Acara menanam pohon mangrove telah selesai. Kini saatnya Aydan, Mesha, dan Tara menulis nama mereka masing-masing di sebuah papan kayu yang ditancapkan di samping pohon yang mereka tanam.
"Sekarang kalian boleh menulis nama kalian masing-masing di tiga papan kayu ini."
"Sampai kapan papan kayu ini nantinya akan tetap ada, Pak?"
"Sampai kapan pun. Tapi kalau suatu hari nanti di antara kalian ada yang ingin melepasnya, maka kami akan melepaskannya."
Aydan mengangguk mengerti, kemudian mengambil spidol putih berukuran cukup besar yang digunakan untuk menulis nama mereka di atas papan kayu itu.
"Ini Bang," ujar Aydan memberikan spidol pada Tara.
Tara menerimanya dan menulis namanya di sana. "T-A-R-A" Tara mengeja huruf namanya dan selesai.
Mesha tersenyum dan memeluk Tara."Abangku udah pinter. Bisa nulis lagi. Ara sayang Abang Tara...."
Aydan hanya bisa tersenyum melihat betapa sayangnya Mesha yang sangat menyayangi kakaknya itu.
"Sekarang kamu, Sha."
Mesha mulai menuliskan namanya di sana. Aydan melihat sesuatu yang berbeda di papan kayu itu. Mesha tidak menuliskan namanya, tapi sebuah kalimat yang bertuliskan : Dari Aydan, Oleh Aydan, Untuk Aydan.
Aydan mengernyitkan kening kemudin bertanya, "Kok gitu?"
Mesha membalikkan badannya dengan tersenyum, melihat Aydan yang berada di belakang.
"Dari Aydan, manusia dengan segala cara dan usaha membuatku bahagia. Oleh Aydan, manusia penghapus dan pemberhenti luka. Untuk Aydan, manusia yang terlalu sempurna untuk Mesha."
Aydan terdiam, dengan mata yang masih menatap Mesha, tangannya tiba-tiba terjulur dan memegang pipi Mesha, membuat Mesha sedikit terkejut.
"Kenapa, Dan?"
"Maaf, karena aku belum cukup sempurna untuk memilikimu. Maaf, karena usahaku masih belum cukup untuk memperjuangkanmu, maaf karena aku belum bisa membuatmu bahagia." lirih Aydan. Entah mengapa air matanya terjun payung, membuat pipinya basah seketika.
Mesha yang masih bingung, segera menurunkan tangan Aydan dan menghapus air mata di pipinya.
Tara yang hanya diam, dan instruktur tidak tahu apa-apa itu cuma melihat dengan membatin, Anak muda... Anak muda...
"Kenapa kamu menangis? Apa yang aku tuliskan salah?"
"Maaf,"
"Maaf kenapa, Dan?"
"Karena baru sekarang aku mengenalmu."
Mesha diam, menatap Aydan penuh tanda tanya.
"Andai aku mengenalmu dari dulu, aku bisa menjadi seseorang yang membuatmu bahagia hingga tidak ada sedikit pun luka yang mampir dalam hari-harimu."
"Tapi, saat ini, kamu sudah mengenalku."
"Baru mengenal, Sha. Belum mengetahui."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bila Hujan
Fiksi Remaja"Alam raya tidak akan membiarkannya menjadi sebatang bunga yang kuncup di musim panas. Tidak. Selama aku masih berada di sisinya" Aydan Balin Pratama~ "Takdir terlalu bermain-main denganku hingga tidak ada kata bahagia dalam kampus hidupku" Ara Mesh...