Seleksi nasional masuk perguruan tinggi sudah Irin kantongi. Ia tersenyum bangga dengan hasilnya yang menunjukkan bahwa dirinya lolos di universitas negeri ternama di luar kota. Ia sengaja tak memberitahu papa mamanya perihal universitas. Ia sangat yakin akan dilarang jika ke luar kota, maka dari itu keterangan kelolosan akan ia berikan langsung nanti kepada papa mamanya.
Ia jadi rindu dengan Dewa, ia ingin menyalurkan isi hatinya yang tengah bergembira saat ini. Tetapi mengingat sikap dewa terakhir kali bertemu sudah mengoyak hatinya. Irin mendesah lesu, padahal dirinya benar-benar bahagia.
"Selamat ya Rin, kamu lolos di universitas besar loh" Jihan menghampiri Irin yang tengah tersenyum. Jihan baru pertama ini melihat senyum Irin.
"Terima kasih" balas Irin tak lupa senyum bahagianya.
"Kok aku baru ngeh ya, kalo Irin ini selain cantik imut banget lagi" timpal Devan, mungkin terpesona melihat wajah Irin yang tengah berbahagia.
"Gak kerasa ya, kita udah mau lulus aja. Padahal baru kemarin kita saling bercanda eh tiba-tiba mau ujian aja" timpal Hanan, "Kamu mah enak Rin, udah santai gak mikir ujian universitas lagi" lanjutnya.
Irin hanya tersenyum, ternyata teman-temannya tak seburuk yang ia pikirkan. Namun mau bagaimana lagi, Irin tak bisa bersikap friendly seperti biasanya.
Ponsel yang ada di genggamannya berdering, ia segera melihat dan menemukan nama temannya dulu di kota.
"Irenaa..." teriaknya di sebrang. "Gimana hasilnya? Lolos nggak?" semburnya lagi.
"Passed dong" dengan bangganya Irin mengibaskan rambut halusnya.
"Wihh, jadi balik ke kota? Gue tunggu banget kedatangan lo kembali Rin"
"Party gak nih kita?"
"Itu udah jelas cantik, nih yang lain udah prepare kedatangan princess kesayangan"
"Aaaa jadi gak sabar banget pengen cepet-cepet ketemu kalian"
"We're waiting for you, baby"
Irin terlampau bahagia sampai melupakan teman satu kelasnya yang melongo melihat kelakuan Irin yang sangat-sangat berbeda. Sampai dirinya tersadar, menggosok tengkuknya yang tak gatal dan tersenyum canggung.
"Itu temen-temen kamu di kota ya Rin?" Tanya Hanan dengan sedikit melongo setelah Irin mematikan sambungannya.
"Iya" balas Irin, Ia segera mengantongi ponselnya.
"Gilaa, cantik banget" lagi Hanan masih dengan ekspresinya yang tak berubah.
Irin lagi-lagi hanya tersenyum kaku, ia tidak bisa merespon seperti apa. Untung saja bel pulang berbunyi, ia segera membereskan pen dan beberapa buku pelajaran tadi pagi setelah itu jam kosong melanda kelasnya sehingga dirinya bisa bercanda bersama, lebih tepatnya ia hanya mendengarkan temannya yang sedang bercanda.
Irin merangkul tasnya, sebelum pundaknya di tepuk oleh seseorang.
"Tali rambutnya jatuh" Irin menoleh saat lelaki yang selalu rapi dan kesayangan guru-guru itu menyerahkan tali rambut kecil warna merah muda.
"Terima kasih" ucapnya.
"Mau pulang bareng? Kita searah" tawarnya.
Irin tersenyum lembut dan menganggukkan kepalanya. Tidak ada salahnya berteman dengan teman satu kelasnya dan ia juga ingin mencoba akrab meskipun waktu berpisah sudah terlihat di depan mata. Setidaknya ia mencoba rileks dengan keadaan yang sekarang.
"Boleh"
Irin dan lelaki yang bernama Renaldi itu pun berjalan bersama untuk pulang ke rumah masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irena
Teen FictionKisah si kecil Irin yang telah tumbuh dewasa. (Sequel of My Future) Irin-perempuan super ceria dan penuh kasih sayang dari orang tuanya. Menjadi desainer dan memiliki butik tersendiri adalah cita-citanya sedari kecil. Dewa-seribu tanya mengapa tenta...