11. Chunnin.

164 30 0
                                    

Setelah selesai dengan pekerjaan rumah, aku memutuskan untuk pergi ke tempat biasa saat dulu aku berlatih bersama tim ku. Aku berjalan seorang diri di tengah-tengah keramaian desa.

Selama perjalanan, aku sempat mendengar berbagai bisikan yang tidak enak di telinga ku. Entah itu tim ku yang bubar, kematian Ryuji atau aku yang di cap sebagai pembawa kutukan.

"Ayah dan ibu nya mati. Klan nya terbantai dan hanya menyisakan dirinya. Tim nya bubar dan lagi-lagi hanya menyisakan dirinya. Semua yang berada didekatnya entah pergi atau mati. Bukankah itu aneh? Sepertinya dia membawa kutukan."

Seketika aku berhenti berjalan dan menoleh ke arah suara lalu menatap tajam. Jika saja tatapan bisa membunuh, kurasa aku sudah membunuh semua orang di desa ini. Kulihat anak perempuan seusiaku tengah berbisik-bisik ria dan saat aku menatapnya, dia pura-pura melihat ke sembarang arah.

Aku berjalan menghampiri nya seraya bersedekap dada "Apa alasan kau berkata seperti itu?" Tanyaku dengan nada datar yang kentara.

Anak perempuan itu terlihat gelagapan lalu cengengesan "Bukan apa-apa kok!" Kilahnya masih dengan cengengesan.

Aku mengangkat dagunya dengan jari telunjuk ku dan menatap tajam "Gunakan mulutmu untuk hal yang berguna. Menceritakan kejelekan ataupun tragedi yang dialami seseorang tidak membuat mu terlihat suci! Jadi berpikir lah sebelum berkata. Mengerti?" Ucapku penuh penekanan.

Lalu aku kembali bersedekap dada dan menatap mereka secara bergantian "Bagaimana jika kalian berada di posisi ku hm? Melihat orang-orang mati dan pergi didepan matamu sendiri. Apa kalian yakin bisa menghadapinya? Kheh, kurasa kalian pasti sudah menjadi gila walau baru sekali melihat. Kalian tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Jadi tidak usah membicarakan hal yang tidak penting."

Setelah itu aku kembali melangkah pergi meninggalkan ke enam anak perempuan yang sepertinya terdiam membatu di tempatnya.

Aku terus berjalan hingga pada akhirnya aku tiba di tempat biasa latihan. Ah, tempat ini terasa sangat sunyi dan sepi. Sungai yang mengalir dengan tenang, terdapat tiga batang pohon yang selalu menjadi sasaran kunai dan shuriken, lalu terdapat lahan luas untuk pertarungan satu lawan satu.

Dulu, di saat semua nya baik-baik saja, Yura-sensei pasti akan tertidur satu detik setelah dirinya berada di sini. Dia itu benar-benar seperti koala. Aku terkekeh, kemudian, Gin bertingkah ekspresif dan heboh lalu Ryuji yang ogah-ogahan namun tetap membalas setiap ucapan Gin atau mereka berdua berseru kompak membangunkan Yura-sensei.

Aku terkekeh lalu sedikit mengusap mata kanan ku yang terasa basah dan mendongak untuk menatap langit siang.

Sekarang berbeda.

Tidak ada lagi Yura-sensei dengan hobi tidur anehnya. Tidak ada lagi Gin yang heboh. Tidak ada lagi Ryuji yang perhatian. Sekarang, yang ada hanya aku, aku seorang diri di sini.

Lalu aku kembali menunduk dan mendudukkan diri ku di atas padang rumput. Aku menatap air sungai yang masih terus mengalir dengan tenang.

"Terus berjalan di jalan mu sendiri. Tetaplah menjadi Mirei yang seperti ini dan temukan jawaban mu sendiri. Kami percaya padamu, Mirei."

Ucapan Hiruzen terlintas di benakku. Berjalan terus di jalan ku dan temukan jawaban seorang diri? Aku sedang melakukan itu walau, aku sendiri tidak tau akan berhasil atau tidak.

Kalian percaya padaku? Aku bahkan mencoba bunuh diri saat itu.

Aku menghela nafas dan bergumam "Hei.. Aku bahkan pernah menyerah dan melakukan hal bodoh. Saat ini aku memang masih berjalan di jalan ku. Namun jika suatu saat nanti aku salah jalan, apakah ada yang akan memperingati ku untuk kembali ke jalan yang benar?"

ReiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang