Bagi beberapa keluarga, suasana pagi di meja makan menikmati sarapan bersama itu suatu hal yang menyenangkan. Bagaimana mereka saling mengucapkan selamat pagi, menanyakan aktivitas apa yang akan dilakukan hari ini, atau bagaimana tidur mereka semalam.
Tapi sepertinya tidak untuk keluarga Hysi. Meja makan terasa dingin. Keluarga yang saling diam tanpa mengucapkan kata hangat, sorot mata yang tajam yang ditampakkan. Semua terasa mencekam. Tak ada kehangatan dalam keluarga ini.
Tiga orang anggota keluarga itu diam menyantap sarapan mereka. Melsa-wanita elegan dengan pakaian kerjanya yang rapi nampak sibuk memeriksa kerjaannya di ipad miliknya.
David Robert Hysi-si kepala keluarga yang memiliki tatapan tajam khasnya juga diam tenang menyelesaikan sarapannya. Lalu Karang, pemuda itu sama diamnya. Matanya sesekali mencuri pandang kearah Melsa, berharap sang ibu berbicara dengannya. Hanya sekedar menanyakan kabar karena satu bulan terakhir sama sekali tak pulang kerumah karena dinas keluar kota. Sama seperti David yang semalam baru saja pulang dari penerbangan luar negeri.
Karang menundukkan kepalanya merapatkan bibir. Untuk apa dia mengharapkan sesuatu yang hampir tak mungkin?
"Hubungan kamu sama Vanesya gimana?" David mengawali untuk membuka mulutnya. Membuat Melsa juga memandang sebentar lalu kembali pada i padnya.
"Selesai, seperti Ayah yang perintah," jawab Karang.
David menyeruput kopi hitamnya pelan. "Ayah ada kerjaan lagi buat kamu,"
Ayman-lelaki berumur 27 tahun yang dikenal sebagai tangan kanan David itu bergerak sopan menyerahkan kertas map pada dirinya.
"Kamu harus dekat dengan dia sampai proyek Ayah selesai. Pulang sekolah nanti ajak dia pergi, buat dia mengatakan hal baik sama Ayahnya tentang kamu," jelas David.
Karang diam. Menatap map berisi biodata perempuan yang menjadi target alat kerja ayahnya, sama seperti dia. Semua itu sudah terbiasa bagi pemuda sekelas dirinya.
Didekatkan dengan orang-orang dari rekan kerja untuk kepentingan bisnis dan citra keluarga yang tersohor namanya. Berkedok menjalin persatuan antara kedua belah keluarga pembisnis, padahal keduanya sama untuk pencitraan.
Karang menghelaikan nafasnya, sampai kapan ia harus terlibat dalam bisnis Papanya? Berakting sok akrab seakan dirinya menyukai perempuan-perempuan yang dijodohkan untuk kepentingan bisnis.
Brakk
David menggebrak meja. Membuat semua pelayan dan dua orang di meja makan tersentak. "Kamu tau saya ngga suka orang menghelai nafas depan saya? Jangan sesekali kamu mengeluh. Beberapa bulan lagi konferensi pers perkenalan kamu sebagai penerus perusahaan. Cukup fokus sama hal itu. Jangan pernah bolos les private atau ketinggalan materi perusahaan. Sekali kamu lalai, kamu bakal tau akibatnya," ucap David panjang memberi peringatan.
Tubuh Karang menegang. Dengan susah payah ia menelan ludahnya yang tercekat. "Iya Ayah."
-
-
-
-
-
Jam pulang sekolah sebentar lagi, tapi nampaknya guru yang sedang berbicara di depan kelas itu masih asik mengajar tak menunjukkan tanda-tanda untuk mengakhiri pembelajaran.
Sedangkan gadis yang duduk di kursi belakang paling pojok kelas nampak sibuk dengan dunianya sendiri. Menggambar di atas sketsanya dengan kepala yang ia tidurkan.
Dia duduk sendirian di bangku dekat peralatan kebersihan. Padahal kelasnya memiliki murid genap, hanya saja tak semua orang mau duduk di sampingnya.
Lara yang selalu dianggap aneh karena tak pernah berbicara di dalam kelas. Ia terkesan menutup diri, tak mau mengenal orang lain. Rumor jahat mengatakan jika Lara adalah anak berkebutuhan khusus. Dibilang bisu karena selalu diam, tapi dirinya tak memiliki riwayat disabilitas. Itu sebabnya ia tak terlalu memiliki banyak teman di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sea For Blue Whales
Teen Fiction⚠️DILARANG PLAGIAT! GUE VIRALIN, TUNTUT MAMPUS NNTI⚠️ "Kamu pernah bilang kalau kamu lautku Karang. Seperti namaku, Lara. Kita akan tetap bertemu ditepi saat semua orang mengutarakan lukanya dengan laut. Kamu adalah penyembuh Lara. Kita akan selalu...