"Passing!"
Teriakan menggelegar nyaring dari lapangan basket outdoor sekolah. Empat anak berkelamin jantan yang kini sedang berlari-larian saling berebut memasukkan bola oren dalam ring.
Jagath mendribble bola, berhadapan dengan Rajendra yang mencoba memblokir jalannya. Ia sengaja menjulurkan lidahnya untuk mengejek Rajendra dan dengan mudah menerobos pertahanannya. Tinggal satu penghalang untuknya sampai pada ring di depan sana.
"Marchel blokir si Jagath jangan sampe lewat!" seru Rajendra.
Marchel kebingungan di tempatnya saat Jagath mendekat. Ia merentangkan tangannya lebar-lebar.
"MARCHEL BLOK! REBUT BOLANYA."
Sesuai interuksi Rajendra, Marchel mencoba merebut bola oren itu dari Jagath. Susah payah ia meraihnya dari Jagath yang lebih tinggi. Sedikit mendorong tubuh Jagath tapi tak sampai jatuh, hingga bola itu berhasil ia rebut. Marchel segera mendribble ke ring sebaliknya. Dribble yang cukup kacau, tapi berhasil sampai ke garis three point. Entah kenapa rasanya terlalu mudah.
Saat ingin melakukan lay up. Sebuah tangan tiba-tiba merebut bolanya dan menjauh dari ring. Pelakunya adalah Gasya. Anak itu melempar bolanya dari sisi lapangan menuju ring di ujung lain. Di sana Jagath telah siap melompat dan memasukkan bola yang dilempar Gasya tepat sasaran ke dalam ring. Seperti sudah direncanakan.
Jagath dan Gasya melakukan selebrasi kecil dengan saling bertukar hi-five. Sedangkan Rajendra menendang angin melampiaskan kekesalannya karena kalah.
"Marchel lo gak becus banget mainnya. Seharusnya tadi lo lebih cepet masukin bolanya. Jadi kalah 'kan kita," gerutu Rajendra.
"Ya lo tolol. Udah tau gue gak bisa main basket pake maksa suruh ikut main lawan duo tower PLN itu. Dari awal menang dari mereka juga udah mustahil." Marchel berjalan ke sisi lapangan masih dengan mulut yang komat kamit.
Rajendra kicep dibuatnya. Cari masalah dengan Marchel yang mulutnya pedes itu salah besar.
"Ya maaf, Chel. Gak ada orang lain yang bisa gue ajakin tau," cicit Rajendra.
"Maaf-maaf. Telen tuh bola basket dulu baru gue maafin."
Jagath dan Gasya menahan tawa mendengarnya, apalagi ditambah tampang Rajendra yang mendadak ciut dengan Marchel. Padahal tadi di lapangan terus meneriaki Marchel. Keempatnya kini duduk berjejer di tepi lapangan, berhubung sekarang jam kosong jadi mereka santai-santai saja di sana. Toh sebentar lagi istirahat kedua.
"Woi sepupu!"
Keempatnya spontan menoleh bersamaan kearah suara panggilan tersebut. Sepasang anak adam dan hawa berjalan mendekati mereka. Lebih tepatnya kearah Gasya. Wajah yang hampir seiras cukup menjelaskan bahwa mereka sepasang saudara, tepatnya saudara kembar. Satu dari mereka, yang laki-laki melempar sebuah goodiebag pada Gasya yang setengah terlentang. Gasya hanya melirik benda itu sekilas dan menatap dua orang didepannya.
"Oleh-oleh dari mami abis dari Jepang kemarin. Gue disuruh kasih ke sepupu tersayang kami." Lejairo Kallias Baldwin, si kembar pertama menjelaskan sambil menyunggingkan senyum menyebalkan.
"Mami juga ada bawa oleh-oleh buat Tante Kara sama Om Kaezar. Lo bawa sekalian ya." Kali ini si kembar kedua, Lurra Kallias Baldwin berbicara sambil menaruh dua goodiebag yang sama di samping Gasya.
Ketika para cucu Baldwin itu berkumpul, aura mereka memang bukan main. Marchel, Rajendra dan Jagath merasa jadi tokoh figuran sekarang. Pasalnya gen paripurna ketiga Baldwin itu seolah berkata bahwa merekalah tokoh utama di universe ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous
Teen FictionKetika kehidupan monoton Gasya menjadi berwarna karena kehadiran sosok 'adik' yang tak ia duga. "Lo anak selingkuhan papa? Ngaku." Telunjuknya mengarah pada wajah polos anak itu. Yang ditatap hanya berkedip pelan. Bocah lima belas tahun yang dipungu...