30

721 57 11
                                    

Sosok itu memandang lekat kedua mata gadis yang duduk berhadapan dengannya. Salah satu paras gadis itu seperti pernah dijumpai oleh sosok itu namun dirinya tak mengingat lagi.

"Maaf, kalian siapa? Kok bisa dateng ke rumah gue?" Tanya Rahsya dengan tatapan yang masih fokus kepada dua gadis itu.

Salah satu dari mereka tersenyum maklum. "Gue Nala dan ini Adara. Kita temen sekelas Lo Sya".

"Sorry, gue gak inget sama kalian." Ujar Rahsya dengan tangan yang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Gak papa Sya, yang penting Lo udah sehat. Gue seneng Lo udah gak sakit lagi" balas Nala yang mendapat anggukan dari Adara.

Rahsya hanya tersenyum dan mengangguk. "Hm, berarti kalian juga kenal sama Gibran?".

Nala dan Adara saling pandang lalu tersenyum. "Iya Sya, kan Gibran juga sekelas sama kita".

"Oh iya ya" gumam Rahsya yang mengundang senyuman dari Nala dan Adara.

"Assalamualaikum, kakak pulang!!" Teriak Al dari pintu utama yang baru saja pulang sekolah.

"Waalaikumsalam, gak usah teriak-teriak kak" ujar Bunda setelah meletakkan beberapa cemilan untuk kedua teman bungsunya itu.

"cieee yang lagi dijengukin sama gebetan!!" Ujar Al yang melihat Nala dan Adara datang menemui adeknya. Membuat Rahsya membulatkan matanya karena terkejut. Siapa yang dibilang gebetan oleh kakaknya?

Adara hanya tersenyum sambil mencolek-colek pipi Nala yang terlihat bersemu merah.

"Silahkan Nala, Adara" ujar Bunda kepada dua gadis itu.

"Iya, makasih Tante" balas Nala tersenyum kikuk.

Al mendekat kepada adeknya lalu mencubit pipi Rahsya. "Adek gue udah gede ternyata." Ucap Al diakhiri dengan ciuman singkat pada kening Rahsya, lalu dirinya langsung berlari dari hadapan adeknya sebelum anak itu mengamuk.

"Kakak!!!" Teriak Rahsya hingga membuat dua gadis yang berada di sana menutup rapat kedua telinga mereka. Rahsya merasa sangat kesal, bayangkan saja dicium oleh sang kakak dihadapan dua teman perempuannya, memalukan sekali.

o0o

Makan malam kali ini terlihat sepi karena Rahsya masih tetap diam dengan kekesalan yang belum musnah akibat kelakuan aneh kakaknya tadi sore. Anak itu juga terlihat tidak berselera makan.

"jangan diaduk-aduk gitu dek, nanti gak enak" peringat Bunda saat kedua netranya melihat Rahsya yang hanya memainkan makanannya.

"Kenapa? Sakit?" Tanya Al yang tidak dibalas sedikitpun oleh Rahsya.

Ayah dan Bunda hanya tersenyum melihat dua putranya itu. Mereka sudah mengetahui penyebab kekesalan pada kakak satu-satunya itu.

Al kembali memperhatikan adeknya yang masih tetap diam. "masih marah sama kakak?".

"Gak!!" Jawab Rahsya ketus. Dirinya memang tidak memiliki nafsu untuk makan yang banyak malam ini. Kepalanya mendadak pusing dan itu membuatnya merasa tidak nyaman.

"Jangan marah-marah, nanti cepet tua dek" nasihat Ayah yang membuat anak itu beralih memandang paras tampan pria itu.

"Rahsya gak marah, Ayah" balas anak itu lalu tiba-tiba berdiri dan ingin beranjak dari ruang makan.

"Arghhh..." Ringisan itu keluar dari kedua belah bibir Rahsya ketika anak itu baru saja ingin melangkahkan kedua kakinya.

"Kenapa dek? Sini duduk dulu" Al yang duduk di sebelah Rahsya bergegas menahan tubuh adeknya agar tidak terjatuh.

"pusing" gumam anak itu dengan kedua tangan yang memegang kepalanya.

"Istirahat di kamar aja ya, biar kakak gendong." Ujar Al. Ayah dan Bunda membantu Al untuk meletakkan tubuh Rahsya di punggungnya. Lalu dirinya berjalan pelan menuju kamar sang adek agar anak itu dapat beristirahat.

o0o

Setelah pertemuan mereka tempo hari, kedua remaja itu semakin dekat. Bahkan tak jarang Nala dan Adara ikut berkunjung ke rumah Rahsya bersama Gibran dan yang lain.

Rahsya memang belum diperbolehkan untuk kembali bersekolah. Selain karena ingatan anak itu belum sepenuhnya kembali, kondisi Rahsya juga tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Rahsya terkadang masih sering mengalami sakit kepala secara mendadak serta tak jarang kedua kakinya terasa sangat lemas hingga tidak bisa digerakkan sama sekali.

Rahsya masih duduk tenang di sofa ruang tamu bersama Nala, sedangkan keempat teman mereka yang lain sudah beranjak dari tempat itu. Adara yang beralasan ingin ke toilet, Gibran yang katanya ingin mengambil laptop di kamar Rahsya, serta Irsyad dan Angga yang tengah asyik bermain PS di ruang keluarga.

Suasana pun mendadak canggung akibat keheningan yang melanda dua remaja itu. Hingga tarikan nafas yang keras dari hidung mancung Rahsya membuat Nala langsung melihat kearahnya.

"Kenapa Sya?" Tanya Nala yang tiba-tiba merasa khawatir dengan raut pucat Rahsya.

Rahsya yang tadinya hanya menatap ke bawah lalu beralih memandang paras cantik gadis itu.

"Gak papa La" balas anak itu dengan diakhiri senyuman khasnya.

"Kok wajah Lo pucet banget?".

Rahsya kembali hingga kedua matanya membentuk bulan sabit. "Muka gue emang kayak gini, gak bakal berubah".

Nala lalu mengangguk dengan Tegal memandang lekat wajah tampan remaja itu.

"Emmm, La" panggil Rahsya yang kembali merasa canggung dengan keadaan itu.

"Iya Sya, kenapa? Lo sakit ya? Ke kamar aja ya, atau gue panggilin Bunda" balas Nala yang kembali merasa sangat khawatir dengan kondisi Rahsya.

Anak itu menggeleng pelan dengan tetap tersenyum. "Gue sayang sama Lo Nala, sorry La. Gue emang gak inget apapun waktu habis operasi itu. Tapi makin kesini, gue inget kalau gue bener-bener sayang sama Lo".

Nala hanya terdiam dengan pandangan yang masih tertuju pada wajah pucat Rahsya.

"Maaf La. Gue gak nuntut Lo buat sayang juga sama gue. Terserah Lo mau anggap gue cowok apa, yang penting gue emang beneran sayang sama Lo meskipun Lo gak suka sama gue".

"Gue juga gak mau ada ikatan hubungan sama Lo. Bukannya gue gak berani janji, gue cuma takut gak bisa nepatin ucapan gue sendiri. Karena sekuat apapun gue di mata Lo atau yang lain, gue tetap manusia paling lemah La." Ujar Rahsya dengan kedua mata yang terlapisi cairan bening.

Nala yang mendengarnya lalu menangis. Dirinya memandang lekat kedua iris Rahsya yang tampak redup. "G-gue juga sayang sama Lo Sya, tolong bertahan. Lo itu kuat, Rahsya itu orang terhebat yang pernah gue kenal".

"Maaf La, jangan nangis. Gue gak suka liat orang yang gue sayang itu nangis. Apalagi karena nangisin gue, udah ya. Nanti cantiknya hilang" Rahsya berusaha menghibur gadis itu lalu kedua tangannya menggenggam tangan Nala.

"Udah ya nangisnya. Gue beliin balon biar gak nangis, atau mau es krim?" Rahsya masih terus menghibur Nala yang terus menangis.

"Gue sayang banget sama Lo Sya, tolong bertahan lebih lama. Buat gue, buat orang yang sayang sama Lo." ujar Nala dalam hati.

o0o

Karunasankara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang