Ussst!! Ussttt!!! Terdengar ramah pada setiap daun telinga dan terasa sangat akrab tak lama dari itu terdengar suara berbisik dari arah belakang, "Nomor 1 apa?" serasa risih dengan perbuatan mereka namun, apa daya diriku yang tak akan mampu mencegahnya. Namaku Agus, aku duduk di bangku SMP kelas VII memang aku baru mengenyam bangku SMP tapi, aku memiliki impian seperti mengenyam bangku kuliahan. Suara semacam kode itu tak lagi asing di telinga para pelajar semacam kami, trik demi trik telah dijejali oleh para pelajar mengalahkan pemain sulap handal tapi, terkadang aku risih pada setiap tingkah laku negatif itu. Di sebuah pagi yang cerah di suatu ruangan yang tidak asing lagi seorang guru berkata pada muridnya.
"Anak-anak minggu depan kalian akan PAS jadibelajarlah dengan sungguh-sungguh!"
Terlihat hanya beberapa anak yang mendengarkan dan sebagian lagi sibuk dengan gosip hangatnya. Dalam hati aku bertanya, "Susah gak ya? Kira-kira aku bisa gak ya?"
Selama ini aku sangat membenci dunia, "Nyontek!" karena menurutku tak ada untungnya hanya akan ada tipuan cantik dari nilai tinggi. 4 hari menjelang PAS, aku berusaha keras untuk menjadi juara dalam lomba masa depan itu namun, ku teringat lagi pada oknum yang hanya bisa bermain curang meskipun tidak semuanya begitu tapi, ketakutan ini menjalar pada hawa dingin dan panas yang beradu. Lomba telah dimulai saatnya otak beradu dengan keyakinan yang besar namun di tengah gelora semangat membakar terdengar kembali suara yang membuat hatiku memanas gah dilalap si jago merah.
"Usst!!usstt! nomor 3, 4, 6, 9, 10 apa jawabannya?" ucapnya dengan berbisik.
Dalam hati yang dongkol aku barkata, "Apa sih yang mereka cari dari contekan? Nilai bagus? Atau mau dibilang pintar?" Sempat kesulitan melandaku yang lupa akan jawaban dari soal itu tapi, ku coba yakinkan pada jawaban yang mengalir pada otak yang terbebani ini, sedangkan para penjelajah masa depan yang tepat di sekitarku seakan puas pada kecurangan mereka tapi, aku yakin hanya orang yang tak menyontek yang memegang kunci lomba. Sempat ku bertanya pada temanku, anggap saja namanya Ananta.
"Apa sih untungnya nyontek?"
"Gak ada sih tapi, kan menjamin,"
"Menjamin untuk menjadi oknum yang bodoh!"
"Maksudnya?"
"Nanti kamu juga kan tahu jawabannya apa,"
Hasil PAS telah diterima dan kebahagiaan menerpa hati yang sempat gundah karena aku berhasil mendapatkan kunci lomba itu ya, ku dapatkan nilai tertinggi di antara kelas VII dan kini ku bangga atas kunci yang ku dapatkan tanpa trik yang menghancurkan diri sendiri. Seperti biasa ku lewatkan hari-hariku dengan egoku yang besar karena bagi seorang Agus impian tanpa ego dan ambisi semua akan hampa. Seperti biasa pula aku selalu dibingungkan dengan masalah yang berhubungan dengan kata, "Nyontek!!!" aku tahu sangat tahu membasmi oknum curang seperti mereka tidaklah mudah butuh perjuangan tapi, untuk hal ini perjuangan saja tak cukup butuh ketegasan dan kesadaran dalam diri. Terdengar beberapa temanku yang kebingungan seperti tak tahu arah hanya karena belum mengerjakan PR, bagi sebagian pelajar PR itu bagai pedang yang tajam karena selain menusuk nilai, menusuk hukuman, juga menusuk malu. Nyontek sana sini seakan akrab dengan namanya setia kawan.
"Broo PR-mu dong! Katanya teman yang saling bantu,"
Mendengar ucapan mereka hatiku serasa digelitik dengan ucapan mereka tiba-tiba salah seorang temanku datang padaku.
"Gus, lihat dong!! PR-mu, aku belum nih?"
"Emang kemarin kamu ngapain aja? Sampai lupa PR! Sorry lihat aja sama yang lain,"
Dengan mudahnya mereka berucap jika aku "PELIT," dalam hati seakan aku tidak terima dengan ucapan mereka namun, ku akui aku memang pelit tapi, karena aku tidak ingin menjerumuskan temanku pada sumur kebodohan. Semakin hari semakin terasa mereka membenciku karena masalah seperti itu, ucapan-ucapan pedas seakan bersahabat baik dengan bibir mereka. Ya.. ada rasa bersalah di ujung ruang hati ini namun, ini untuk kebaikan mereka, aku tak ingin mereka bersahabat dengan kebodohan. Hanya segelintir orang yang masih mendukung argumenku tapi, sebagian lagi menyangkaku yang buruk. Ku diamkan ucapan pedas nan panas itu dengan air dingin dalam jiwa. Semakin hari "Nyontek!!!" menghipnotis mereka dengan alam bawah sadar yang dalam sangat dalam, hingga ku beranikan diri memperingatkannya dengan tegas.
"Kenapa kalian selalu Nyontek? Apa kalian tidak sadar bahwa itu kebodohan terbesar dalam hidup kalian!!"
"Kita tahu kamu pintar, Gus jadi kamu gak akan nyontek beda dengan kami,"
"Bukan itu maksudku! Bodoh bukan berarti harus nyontek! Tanpa nyontek nilai kalian juga bisa tinggi! Dengan belajar," Salah seorang temanku berkata, "Ya tahu..tahu.. yang ranking satu yang pintar bilang aja takut tersaingi! Buktinya gak mau kasih contekan buat kita,"
Perihnya saat mereka mengucapkan kalimat itu namun, masalah itu terus membelit kami terkhusus aku. Hingga lagi dan lagi ku lihat teman-temanku kembali terhipnotis dengan, "Nyontek" ku diamkan dalam hati yang dongkol, namun aku semakin risih dengan perbuatan mereka hingga ku beranikan diri menasihati mereka kembali.
Tak terasa kini kamimenghadapi UN dan terasa konflik antara kami akan terhapus oleh berjalannya waktu, dari setiap sudut mata ku lihat tidak ada kecurangan yang ada hanyakepasrahan dalam diri mereka gundah itulah yang mereka rasakan mungkin inidampak perbuatan mereka dan hanya fortune saja yang hanya mereka harapkan
KAMU SEDANG MEMBACA
Perbedaan Penuh Warna: Antologi Cerpen Kelas XII IPA 2
Short StorySelamat datang di halaman kumpulan cerita pendek dari buku 'Perbedaan Penuh Warna: Antologi Cerpen Kelas XII IPA 2', sebuah mozaik emosi dan pengalaman yang dituangkan ke dalam kata. Setiap cerpen di dalamnya adalah jendela yang mengintip ke dalam j...