15. Cemburu Ala Avi

4K 232 5
                                    

"Gitu Ge, lo bayangin aja dia tiba-tiba pacaran sama orang yang bener gue benci banget sesaentero Swadaya. Gue tau cowoknya tuh kaya gimana dia malah sembarangan pacarin gitu aja." Avi tak henti hentinya mengoceh keluhan dia saat tahu Lara pacaran dengan Karang.

Aige yang sedang memotong sayuran untuk makan malam mereka merasa lelah, mendengarkan keluhan Avi entah keberapa kalinya sedari pulang sekolah. Sedangkan Lara tak berbuat banyak, ia dengan santainya melahan camilan di kursi makan. Mengangkat kedua kakinya untuk menahan toples yang ia pegang. Berlagak tak peduli dengan ocehan Avi yang nampak frustasi sedari siang.

"Duduk," suruh Aige membawa panci berisi sop buntut yang mengebul menggoda.

Avi mendekat mengikuti Aige yang mulai sibuk mengangsur masakan dia dari dapur. "Kenapa lo ngga ngomong apa apa si? Lo mau Lara pacaran sama orang begituan? Nanti kalo Lara di sakitin gimana?" katanya lupa kalau dirinya sendiri adalah pembuat rasa sakit pada semua wanita yang mengejarnya.

Aige menghelaikan nafasnya. Diam lalu menatap Avi dengan pandangan datarnya. Seolah tau apa yang sedang Aige perintahkan, Avi nurut untuk duduk disebrang kursi Lara dengan perasaannya yang masih menggebu. Menatap permusuhan dengan sang adik.

Mereka hanya diam setelah itu Aige menyusul duduk disebelah Avi. "Kita bisa dengerin alesan Lara dulu, Vi,"

"Aku ngga pacaran sama Karang," sambar Lara.

"Karang punyaku, kaya gitu ngga pacaran? Hah? Ngapain kamu deket sama orang jelek kaya dia!" Avi mencibir, meniru bicara Lara saat tadi.

Lara melotot tak suka. "Dih, Avi yang jelek!"

Avi seketika merapatkan bibirnya. Merasa jika kini sang adik malah membela lelaki lain yang sudah ia anggap sebagai musuhnya.

"Tuh tuh! Denger Ge, dia kenal Karang jadi berani nyolot sama kakaknya sendiri," adunya mengompori.

Karang dan Avi benar bertengkar tadi. Lebih tepatnya Avi yang banyak tantrumnya sih, Karang tak melawan banyak karena atek-atek Avi yang sigap memisahkan. Berakhir dirinya yang heboh sendiri melompat sana sini.

"Trus, kamu pacaran sama dia atau engga?" tanya Aige mengatakannya sembari menyentongkan nasi keatas piring.

Lara kembali bersandar ke kursi. Menurunkan pandangannya masih ragu dengan hubungan mereka. Memang orang yang saling suka harus pacaran?

"Dia laut aku," ucap Lara sedikit bergumam.

Jawaban itu sukses membuat Aige dan Avi terdiam berhenti bergerak. Bahkan Avi yang sedang menyomot tulang sapi itu mematung menatap lurus kearah perempuan di depannya.

Wajah Aige yang awalnya datar berubah mengembang. Bibirnya terangkat begitu saja. Dari cerita Avi tadi Aige sebetulnya hendak tak percaya. Mengetahui jika Lara bukan sembarang anak yang mengklaim seseorang menjadi teman, atau ikatan lainnya.

Tapi dia bisa dengan jelas mengatakan bahwa dia dan orang yang disebut Karang itu memiliki hubungan. Meski teman saja Aige sudah bersyukur.

"Laut? Kenapa?"

Lara menegakkan tubuh, menyendokkan nasi dan berkata sebelum nasi itu masuk kedalam mulutnya. "Ngga perlu tau," jawab Lara malas. Ia kembali terdiam dengan wajah datarnya biasa.

Aige menipiskan bibirnya. Membuang nafas pelan lalu menyendokkan daging sapi itu ke dalam piring Chua. "Iya, makan yang banyak dulu ya... besok kenalin ke Gege kalo mau,"

-

-

-

"Sel, liat deh. Bagus ini, ato yang ini?" Pinkan mendekat menunjukkan layar ponselnya. Membuat Selena yang sedari tadi melamun menyangga dagu itu buyar.

"Yang pertama bagus," jawabnya asal.

Pinkan menyerit. "Tapi yang kedua kaya lebih classy gitu ngga sih? Warnanya lebih match sama dress yang mau gue comblangin. Yang itu loh, kemarin di dies natalis kantor bokap lo,"

Selena masih tak fokus, membuat gadis di sebelahnya berdecak kesal. "Ck, lo dengerin gue ngga sih?"

"Iya..." kata Selena masih tak merubah ekspresi wajah bad moodnya.

Pinkan tersenyum lebar kembali menatap layar dengan semangat. "Papi ngasi gue reward karna bagus nilai matematikanya," ucapnya girang.

"Heleh, joki kan lo?" Leo yang sedang mencatat pelajaran di bukunya mencletuk.

"Dih sewot!" kata Pinkan melirik tak suka.

"Katanya bokap mau ganti tutor bahasa Perancis," Karang mengeluarkan suaranya, masih fokus pada i pad di depannya.

Pinkan yang sedari tadi santai main game di ponsel menegak. "Kenapa?"

"Ck, terakhir dia kan telat sepuluh menit," ujar Leo.

"Cuma itu? Gue rasa trauma terakhir kali kita kerjain," Pinkan tak yakin.

Pikiran Gabriell menerawang. Mengingat kejadian minggu kemarin saat dirinya menyajikan Amedei Porcelena Chocolate Bar, oleh-oleh keluarganya yang sehabis liburan di Italia. Ia sengaja meletakkannya di atas meja saat les kemarin, tutornya juga tak ragu untuk makan saat ditawarkan.

Gabriell dengan entengnya mengatakan bahwa satu suap batang coklat itu seharga 1,3 juta sedangkan si tutor sudah memakan lima buah. Membuat dia membelalak kaget dan meminta maaf. Yang membuat keterlaluan adalah mereka semua menertawai ekspresi kagetnya. Leo juga dengan iseng mengatakan 'ini ngga gratis,'

Mungkin dari situ dia menjadi trauma akhirnya resign.

"Eh ho oh, dia ampe merah nahan nangis mukanya gila!" GPinkan yang teringat seketika tertawa terbahak. Menggeplak Selena di sampingnya.

"Leo noh," tuduh Gabriell.

"Lah kok gua? Itu dessert punya lo goblok," Leo tak terima.

"Ya kan elo yang bilang suruh ganti suruh ganti, ngambek kan?" balas Gabriell.

"Canda doang elah. Dianya aja yang baperan," ucap Leo mencibir. Membenarkan posisi duduknya.

"Ngga papa sih ganti tutor, dia pas ngajar juga bajunya itu itu terus. Bikin eneg liatnya, mana bau matahari lagi," kata Pinkan terkesan merendahkan.

Selena yang berada di sampingnya langsung menyambar. "Heh mulut lo!"

"Dia cuma kerja, sama kaya orang tua kita. Cuma beda profesi dan gaji. Jangan suka ngerendahin orang, mending kalian perbaiki sikap kalian biar ngga ada lagi tutor yang resign karna kelakuan bocah kalian." Karang tak tahan membuka mulutnya. Menyalurkan rasa kesal karena tingkah ketiga temannya yang sering kali membuat masalah.

Setelah mengatakan itu Karang segera mengemasi barangnya. Melemparkan tatapan dingin pada semua teman-temannya di ruangan sebelum akhirnya dia menghilang dari balik pintu. Menutup pintu itu dengan keras.

Mereka semua saling memandang kebingungan, lagi Selena yang juga beranjak pergi menyusul Karang. Pintu itu terbanting dua kalinya.

"Cih, biasa udah terkontaminasi anak kampung," ujar Gabriell berdecih.

"Ngomong di depannya kalo berani," ejek Leo. Membuat Gabriell melotot kesal lalu kembali fokus pada i padnya.







Sea For Blue WhalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang