"Kismis, Kak," pinta Hyunjin tanpa mengalihkan fokus dari kanvas di depannya. Ia dan Minho sedang bersantai menikmati senja di teras belakang mansion.
Minho yang tadinya fokus menganalisis pergerakan grafik saham perusahaan di laptop pun terdistraksi, mendekatkan wajahnya pada Hyunjin dengan bibir mengerucut.
"Mau ngapain?!" Hyunjin menggeser duduknya agak menjauh, mengacukan kuas pada Minho.
"Tadi kamu bilang kiss me, 'kan?"
"Kismis, nyet!" Hyunjin buru-buru menepuk bibir karena tidak sengaja mengumpat, sebelum mulutnya disumpal tisu. Direbut setoples kismis dari pangkuan Minho.
"La la la la ... la ... la la la la~"
Han menggumamkan lagu LALALALA-Stray Kids, menghampiri dua kakak adik yang tampak terlihat seperti pasangan penikmat senja itu. Masih memakai setelan jas karena baru saja bertemu klien. Ia duduk di sebelah Hyunjin, melihat nabastala senja yang dilukis rekan sebayanya tersebut.
Mulai dari ibunya dan sekarang dirinya pun juga menjadi orang kepercayaan keluarga konglomerat membuat Han dapat keluar-masuk mansion tanpa canggung, seperti rumah sendiri. Ia juga pernah satu kampus dengan Hyunjin, hanya saja sudah lulus lebih dulu dengan tiga jurusan sekaligus dan langsung bekerja mendampingi Minho. Bahkan di saat bekerjanya, pemuda genius ini masih mengambil perkuliahan untuk jenjang magister.
Sedangkan Hunjin masih berkutat dengan skripsinya. Belum dilanjutkan karena banyak revisian, disuruh ganti judul penelitian yang belum pernah diteliti.
"Mau aja kamu, Han, jadi babunya Kak Minho," celetuk Hyunjin. "Kerja itu gak usah terlalu serius, bercandalah seperti gajimu."
"Heh jangan salah ya, Pret. Gajinya Han itu yang paling tinggi di antara pegawai lain bahkan hampir setara sama aku. Makanya dia gak pernah ikut demo kenaikan UMR," sahut Minho.
Han mengamati perdebatan dua bersaudara itu sambil memakan kismis yang dipeluk Hyunjin. "Hm, betul juga. Sebelum kamu masuk dunia kerja ...." Ia merangkul Hyunjin. "Coba kutanya, mukamu ada berapa?"
Hyunjin mengerutkan kening, menoleh pada laki-laki di sebelahnya. "Satu, lah!"
"Hm-hm." Han menggeleng. "Nih, kalau mau kerja di perusahaan minimal mukanya dua."
"Ya gak apa-apa, lah. Justru karena mukaku cuma satu nanti di perusahaan aku cari muka," sahut Hyunjin santai.
Minho menyemburkan teh lemonnya. "Jangan ngajarin adek gue yang gak bener lo, Han. Dia udah bego malah lo bego-begoin."
Alis Hyunjin bertautan. "Aku gak bego. Siapa yang bego, hm?!"
"Iya, tuh," interupsi Han. "Jinnie gak bego, kali'. Mukanya aja kayak orang susah gitu."
Hyunjin memicingkan matanya pada Han dengan tangan mendekap di depan dada.
"Maksudku, susah dilupain," lanjut Han terkekeh sambil melahap seluruh kismis yang ditampung di telapak tangan.
"Aish, chagiya!" cicit Hyunjin bersandiwara malu-malu bajing, memukul keras punggung Han. Memang beginilah kelakar mereka berdua.
Laki-laki dengan mulut penuh kismis itu tersedak. Segera diraih teh lemon milik Minho yang tersisa setengah.
"Apaan? Lo takut liur gue tercampur apa gimana, huh?" protes Han saat Minho tiba-tiba memasukkan sedotan ke gelas minumannya.
"Gue cemburu kalo bibir lo nempel di bibir gelas, Han," goda Minho dengan salah satu sudut bibirnya terangkat.
"Bisa aja lo, kocheng oyen," sahut Han dan meminum teh lemonnya sampai tidak bersisa. Sudah minta, dihabisin pula. "Eh, si maknae mana? Kagak ada nongol, apa karena gak mau jadi orang ketiga di antara kalian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sunshine
Fanfiction❝Kalau merasa hidup gak gwencana, menepilah dan teriak Shibal Sekiya!❞ Drama | Comedy | Brothership | Revenge Tragedy Tragedi malam itu raib dalam ingatan. Dia hidup sederhana bersama dua bersaudara dan tinggal cukup jauh dari Distrik 9. Keberadaan...