Masa Depan dan Restu Orang Tua

14 0 0
                                    

Namaku Dinda Anidar, lahir di Sukabumi, 21 April 2001. Saat ini, usiaku 17 tahun. Aku sekolah di SMAN 1 Surade, tepatnya di kelas 12 IPA ?. Aku adalah anak ke-4 dari 3 bersaudara, dari pasangan Bapak Iip & Ibu Emy Maryami. Sudah 2 tahun berlalu, ibuku ditempatkan di sisi terbaik di surga-Nya. Itu adalah saat yang paling mengerikan dan menyedihkan. Kenapa? Karena, pada saat-saat terakhir ibuku masih bernafas, aku tidak bisa berada di sampingnya.

Saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, dimana setiap subuh selalu diadakan solat subuh berjamaah. Waktu subuh datang, dan ketika aku ingin mengambil air wudhu, tak terasa air mata menetes dengan sendirinya. Aku tak menduga itu sebuah pertanda/firasat. Aku lanjutkan solat subuh dan seperti biasa, aku membaca surat Yaasin untuk ibuku yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Ketika aku membaca ayat ke-4, tiba-tiba aku mendengar kabar bahwa ibuku meninggal dunia dari kakakku yang sedang menelpon. Dan pada saat yang bersamaan, aku mendengar speaker masjid yang mengumumkan kepergian ibuku untuk selamanya. Aku semakin tidak percaya. Apa ini mimpi atau bagaimana? Aku tak tahu harus bagaimana. Yang aku ingat, aku harus menemui ibuku sekarang juga. Aku lari ke arah pintu, tapi sebelum aku membuka pintu, sudah ada warga-warga yang terlebih dahulu menemuiku. Aku tertahan di pintu dengan pelukan erat para tetangga dan saudara, sembari mereka berbisik kepadaku bahwa aku harus kuat, aku harus ikhlas, aku harus tabah, aku harus bisa menerima semuanya. Tapi, bagaimana dengan kenyataan saat itu? Aku baru lulus SMP, aku harus bagaimana? Yang aku lakukan hanya terus menangis dan menunggu jenazah ibuku yang segera sampai.

Tapi aku bersyukur, bukan berarti aku anak yang senang dengan kepergian orang tua, tapi mungkin dengan cara itulah ibuku tidak merasakan sakitnya stroke, paru-paru, gagal ginjal, diabetes, dan penyempitan pembuluh darah di otak. Aku harus kuat. Aku bisa menghadapi semuanya. Dzuhur sudah tiba, Alhamdulillah aku bisa melupakan kesedihan yang aku hadapi dengan sahabat-sahabatku yang terus mendukungku. Akhirnya, aku sudah bisa memulai hidupku tanpa kesedihan, juga tanpa meninggalkan kewajibanku sebagai anak. Aku harus mendoakan orang tuaku.

Kini, aku sudah mempunyai ibu baru, namanya Ela Nuraela. Sudah setahun menjadi ibuku, kasih sayangnya sama, walaupun memang pasti ada bedanya.

Singkat cerita, kini aku sudah di ujung pendidikan di SMAN 1 Surade. Kurang lebih 1 bulan ke belakang, menjadi hari yang sangat menyedihkan dan membahagiakan. Kenapa? Karena saat itu, aku bingung untuk melanjutkan pendidikan setelah SMA nanti. Aku selalu bingung ketika semua orang bertanya kepadaku, kemana aku kuliah? Universitas apa? Jurusan apa? Semua itu membuat aku bingung dan juga bisa dibilang beban, karena aku tipikal orang yang memikirkan masalah. Tak jarang juga, sebulan itu aku sering melamun.

Aku kurang percaya diri jika aku harus masuk universitas. Orang tuaku selalu memarahiku ketika melihat laporan hasil belajarku. Aku tahu aku tidak pintar dibanding dengan saudara-saudaraku. Setidaknya, dengan cara memarahiku, tak lantas membuatku menjadi pintar. Justru, aku semakin tertekan dengan hal tersebut. Padahal, semua orang punya nasib & jalan hidupnya masing-masing.

Tepat pada hari Rabu di bulan November, ada sosialisasi dari IPI (Internasional Professional Institute) yang ada di Sukabumi, semacam kuliah singkat mengenai bagaimana bekerja di hotel bintang 5 dan kapal pesiar. 6 bulan pendidikan, 4 bulan penempatan magang, 2 bulan kerja. Di sana kita juga dilatih seperti pendidikan biasa, namun agak ditekankan dalam pendidikan Bahasa Inggris.

Bel yang menandakan pembelajaran selesai sudah terdengar. Semua murid dan guru bersiap-siap untuk pulang, begitu juga aku. Sekitar 15 menit di perjalanan, akhirnya aku sampai di rumah. Aku ganti pakaian dan aku sempatkan untuk mencuci bajuku. Karena aku teringat akan sosialisasi IPI tadi, akhirnya aku memberanikan diri untuk bicara kepada bapakku yang baru saja duduk dan menonton TV di ruang keluarga.

"Pak, tadi ada sosialisasi dari IPI Sukabumi. Kalau boleh, Dinda mau coba daftar ke sana," ucapku sambil ku berikan brosur yang aku bawa dari sekolah tadi.

Perbedaan Penuh Warna: Antologi Cerpen Kelas XII IPA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang