42. PENANTIAN PANJANG

1.8K 203 52
                                    

Tidur panjang yang melelahkan,  Mata yang mengerjap pelan menyesuaikan cahaya lampu yang Amat terang. Mulut yang di tutupi dengan alat pembantu oksigen, Pria itu masih saja melirik kanan dan kiri. Menyesuaikan suasana khas yang menyambutnya pertama kali.

Hanya jari jari tangan yang mampu di gerakkan, Tubuh yang Kebas seperti tidak bisa merasakan apa apa. Eliot hanya diam menatap lurus ke depan. Menunggu seseorang untuk datang mengecek keadaannya, Sungguh Sepi, Seolah olah tidak ada yang peduli. 

Siapa yang mencintainya?. Siapa yang merindukannya? Hingga beberapa saat pertanyaan pertanyaan yang ada di benaknya menemukan jawabannya.

Pintu yang di buka pelan, Sehingga terdengar decitan lumayan nyaring, Eliot menoleh. Tubuh tinggi semampai, bola mata berwarna biru  dengan bulu mata lentik. Kulit putih pucat dengan rambut pirang yang panjang terurai. Walaupun sudah berumur, Wanita itu tampak indah dengan paras yang menawan.  Ketika wanita itu Diam, Semuanya seolah olah terpesona akan kecantikannya, Tetapi lihatlah sebentar lagi.

Dengan perlahan, Bunga yang berada di tangannya, ia mendongak menatap lurus ke Arah Ranjang yang sedang di Tempati Oleh Eliot.

Mata mereka bertemu, Walaupun tipis Eliot tersenyum, Wanita itu sedikit kaget, Bunga yang tadinya ia pegang Seketika jatuh, Dan dengan tergesa gesa ia berjalan ke arah Eliot.

"Ma-Ma." Suara yang tidak terdengar, Semuanya tercekat di kerongkongan Eliot yang membuat Pria itu kembali mengatupkan Bibirnya rapat. 

Wanita yang sedang berdiri di hadapannya, Tersenyum dengan mata yang berlinang. Eliot Cukup Terkejut, Ini pertama kalinya ia melihat Wanita itu menangis. Sebelum ini, Tidak sekalipun ia melihatnya. Karena dari dulu Wanita itu terkenal akan ketegasan dan kecerewetannya. Dia kira Tidak ada kata menangis dalam kamus Wanita itu. Ternyata Ia salah, Mau bagaimanapun, Mamanya tetaplah wanita yang penuh kasih sayang

Berhambur kepelukan Wliot yang sedang terbaring lemah, memeluk Tubuh Eliot Erat, dengan Bibir yan g terisak dan air mata yang mengalir deras.. "Maaf, Maafkan Mama."

"Ini kesalahan, mama."  Berulang kali mengatakan Kata maaf yang tidak Eliot ketahui untuk apa kata maaf itu terucap.

Eliot yang masih belum bisa bergerak, Hanya diam membiarkan Wanita itu melakukan apa yang ia mau. Hingga akhirnya, Setelah puas dengan menghapus air matanya kasar, Ia bergumam.

"Ahh, Dokter."

 Sedikit bergeser ia pun menekan bel yang ada di samp[ing ranjang Eliot, Tidak hanya sekali ia menekannya berulang kali dengan wajah tak sabar dengan lengkungan senyum masih terpancar di Wajahnya.

"Tunggu ya, Nak!. Dokter akan Segera datang."

Eliot hanya diam, Dia kenal wajah cantik ini, Tetapi kenapa sikapnya sangat berbeda?. Apa wanita ini sebenarnya memang mamanya Yang bernama Anya?. Sejak kapan mama-nya bisa berbicara begitu penuh kasih sayang seperti ini?.

Lalu mana spatula kebanggaannya? Celemek?. Kenapa ia tidak memakainya?., Bukankah itu barang kesukaannya?. Ini cukup aneh.

Untuk beberapa saat kemudian, pintu kamarnya terbuka memperlihatkan dokter dengan beberapa perawatnya datang. Dia Dokter yang lumayan tampan. Tetapi, Alby Berkali kali lebih tampan.

Ia terdiam sebentar. Eh, Alby?. Siapa?. 

Apa yang sedang ia fikirkan?. kenapa tiba tiba nama itu terfikirkan?.

Dengan perlahan., Dokter itu membuka alat bantu pernafasan eliot,   Lalu kemudian ia mulai mengecek Mata, Jantungnya, lalu terus memeriksa setiap Inci tubuh Eliot. 

Eliot hanya menerima tanpa berkata apa apa,  membiarkan dokter itu melakukan apa yang ia mau walaupun sebenarnya dia tidak mengerti dengan apa yang terjadi. 

Beberapa saat kemudian, Akhirnya Semua pemeriksaan selesai di laksanakan,  Dengan menghela nafas lega sembari tersenyum, Dokter itu mengangguk kepada Anya

"Tuan muda Sudah baik baik saja, Sekarang tinggal masa pemulihannya,  Tubuhnya akan sulit di gerakkan,  Kalau ada sesuatu yang di katakannya membingungkan,  Itu sudah biasa.  nyonya hanya perlu meresponnya dengan baik,  karena untuk beberapa saat Ingatannya akan sedikit Kacau." 

Anya menganggukkan kepalanya mengerti,  lalu kemudian ia kembali menatap Eliot.  

"Anak Bodoh, kenapa kamu menurut ketika mama melarang kamu untuk tidak lagi pulang!! Maksud Mama Bukan Ini, Bodoh!!."

Dua kali dirinya di katakan Bodoh di satu di dalam kalimat yang sama. Sudah lihat, Bukan?. Ini baru Anya yang ia kenal. 

Alat pernafasan yang sudah di lepaskan,  Rasa sesak yang tadi menghimpitnya tadi seketika sirna,  Tersenyum tipis Eliot menatap Anya. Sekesalnya dia. Ntah kenapa sudah lama rasanya tidak mendengar Teriakannya. 

"Ma-ma." Ulangnya, kali ini dengan suara yang sangat kecil.

seperti bayi yang baru pandai berbicara,  Anya begitu senang mendengar Hal yang pertama Eliot katakan adalah dirinya.  Tentu saja, Bagaimanapun hatinya bahagia, Mungkin sudah habis waktunya untuk menatap Eliot lemah lembut, Anya hanya mendengus sebagai jawaban dari panggilan Eliot kepadanya.

Dokter yang berada di samping Anya tersenyum simpul,  Penantian yang sangat panjang. Dulu seingatnya, Tidak ada harapan lagi bagi tubuh ini untuk bertahan,  Tetapi siapa sangka Akhirnya Tuan muda itu terbangun dari tidur nya. 

"Baiklah Nyonya,  kami permisi dulu. Nanti akan kami beri beberapa obat dan jadwal untuk Proses pemulihan sempurna untuk tuan muda."

Anya menganggukkan kepalanya. Setelah dokter itu pergi, Beberapa saat kemudian, Aslan datang dengan tongkat kayu di tangannya serta Beberapa bodyguard yang menyusul di belakang. 

"Ayah." panggil Anya ketika ia Melihat Aslan yang datang. Aslan yang melihat putrinya masih menangis pun tersenyum simpul sembari mengelus puncak kepala Anya.

Eliot Menatap Aslan dengan tatapan datar.  Siapa sangka Tua bangka ini masih hidup,  Berapa umurnya?  "Dia pasti Abadi." Gumamnya dalam hati.

"Kamu Pasti memikirkan Matiku, Tadi kan?. Bocah nakal."

Eliot langsung menutup matanya,  Apa ekspresinya sejelas itu?.

Bunyi pekikan tongkat yang beradu dengan lantai, makin lama makin terdengar jelas.   Yang menjadi tanda bahwa Kakek itu sedang berjalan mendekat.

"Hanya Pria bodoh yang bisa tertidur bertahun tahun hanya satu tusukan Kecil.  sepertinya kamu harus belajar lagi." Gumamnya sarkas.

Eliot hanya menatap Aslan tanpa ekspresi. Semua keluarga Frans tahu,  Bagaimana Mengerikannya pembelajaran yang di maksud kakek nya ini.

Aslan mengerutkan keningnya karena tidak mendengar jawaban Dari Eliot. Ia Mengangkat tongkatnya tinggi tinggi, Menggeram marah Sembari menatap Eliot Tajam.

"Jangan bertindak tidak sopan ya kamu, Bocah! Kamu hanya anak Dari Putriku!!!." 

Eliot menutup matanya, Berniat ingin menerima Pukulan itu. Tapi beberapa saat Dia tidak merasakan Apa apa.

Dengan perlahan, ia membuka matanya. Tongkat yang tadinya sudah dekat dengan wajahnya, Tiba tiba terhenti, Karena Anya menahan Tongkat itu sembari menatap Aslan sembari menggelengkan kepalanya, "Putraku Baru bangun, Ayah. Dia belum bisa mengucapkan apa apa."

Aslan melirik Anya sebentar, kemudian menatap Eliot. Setelah itu, Tiba tiba saya ia mengalihkan pandangannya ke arah lain sembari mendengus. "Oh." Ujarnya.

Anya dan Eliot seketika saling lirik. "Pasti Merajuk." Ujar mereka dalam hati secara bersamaan.

TBC

[BXB] TRANSMIGRASI DOMINANT S2 : El & Al's new world! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang