Karang berdiri menatap pintu besar di depannya. Tubuhnya menegang, jantungnya berpacu cepat. Berkali-kali ia mengatur nafas, memejamkan mata untuk menguatkan diri. Berfikir bahwa semuanya pasti akan baik-baik saja setelah memasuki ruangan itu.
"Its okay Karang, lo bakal tetep hidup. Ini bukan yang pertama kali kan?"
Setelah memantapkan diri, perlahan ia membuka kenop pintu. Nampak wajah garang David yang sedang memandang marah pada dirinya. Ayman sekretaris David juga disana. Berdiri di belakang tuannya yang duduk dengan angkuh di meja kerja.
Karang segera menempatkan diri. Tepat di depan meja besar itu dia merunduk menyatukan kedua tangannya.
Lelaki paruh baya itu terlihat berusaha mengontrol emosinya, bibirnya terasa kelu sebab menahan amarah yang sudah tertahan. David mendengus keras. Meraba sesuatu di dekatnya meraih patung besi pajangan meja.
"Angkat wajah kamu," perintahnya dingin. Membuat Karang dengan cepat mengangkat wajah lalu,
Buggg
Benda keras terlempar tepat mengenai dahinya disusul dengan suara patung besi yang jatuh bergelontangan. Karang memejamkan matanya, merasakan sakit yang teramat di kepala. Kelopak matanya mencegah agar darah yang bercucuran itu tak masuk ke dalam mata. Mengerang tak bersuara berusaha mempertahankan postur tubuhnya.
"Maaf Ayah," ucapnya lirih. Ini pasti karena semalam dirinya ketahuan pulang malam, atau absen les sore.
David mengerutkan keningnya, tangannya memegang pangkal hidung meminimalisir rasa pusing yang menjalar. "Kamu ngga bisa menyelesaikan kerjaan gampang seperti itu? Memalukan! Kamu udah malu maluin saya di depan rekan kerja!"
Karang mengangkat wajah, masih tak paham alasan David sangat marah. "Ella itu putri semata wayang Tirto yang benar dia jaga tapi kamu... Kamu tidak mengantar pulang dengan selamat malah meninggalkan dia sendirian?! Lelaki macam apa kamu! Saya dianggap gagal mendidik anak laki-laki! Mau ditaruh mana muka saya?!" David meninggikan suaranya, urat wajahnya terlihat menonjol.
Dengan pandangan yang sudah berkunang, Karang hanya bisa menggigit bibir merunduk dalam dalam. Berharap ia segera keluar dari ruangan.
"Pulang larut malam, bolos bahasa Mandarin, besok apa lagi?! Papa sekolahkan kamu di SHS agar menjadi nomor satu bukan malah mencontoh para berandalan berandalan miskin itu! Ingat, kamu berbeda dengan mereka!"
"Maaf yah, Kar—"
"Orang kaya kamu harus diberi pelajaran Karang."
Karang reflek mengangkat wajah, membulatkan mata, menggeleng cepat. Tubuhnya meremang saat itu juga. "Ngga, jangan! Karang janji ngga akan kejadian hal kaya gini lagi," Karang memohon.
"Ayman, keluar urus penerbangan setelah ini. Saya harus menyelesaikan ini dengan cepat."
David adalah David. Lelaki yang memiliki obsesi kesempurnaan dalam hidupnya. Bagaimana ia sudah terbiasa mendapatkan tatapan memuja, semua orang akan tunduk begitu mendengar namanya. Menjadikan dia manusia angkuh sampai lupa jika dirinya juga sama dengan manusia lainnya.
Kesempurnaan yang menjadi tuntutan keluarga secara turun temurun, perlahan menjadikan ketamakan. Semua sempurna, harus sempurna! Taka ada yang boleh cacat dalam keluarganya, termasuk Karang yang sekarang menjadi objek obsesi selanjutnya.
Ayman menegakkan tubuhnya. Memandang ragu ke arah Karang yang menatap permohonan pada dirinya. Namun setelahnya dia hanya bisa pasrah membungkukkan badan. "Baik Tuan," ucapnya sebelum benar meninggalkan ruangan itu. Menutup pintu besar dan berdiri di depan. Berusaha menulikan pendengaran dari erangan kesakitan dalam sana.
-
-
-
Seperempat jam berlalu. Lelaki tinggi itu keluar dari ruangan. Luka lebam di mana-mana. Bajunya yang kusut acak-acakan dengan tatapan yang mendingin.
Ayman yang sedari tadi berdiri menunggu di depan ruangan langsung menyambar. "Tuan tidak papa? Saya panggilkan dokter Renald untuk menyembuhkan luka anda,"
Karang menoleh menatap tajam, berjalan mendekat lalu merunduk, membuang ludah yang merah bercampur darah di pot tanaman hias belakang Ayman. "Dari pada lo panggil dokter setelah gua disiksa, mending lo panggil polisi buat tangkep manusia bejat kaya dia," katanya dingin yang membuat Ayman seketika menegang.
Lelaki itu berjalan meninggalkan Ayman yang masih diam. Tertatih-tatih sebab tubuhnya melemas. Lalu seketika dirinya teringat dengan seseorang.
Alena, wanita itu juga pernah dalam posisi ini. Tapi, dia lebih dulu menyerah ketimbang dengan dirinya. Sekarang tinggal Karang seorang. Sendirian. Ia tak tahu harus mengadu pada siapa. Tak ada orang yang benar ia tuju saat dalam kondisi seperti ini.
"Kalo gitu, jadiin gue milik lo. Biar ngga ada yang bisa ganggu gue karena gue milik lo,"
Karang tersenyum tipis. Ia tahu harus pergi kemana.
-
-
-
Seorang gadis dengan pakaian santainya menuruni tangga. Ia menguap, merasa segar setelah menyelesaikan tidur siangnya. Membuka kulkas untuk menghabiskan air putih botol besar yang sudah memiliki label nama. Aige, Avi, Lara.
Aige itu orang yang suka hidup sehat. Ia membiasakan kedua adiknya untuk meminum habis air 2,5 liter yang ia sediakan dari pagi. Harus habis! Kalau tidak ada hukumannya. Saat meneguk air, Lara menyempatkan main magnet karakter lucu yang menempel di kulkas, ia suka. Membaca tumpukan kertas sticky note yang tertempel banyak disana. Isinya pesan Aige, atau ketiganya yang meninggalkan makanan larangan untuk dimakan, hukuman hukuman, catatan belanja, dan foto polaroid yang mereka tempel.
Tok tok tok
Suara ketikan pintu terdengar. Membuat Lara menoleh lalu mengembalikan botolnya. Berjalan ke arah pintu depan. Tak mungkin Aige, dia kalau bekerja pulang malam, Avi juga kalau main bareng temennya sampai sore sekali.
Begitu membuka pintu, gadis itu terkejut mendapati sosok Karang yang berdiri di depan pintu. Wajahnya terdapat darah yang mengering dari pelipis kepalanya. Wajah pucat dan luka lebam, menatapnya dengan pandangan datar.
"Karang? Lo—"
Brukkkk
Lara membelalakkan matanya saat tubuh lemas Karang ambruk di depannya. Membuat Lara reflek menangkap lelaki bongsor itu.
"Kar! Karang! Kenapa?" Lara dengan segenap usahanya menahan tubuh Karang agar tak terjatuh.
"Kalara...." dengan mata terpejam, Karang masih sempat memanggil gadis di depannya.
Lara merapatkan bibir, dirinya yang semula panik seketika terdiam merapatkan bibir. Menikmati suara halus Karang yang berdengung di telinganya. Merasakan desiran aneh dalam dadanya. Lagi.
Karang, manusia yang pertama kali membuat Lara sebingung bingungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sea For Blue Whales
Novela Juvenil⚠️DILARANG PLAGIAT! GUE VIRALIN, TUNTUT MAMPUS NNTI⚠️ "Kamu pernah bilang kalau kamu lautku Karang. Seperti namaku, Lara. Kita akan tetap bertemu ditepi saat semua orang mengutarakan lukanya dengan laut. Kamu adalah penyembuh Lara. Kita akan selalu...