40. Before the Election

140 12 0
                                    


Aku tidak menghitung berapa lama waktu telah berlalu karena terlalu sibuk berendam, namun melihat dari langit yang sudah semakin gelap aku yakin ini sudah berlangsung lama.

Aku duduk di atas sofa panjang dengan selimut, lalu memanggil salah satu pelayan, "Kalian sudah bisa memanggil pangeran ke sini."

Tidak lama, Pangeran Utara masuk, lalu dia duduk di depanku. Seorang pelayan menyajikan dua cangkir cokelat panas di atas meja.

Pangeran Utara mulai berbicara, "Sebelumnya saya meminta maaf karena mengganggu waktu Anda yang seharusnya beristirahat. Apalagi Yang Mulia Putri, saya dengar, baru pertama kali menginjakan kaki di wilayah utara yang dingin ini."

Dia tahu itu, tapi malah membuatku tidak tenang karena tidak bisa langsung tidur setelah mandi.

"Karena sepertinya Pangeran ingin membicarakan sesuatu yang penting, maka saya bersedia melakukan itu."

"Ini juga pertemuan saya dengan Yang Mulia Putri, karena sebelumnya saya tidak menghadiri debutante Anda. Saya mewakili keluarga Vetur juga meminta maaf karena tidak bisa menghadirinya, sehingga kami terlambat memperkenalkan diri kepada Anda."

"Saya tidak masalah dengan itu."

Wilayah utara sibuk mengatur segala kebutuhan perang, bahkan Raja Utara sediri yang memimpin pekerjaan itu. Utara juga banyak mengirimkan kesatria hebat mereka untuk maju ke medan perang. Dari apa yang aku baca pada laporan setiap wilayah, Pangeran Kaltian Vetur yaitu Pangeran Utara, juga ikut dalam perang untuk memimpin sendiri pasukan utara. Sementara Raja Utara tidak dapat hadir langsung karena dia dibutuhkan di wilayah kekaisaran untuk mencegah kehancuran tatanan para penguasa besar selama masa perang.

"Saya bukan orang yang menyalahkan para pejuang yang melindungi tanah ini, Pangeran."

Pangeran Kaltian tersenyum, "Yang Mulia Putri memang terlihat seperti itu."

Sikapnya tadi mirip sekali dengan Raja Utara.

Aku kembali berbicara, "Justru saya ingin berterima kasih kepada utara karena telah membantu pasokan selama perang."

"Tidak, Yang Mulia, itu memang sudah menjadi kewajiban kami."

Sambil mencicipi cokelat panas mereka, aku menjawab, "Karena itu, saya tidak masalah dengan waktu istirahat saya jika itu memang penting. Pangeran Utara, Anda bisa mengatakannya."

Pangeran Kaltian meletakkan cangkirnya, lalu dia menatapku, "Saya tahu bahwa saya belum memiliki kekuasaan yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi suatu keputusan besar. Namun saya ingin secara langsung mengatakannya kepada Yang Mulia Putri, bahwa saya akan mendukung Anda sebagai kaisar Allieru berikutnya."

Aku terdiam, aku tidak menyangka Pangeran Kaltian akan mengatakan itu. Karena Raja Utara bahkan tidak membahas terkait pemilihan kaisar, aku langsung merasa tidak akan mendengarkan itu dari mulut putranya.

Dalam novelnya, aku tidak merasa mendengar keuntungan langsung yang akan didapat oleh wilayah utara jika mendukung Apridete sebagai kaisar.

Aku membalas tatapannya, "Apa yang membuat Anda ingin mendukung saya?"

Pangeran Kaltian terlihat mengambil nafas sejenak, lalu menjawab, "Saya muak dengan aturan turun-temurun yang membatasi para kaum perempuan."

Ya? Aku sekarang semakin terkejut, kalimat itu keluar dari mulut seorang putra pertama raja, yang sudah dipastikan akan mendapatkan gelar serta kekuasaan atas wilayahnya.

Pangeran Kaltian melanjutkan, "Awalnya saya tidak nyaman dengan aturan dalam akademi yang membedakan pendidikan antara laki-laki dan perempuan. Lalu perasaan tidak nyaman itu terus berlanjut sampai adik perempuan saya lahir. Dia terkenal sebagai anak yang begitu aktif dan selalu mengikuti saya, dia juga penasaran dan ingin mencoba banyak hal. Namun dia selalu ditolak untuk belajar ilmu beladiri apapun. Saya tidak ingin melihat adik saya itu terus-menerus memegang pedang kesatria secara sembunyi-sembunyi, saya ingin dia bebas melakukan apa yang dia inginkan."

Until I DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang