napas kaget.

Aku melihat Louis berlutut pada satu dengkulnya dan menatapku seraya menunjukkan sebuah kotak berisi cincin.

Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku.

"Three!"

Liam selesai mengambil foto kami dengan latar belakang matahari tenggelam.

"Will you marry me, Luna O'Connor?" tanya Louis tersenyum lebar.

"Yes!" aku melompat karena terlampau senang.

Louis mengambil tanganku dan menyelipkan cincin berwarna putih itu di jari manisku.

"It's beautiful," ucapku dengan mata berair.

"Not as beautiful as you, love," ujarnya sebelum mempertemukan bibir kami dalam sebuah ciuman manis yang tak terlupakan.

---

Sampai sekarang di memoriku, aku selalu teringat dengan kenangan manis itu. Begitu manis layaknya segenggam gula saat dulu aku mengalaminya, tapi juga begitu pahit layaknya biji kopi saat aku mengenangnya sekarang.

_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_

A/N

Happy reading! Ga tau mau ngomong apa lagi haha

Oh iya thank youuu x

Love, Karen xo

Flashback // l. tomlinson [A.U]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang