Langit memandang HP-nya dengan perasaan gelisah. Setiap kali perangkatnya itu bergetar entah oleh notifikasi atau pesan masuk, secepat kilat ia memeriksanya. Dari sekian banyak pemberitahuan yang ia terima, ternyata semua hanyalah spam yang tidak berguna. Pesan yang ia tunggu sama sekali tidak ada. Yah, pesan dari Rayna.
"Lang, balik yuk," ucap Bima tiba-tiba menepuk bahu sahabatnya. Laki-laki itu sudah mengenakan jaket dan mencangklong tas ranselnya.
Langit terkejut. Ia membulatkan matanya menatap Bima. "Udah balik?" ulangnya.Perasaan ia hanya melamun sebentar. Sejak kapan waktu berjalan begitu cepat?
"Yehhh, elo sih ngelamun aja dari tadi, Bos! Udah jam 2, ayo balik!" sentak Topan paling bersemangat dibanding yang lain.
"Lagi lihat apaan sih, Bos? Gue merhatiin dari tadi lo sibuk main HP, bahkan waktu pelajaran. Untung nggak ada yang nyadar," timbal Orion nimbrung, juga bersiap untuk balik.
Topan mengernyit menduga. "Apa jangan-jangan, Bos lagi mikirin Rayna?"
Tanpa aba-aba, mereka bertiga serentak melirik ke meja Rayna yang kosong.Seharian ini dari pagi hingga sekarang waktunya pulang sekolah, mereka tak lagi mendengar kabar apapun soal gadis itu kecuali info yang diberikan Topan pagi tadi yang membuat Langit gusar. Bahkan sejak dari jam pertama pelajaran, ia sama sekali tak konsen dengan pelajaran hari ini.
"Pan, lo yakin ada liat Rayn tadi pagi?" Langit menuding Topan dengan mata tajamnya.
"Iya, gue yakin banget, Bos! Eh tapi ... kayaknya gak gitu yakin juga sih."
"Apaan sih lo? Gak jelas!" Orion mengeplak kepala sahabatnya itu, membuatnya refleks berteriak kesakitan.
"Gue kan cuman sekilas doang lihatnya, tapi gue yakin kalau itu Rayna pacarnya si Bos."
Sempat sunyi sejenak, Langit tiba-tiba bangkit berdiri dan menenteng tasnya.
"Kalo gitu, kita pergi ke sana dan pastiin sekarang," titahnya.
"Sekarang? Emangnya Rayn masih ada di sana? Gak bakal-"
Orion kembali mengeplak lagi kepala Topan, kali ini lebih kuat diiringi respon yang lebih keras juga. "Udah, jangan banyak alasan, lo mau dimakan hidup-hidup sama si Bos?"
"Sakit, bego! Kira-kira kalau mukul kepala, bisa bego juga gue."
"Emang dasarnya lo udah bego dari dulu."
"Udah-udah, mau sampai kapan kalian ribut?" Bima meleraikan kedua bahu sahabatnya, menunjuk Langit yang ternyata sudah meninggalkan kelas lebih dulu. "Yuk, kita ikut Langit."
Atas perintah Langit, keempat siswa Galaksi Biru sudah sampai di belakang gedung sekolah. Setelah mengamankan motor, mereka dituntun oleh Topan yang menjadi pemandu menuju ke tempat yang dimaksud, sebuah tempat cukup kosong dan gersang yang jarang dijamah orang lain, tanah liar.
"Gue tadi lihat di sekitar sini tadi,"-Topan menunjuk ke arah semak belukar-"Rayna berjalan keluar dari sini sambil meluk cowok."
Langit mengamati sekeliling dengan cermat. Tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang ada sebuah gedung terbengkalai setengah jadi, dengan jarak sebuah lahan kosong penuh tanaman liar hampir menyerupai hutan kecil di tengah sebelum terlihat bagian belakang gedung sekolah mereka.Tepat di samping kanan adalah jalan setapak yang agak sulit dilewati oleh mobil, jalan tikus yang mereka gunakan untuk tiba ke sini. Tidak ada pemukiman warga di sini, benar-benar seperti daerah yang telah ditelantarkan.
"Lo lihat Rayna di sini dari jalan sana?" Orion ikutan menunjuk jalan setapak. "Ini jauhnya udah kayak setengah kilometer dan lo bilang lo bisa lihat Rayna? Gak mungkin, gak percaya gue."
"Serius, woy, gak bohong gue! Mata gue itu jeli tau gak? Gak mungkin deh gue salah!"
"Giliran liat cewek aja mata lo jeli. Disuruh baca tulisan di papan tulis pura-pura rabun matanya," cibir Orion.
"Yehhh, lo juga gitu kali," elak Topan.
"Enak aja, gue nggak se-playboy lo, lihat cewek langsung meleng, pantes Luna suka marah-marah sama lo," balas Orion tak mau kalah.
"Emang dasarnya Luna suka marah-marah sama gue, apalagi ngurusin adek-adek gue di rumah, udah ngalahin nyokap gue kalau marah."
"Lo berdua bisa diam nggak sih? Gue gak bisa konsentrasi dengar kalian ribut terus!" Langit mendelik tajam, menunjukkan betapa bad mood dirinya sekarang. Keduanya segera bungkam ketakutan, sedangkan Bima hanya menahan tawa, tak ingin ikut campur.
Setelah tenang, Langit mulai menjelajahi sekitar diikuti ketiga sahabat di belakang yang mengekorinya. Langit terhenti dan menyapu pandangan di sekeliling, member isyarat pada ketiganya untuk berpencar agar pencarian lebih mudah. Mendapat anggukan dari Bima, mereka pun berpisah dan mengamati sekitar.
Rumput-rumput liar mereka sibak, celingak-celinguk ke balik pepohonan, hingga memasuki gedung terbengkalai dan berkeliling dengan cermat. Tetap saja, tidak ada sosok Rayna di mana pun. Nihil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain(a) between Sky & Space
Roman d'amourDi dalam persahabatan antar tiga orang dengan jenis kelamin yang berbeda, sudah menjadi hal yang wajar jika terjadinya saling jatuh cinta. Begitupun dengan dua orang yang sama-sama mencintai satu orang, yang biasa kita sebut dengan Cinta Segitiga. ...