Kali Kedua pada yang Sama

7 0 0
                                    

Namaku Ica Herawati, lahir di Sukabumi pada 09 Juni tahun 2000. Saat ini, usiaku 18 tahun. Aku tinggal di sebuah desa yang jauh dari pusat keramaian, di Jalan Cimahi, Karangtengah. Aku sekolah di SMAN 1 Surade dan duduk di kelas XII IPA 2. Sejak kecil, aku tinggal bersama kedua orangtuaku dan kakakku. Namun, dua tahun yang lalu, Allah memanggil ibuku, meninggalkan kami bertiga. Jangan tanya apakah aku sedih atau tidak; perasaanku saat itu benar-benar hancur. Hatiku terlalu beku untuk menangis, dan bibirku terlalu kaku untuk tersenyum. Aku ingin bangun, tapi ini bukan mimpi buruk. Aku ingin berontak, tapi ini tak bisa diubah. Namun, aku tidak bisa terus berlarut-larut dalam kesedihan. Aku harus bangkit. Seiring berjalannya waktu, semua kesedihan mulai tertutupi. Aku percaya kalau Allah punya rencana di balik semua yang terjadi.

Hari itu, seperti biasa, aku bangun pagi dan memulai hariku dengan shalat Subuh. Hari ini adalah hari Rabu, dan aku berangkat sekolah sangat pagi karena hari ini adalah piketku di kelas. Sesampainya di kelas, ternyata hanya Ahmad dan Sindi yang sudah datang, 10 menit lebih awal dariku.

Sindi pun menyapaku, "Pagi, Ca. Tumben jam segini udah datang!"

"Eh, pagi juga, Sin. Hehe, iya, kebetulan hari ini piketku, jadi aku harus datang pagi-pagi," jawabku.

"Oh, pantesan," jawab Sindi.

"Iya," kataku.

Aku pun mulai menyapu ruang kelas. Satu persatu, teman-temanku mulai berdatangan. Tiba-tiba, ada seseorang yang menegurku dari belakang.

"Ca!" tegur Dilah.

"Eh, Dilah, kenapa?" sambil berbalik, aku menjawab.

"Maaf, Ca, aku kesiangan. Aku belum piket," ucap Dilah.

"Gapapa, Dil," jawabku. "Sini, sapunya. Aku mau piket," pinta Dilah sambil mengambil sapu yang kup egang. Aku pun meninggalkan Dilah yang sedang menyapu. Tak lama, bel masuk berbunyi, dan Pak guru pun datang. Kita semua belajar seperti biasa.

Oh, iya, aku juga punya sahabat. Mereka sangat baik kepadaku. Sudah banyak hal yang selalu kita lakukan bersama. Nama sahabatku adalah Indri dan Deyustika. Aku biasa menyapa mereka dengan panggilan Iin dan Tika.

Bel pulang pun berbunyi, dan kita semua pulang ke rumah masing-masing. Dalam perjalanan pulang, aku tak sengaja bertemu mantanku yang juga sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Kaget juga sih, setelah perpisahan itu. Sebenarnya, aku masih menyimpan rasa padanya. Kita berpisah karena dia ketahuan selingkuh dan lebih memilih selingkuhannya. Aku tipe orang yang susah jatuh cinta lagi jika sudah nyaman dengan seseorang. Dulu, sakit banget, bagaimana tidak, lagi sayang-sayangnya, dia pergi begitu saja. Tapi karena rasa sayangku lebih dalam dari sakit hatiku, rasa benci dan kecewa itu hilang begitu saja.

Dan betapa kagetnya aku, tiba-tiba dia mengirim pesan lagi. "P," sapanya. Aku bingung, harus gimana, harus jawab apa. Saat dia mengirim pesan lagi, tapi jujur, aku senang banget. Sudah lama, setelah 5 bulan yang lalu, dia baru mengirim pesan lagi, dan aku beranikan diri untuk menjawabnya.

"Iya, Def, ada apa?" Jawabku. Namanya Defaldi Eriza, tapi aku lebih sering memanggilnya Defal.

"Apa kabar, Ca?" tanya Defal.

"Kabarku baik, Def. Gimana kabarmu?" jawabku.

Sebenarnya, aku masih penasaran apa tujuannya mengirim pesan lagi dan menanyakan kabar. Apa dia mau mengajak aku balikan lagi? Tak lama, pesan dari dia masuk lagi.

"Syukur deh kalau kamu baik-baik saja. Aku senang mendengarnya. Kabarku juga baik, Ca," jawabnya.

"Iya, syukur deh," jawabku.

"Aku mau tanya dong, boleh gak, Ca?" ucapnya.

Hatiku deg-degan, kira-kira dia mau tanya apa, ya? Aku jawab lagi, "Nanya apa?" Singkatku.

Perbedaan Penuh Warna: Antologi Cerpen Kelas XII IPA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang