Beautiful

4 2 0
                                    

Gedung Sky 100 Hong Kong Observation Deck adalah gedung tertinggi di Hong Kong yang dapat dilihat hampir dari segala penjuru. Namun, tempat terdekat untuk melihatnya adalah dari Tamar Park, Star Ferry Pier, atau berjalan melalui City Hall Connaught Road Central menuju ke Central Market atau ke stasiun MTR yang berada tak jauh di sampingnya.

Gedung tertinggi itu adalah landmark terkenal juga digunakan sebagai salah satu tempat yang kerap dikunjungi wisatawan untuk tempat melihat kota Hong Kong dari puncak lantai 100 gedung tersebut. Sayangnya, memang gedung Sky 100 tidak menjadi salah satu tujuan field trip di Hong Kong yang tiket masuknya sendiri seharga HKD 150 atau hampir Rp. 300.000 per orang.

Rombongan para murid dan guru meninggalkan Tamar Park beserta pemandangan gedung Sky 100 yang berkelap-kelip oleh cahaya lampu yang berwarna-warni serta kemegahan dan romantisismenya.

"Ngapain aja di Tamar Pak tadi, Rach?" tanya Mr. Milo yang baru saja disenggol Rachel. Kini mereka bersama beberapa murid yang lain sedang berdiri di dalam kereta MTR.

"Ih, kok tanya-tanya? Kangen ya? Mentang-mentang seharian nggak sama aku, malah menghabiskan banyak waktu sama Talulah," jawab Rachel ketus, tetapi penuh canda.

Mr. Milo mendengus, kemudian tertawa. Entah bagaimana menghadapi murid perempuannya yang satu ini. ceplas-ceplos, penuh goda, tetapi sama sekali tidak mengganggu.

"Siapa yang kangen? 'Kan seharian sama Talulah. Sama murid-murid cewek yang lain juga," balas Mr. Milo mencoba melayani ejekan dan godaan Rachel.

"Bapak sombong ih, mentang-mentang good looking dan banyak yang suka."

"Kamu sendiri yang ngejek saya duluan tadi. 'Kan saya hanya merespon. Lagian, siapa yang good looking, sih?" balas Mr. Milo.

"Eh, Pak. Jujur dong, who do you think is more beautiful? Aku, Talulah, SIilvia, atau Rita?" tanya Rachel. Wajahnya yang putih pucat tetapi bersinar itu semakin terlihat menyala sehabis memberikan pertanyaan itu.

Mr. Milo kembali menggeleng-geleng tak percaya. "Kenapa perbandingannya kamu, Talulah, Silvia dan Rita?"

"Ya 'kan karena Talulah yang paling deket dengan Bapak. Di Tamar Park tadi juga seharian berduaan. Silvia? I don't know. Maybe because she's the famous girl in the school and everybody thinks, including me, that she's beautiful. Kalau Rita, hmm ... mungkin karena aku sempat lihat Bapak sama Rita di mall. Kalau aku, ya karena kita jodoh. Bapak juga sering kangen sama aku. Jadi, ya aku pengen tahu sebenarnya, siapa sih yang paling menarik diantara kami?" ujar Rachel. Ia terlihat santai menanyakan hal ini. Membuat Mr. Milo menjadi gemas atas perilaku Rachel yang random, iseng, tetapi cukup menyenangkan itu.

"Kamu yang paling cantik," jawab Mr. Milo pendek. Ia terkikik sendiri.

"Ih, serius, Pak," seru Rachel. Kini malah ia yang mendadak bersungguh-sungguh. Mungkin tak menyangka Mr. Milo akan menjawab seperti itu.

"Kamu ini suka bener ngerjain saya. Buat apa tanya-tanya hal gituan?"

"Ah, Bapak payah ih. Nggak seru. Tinggal jawab aja. 'Kan nggak salah punya pendapat."

"Iya, nggak ada salahnya. Cuma pertanyaan kamu aneh, bertujuan untuk mengerjai saya. Kalau ternyata saya bilang yang cantik itu Silvia, bagaimana?"

"Ya nggak apa-apa. Aku pengin tahu pendapat Bapak pokoknya. Berarti emangnya beneran Silvia yang paling cantik 'kan, Pak?" desak Rachel.

Mr. Milo kembali tertawa geli. Kemudian ia berdehem, memandang Rachel lekat-lekat. Ia menunjuk ke arah Rachel.

"Yah, Bapak. Beneran. Serius dong," Rachel merajuk.

"Iya, iya, Rachel. Kamu yang paling cantik diantara mereka semua."

"Masak sih? Alasannya? Vivi cantik banget lho, Pak. Seorang Silvia? Yang populer dan hot gitu?" tanya Rachel masih belum mau menyerah.

Mr. Milo menutup muka dengan salah satu tangannya dengan tak percaya ketika Rachel menggunakan kata 'hot'.

"Ini pendapat lho ya. Kamu mintanya pendapat saya tadi. Setiap orang beda-beda. I don't know about Vivi and Silvia, tapi kamu menurut saya ... hmm ... enak aja diliatnya. Selalu ceria, jadi senyum kamu terlihat lebih manis dibanding yang lain." ujar Mr. Milo. Ia menahan tawa, tetapi tak mampu menutupi senyum lebarnya. "Oiya, Rachel. Saya serius lho ya. 'Kan kamu yang minta saya serius. Jadi, jangan tanya-tanya lagi. Menurut saya, kamu siswi Uni-National yang paling cantik. Mungkin karena kamu tipe saya. Are you happy, now? Udah? Puas?"

Deg!

Rachel tak menyangka semacam ini jawabannya. Tadinya ia berpikir bahwa Mr. Milo akan menjawab bahwa Talulah lah yang tercantik, hanya untuk membalas godaan dan ejekannya. Atau menekankan pada Silvia, karena memang ialah yang paling terkenal. Setelah itu, rencananya, Rachel akan memaksa sembari menggoda Mr. Milo agar mengakui bahwa ialah yang paling cantik. Itu rencana awalnya. Nyatanya, Mr. Milo memandangnya dengan lekat-lekat, menyemburkan pujian-pujian itu tanpa melepas pandangannya.

Sepasang lutut Rachel terasa begitu lemas. Ia tak kuat dengan kata-kata Mr. Milo. Gurunya itu bahkan mengatakan bahwa ia serius. Ia berpegang pada hand strap di MTR dengan kuat agar tubuhnya tak meleleh ke lantai kereta itu.

Melihat Rachel mendadak terdiam dengan wajah yang memerah bagai sebiji tomat matang, Mr. Milo merasa bahwa serangannya memang sungguh berhasil. Namun Rachel tidak menunduk malu, sebaliknya malah wajahnya menegang memandang Mr. Milo lurus-lurus.

Mr. Milo akhirnya tertawa lepas, meski menutup mulutnya agar tak menarik perhatian para murid, guru dan penumpang lainnya.

Mr. Milo berhasil membuat serangan-serangan Rachel tertolak dan mental. Ia senang melihat Rachel tak dapat berbicara. Ia yakin Rachel sedang malu dengan jawaban-jawaban yang tidak disangka-sangkanya. Mr. Milo memang sengaja memandang lurus ke mata Rachel dan jujur mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya. Ya, ia memang jujur, meskipun tujuannya bercanda untuk membalas godaan Rachel. Tidak peduli seberapa menariknya Silvia, Vivian, Talulah, atau Rita, bagi Mr. Milo, bila ia boleh jujur, Rachel Loh adalah yang terbaik.

Rachel menarik luar dalam. Ia tidak terlihat memoles wajahnya dengan beragam dandanan. Setahu Mr. Milo, Rachel memiliki wajah ayu yang polos dan alami. Cara berpakaian pun Rachel cenderung suka-suka, meski masih sangat terlihat feminin. Ia tidak sefashionable Vivian dan Dwi, apalagi Silvia. Bahkan Talulah pun lebih memperhatikan pakaian yang ia kenakan.

Mr. Milo merasa ia mengagumi Rachel.

Tanpa sadar Mr. Milo mulai masuk ke dalam sebuah permainan yang tidak akan ia sangka-sangka akan mengubah kehidupannya secara masif. Padahal mati-matian ia menjaga perilaku dan tingkah laku profesionalismenya sebagai seorang guru. Apakah pesona yang ia miliki ini adalah sebuah kutukan? Mr. Milo belum berpikir ke arah itu. Ia sendiri sungguh tak tahu bahwa ia sudah terjebak juga di dalam pesona Rachel yang lucunya juga sama-sama terpesona oleh dirinya.


Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang