Kehilangan Janin

233 12 0
                                    

Bel masuk berbunyi, Arkan menyiapkan buku dan berjalan menuju kelas Diva untuk melakukan pembelajaran.

“Woi, Abang gue yang paling ganteng!” teriak Gala dari kejauhan.
Gala berlari mendekati Arkan, lalu menubruk punggung Arkan.

“Ngapain lo?” tanya Arkan sambil menunjukkan wajah datar.

“Masa gue ngga boleh sapa kakak sendiri,” jawab Gala.

“Tapi sapaan lo bikin geli,” sahut Arkan.

Gala terkekeh sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu mereka berjalan menuju kelas yang berada tidak jauh dari ruang guru.

Gala memutar gagang pintu. Namun, pintu tidak kunjung terbuka meskipun dia berkali-kali memutarnya.

“Kenapa?” tanya Arkan.

“Pintunya dikunci,” jawab Gala.

“Coba gue lihat,” tutur Arkan.

Arkan mengintip dari jendela. Matanya terbelalak ketika melihat Diva terkapar dengan kondisi bersimbah darah.

“Diva!” teriak Arkan mengejutkan Gala.

“Kenapa?” tanya Gala.

Arkan tidak menjawab dan mengambil ancang-ancang mendobrak pintu.

Gala langsung menepi ketika Arkan memberikan tendangan maut untuk mendobrak pintu tersebut.

PRAK!!

Pintu terbuka dan terlihat Diva yang terkapar dengan kondisi bersimbah darah. Arkan berlari menghampiri Diva, lalu menggendong Diva dan berlari meninggalkan kelas. Gala mematung, ia terkejut melihat darah Diva yang berceceran di lantai.

Arkan berlari menuju pintu gerbang. Seluruh murid dan dewan guru tercengang melihat aksi heroik Arkan untuk menyelamatkan Diva.

“Diva kenapa, Pak?” tanya Dinda sambil mengikuti Arkan.

“Ngga tahu,” jawab Arkan singkat.

Arkan masuk ke dalam mobil dan menancapkan pegas mobilnya. Dia tidak peduli dengan teriakan para guru yang berusaha menghentikannya. Nyawa Diva lebih penting dari reputasinya sebagai guru di sekolah.

“Di mana Kak Arkan?” tanya Gala pada Dinda yang masih tercengang.

“Dia pergi,” jawab Dinda.

“Ayo, kita susul!” seru Gala.

Gala menarik tangan Dinda dan berlari menuju motornya, lalu mereka menaiki motor dan menyusul mobil Arkan yang melaju dengan begitu kencang.

Gala menarik pegas motor, berusaha mengejar mobil Arkan yang sudah berada jauh di depan. Gala menyingkirkan berbagai pertanyaan yang berputar di otaknya.

>>

Sesampainya di rumah sakit, Arkan memberhentikan mobilnya lalu menggendong Adiva dan berlari menuju rumah sakit. Dia memasuki lobi dan berteriak memanggil perawat.

“Ada apa, Pak?” tanya perawat sambil menghampiri Arkan.

“Istri saya pendarahan,” jawab Arkan.

Beberapa perawat bergegas membawa brankar, kemudian mereka mendorongnya menuju ruang UGD. Arkan mengikuti perawat sambil menggenggam jari-jemari Diva. Dia terus memanjatkan doa untuk keselamatan istri dan calon anaknya.

“Silakan tunggu di luar. Biar dokter yang menangani,” kata perawat.
Perawat masuk ke dalam bersama brankar yang membawa Diva.

Pintu tertutup rapat dan Arkan menjatuhkan tubuhnya di lantai. Kakinya lemas tapi dia berusaha menahannya demi menyelamatkan nyawa Diva.

“Bodoh! Lo gagal jadi suami!” Arkan menghardik dirinya sendiri. Dia memukul wajahnya dan berteriak.

“Diva mana? Dia baik-baik saja?” Dinda dan Gala memberikan seribu pertanyaan saat sampai di depan UGD. Arkan hanya mematung dan menunduk sedih. Air matanya mengalir deras sehingga dia tidak sanggup menuturkan kata apa pun.

“Lo jangan sedih. Diva pasti baik-baik saja,” tutur Gala sambil menepuk bahu Arkan.

Gala duduk di samping Arkan, lalu menyandarkan Arkan di pundaknya. Ia berusaha menenangkan Arkan.

“Kita harus usut siapa pelakunya! Gue bakal suruh Papa buat cari pelakunya!” seru Dinda dengan menggebu-gebu.

Dinda menelepon Papanya dan menceritakan kejadian naas yang menimpa Diva, sedangkan Gala masih menjaga Arkan yang tidak berdaya.

Tiba-tiba pintu UGD terbuka, dokter keluar dan mendekati Arkan yang terduduk lemah.

“Permisi, saya bisa bicara dengan kerabat pasien?” tanya Dokter sambil menatap Gala dan Arkan.

Gala melihat Arkan yang masih menunduk tidak berdaya, kemudian Gala berdiri menghampiri dokter.

“Saya adik iparnya, Dok. Bagaimana kondisi pasien?” tanya Gala.

“Janin yang berada dalam kandungan pasien mengalami keguguran. Saya sudah berusaha maksimal tapi Tuhan berkata lain,” ungkap dokter.

Gala tercengang, tiba-tiba matanya mengeluarkan air mata. Dadanya terasa sesak sehingga tidak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun.

“Saya permisi,” tutur dokter sambil pergi meninggalkan ruang UGD.

Suasana menjadi hening, baik Gala maupun Arkan tidak sanggup menahan kekecewaan terhadap dirinya sendiri karena mereka telah gagal melindungi Adiva terutama janin yang ada dalam kandungannya.

“Kalian kenapa?” tanya Dinda setelah usai menelepon Papanya.

“Adiva keguguran,” jawab Gala.

“Apa? Ngga mungkin! Lo pasti bohong!” teriak Dinda tidak percaya.

Gala tidak menjawab, membiarkan Dinda berbicara sendiri. Dinda tidak percaya jika sahabatnya mengalami keguguran, ia tahu Diva adalah perempuan yang kuat dan tidak mungkin dia menyerah mengandung bayi yang sudah mereka nantikan.

Love My Teacher [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang