18. Ingat?

4.2K 210 0
                                    

Lara bersungut. Diam menarik ujung baju Karang mengekorinya dari belakang. Sungguh Lara tidak tahu Karang membawanya ke taman main untuk apa. Pemuda itu tak mengatakan perihal apa pun sebelumnya.

Mungkin kebiasaan Lara satu ini sedikit aneh. Gadis itu selalu takut kesasar ditempat ramai. Dia juga selalu terganggu dengan bunyi berisik. Membuatnya tak nyaman dan sangat menyebalkan baginya.

Karang yang tadi menyadari gelagat Lara saat menarik ujung seragamnya juga sempat terheran. Pemuda itu menawarkan untuk bergandengan setelah izin, namun Lara menolak. Gadis itu sedikit marah karena Karang yang seperti menyembunyikan sesuatu darinya.

Tepat mereka sampai di play ground, langkah Karang terhenti. Memandang lurus arah perosotan sembari membuang nafas dalam. Cukup lama, membuat Lara yang sedari tadi kebingungan ikut memandangnya. Ia rasa, tempat ini seperti tak asing baginya?

"Sebenernya kita mau ngapain?" tanya Lara heran. Beberapa detik setelahnya, Karang baru menoleh. Tersenyum tipis menatap penuh arti. "Kita harus banyak berterimakasih dengan tempat ini, Ra," katanya lirih.

Lara menyatukan alis. Masih tak paham. Memilih mengedarkan pandangan lalu melangkah arah ayunan dan mendudukkan bokongnya untuk bergelayut kecil. "Kenapa? Karena pas kecil tempat main kaya gini yang ngehibur kita?" tanya Lara asal beralibi.

Karang melangkah mendekat. Duduk di satu ayunan sebelah Lara. Kakinya yang panjang itu juga menggerakkan kecil untuk berayun.

Terjadi keheningan pada keduanya. Sampai pada saat Karang mengeluarkan benda kecil dari sakunya. Ia sempat menatapnya lama. Banyak hal yang berkecamuk dalam pikirannya. Bagaimana ia tak menyangka pemilik dari plester biru lusuh lima tahun lalu itu sekarang benar ada di samping dirinya. Ditempat yang sama pula awal mereka bertemu.

Lain halnya dengan Lara. Gadis itu sedang sibuk mempertanyakan sebenarnya apa hubungan yang sedang mereka jalani. Kenapa Karang bisa bersedia menjadi lautnya? Karang yang tiba-tiba peduli dengannya seolah pemuda itu memang ditakdirkan untuknya? Bukankah mereka baru saling mengenal? Kenapa Lara merasa Karang sangat memahaminya seperti pemuda itu mengenalinya sangat lama?

"Kalara..."

"APA?!" sambar Lara reflek.

Karang terperanjat kecil. mengerjap memandang Lara dengan ekspresi kagetnya. Lara yang menyadarinya itu berdeham kecil merasa canggung. Harusnya Lara tak langsung marah begini bukan, sih?

"Kamu marah?" tanya Karang lembut.

Lara meneguk ludahnya susah payah. Suara halus Karang membuat semua orang merasa tak tega untuk membuat nada tinggi dengan pemuda itu. Apalagi tatapan tenangnya. Ah, sudahlah. Lara menyerah. Pesona Karang memang sukses membuat siapa pun akan terhipnotis dengan mudahnya.

Gadis itu merunduk. Menatap sepatunya yang bergerak membentuk pola acak di bawah sana. "Tentang kamu yang mau jadi laut aku itu..."

"Kenapa? Kamu ragu?"

Lara terkesiap, selanjutnya semakin merunduk dalam. Tak paham kenapa Karang bisa tertarik untuk menjadi lautnya. Lara selalu ragu dengan semua orang yang mau dekat dengan dirinya. Dia pendiam, berperilaku buruk, gampang marah, tak asik. Lalu apa yang membuat Karang menyukainya?

Karena dia cantik?

Karang menghembuskan nafasnya pelan. Kalau boleh jujur, Karang sama khawatirnya. Ia takut jika suatu saat justru perasaan yang Karang miliki ini bisa membahayakan gadis itu. Mengingat kalau ayahnya bisa dengan mudahnya menyingkirkan apa yang telah mengganggu obsesinya tentang kesempurnaan.

Sedangkan definisi sempurna menurut David adalah majunya perusahaan, dan semua di dalamnya. Termasuk penerusnya, Karangga Elbar Hysi.

Konferensi pers perkenalan Karang sebagai penerus perusahaan tak lama lagi. Harusnya ia lebih fokus dengan itu. Tapi di sisi lain, Karang tak bisa bohong kalau dirinya membutuhkan Lara di sampingnya.

Sea For Blue WhalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang