Wait! What?

485 50 6
                                    

"Udah, 'kan? Rapat gue tutup sekarang, sampai jumpa di pertemuan selanjutnya, good luck, guys!"

MENGEMASI beberapa alat yang tergeletak di meja, Haura juga sesekali melirik jendela, dimana masih ada Nata yang berbincang sembari tertawa kecil dengan lelaki, yang diketahuinya adalah pacar salah satu anggotanya.

"Hau, nanti kunci pintunya taruh di tempat biasanya, ya!" Pesan Ibu KETOS kalau gak diiyain takut makin ngomel. Haura sih iya-iya aja dari pada kena. Dilihat-lihat, mood-nya juga lagi bagus sih makanya minim ngamuk.

Setengah enam sore, dan mereka baru saja keluar ruangan. Kecuali Nata yang justru masuk menyusul pacarnya. Dirinya mengambil tas Haura dari sofa ruang OSIS untuk dibawa keluar lebih dulu, seperti biasa.

"Bukannya pulang duluan sama yang lain, malah nangkring di sini. Biar apa?" Haura bertanya sambil mengistirahatkan dirinya, senderan di sofa sambil nikmatin AC yang mulai kerasa dinginnya.

"Ditungguin bukannya makasih?" Nata mengangkat sebelah alisnya, lalu mendekat pada Haura dan duduk di sebelahnya.

Dari,pada anggota OSIS yang lain, kayaknya Nata lebih sering duduk di sofa ini. Hampir setiap hari, waktu nunggu Haura keluar ruangan bahkan saat masih ada beberapa anggota tersisa.

Ruangan luas milik OSIS Kertajaya yang dibangun khusus juga kerap menjadi dan sekarang menyandang gelar 'bangunan kencan' oleh anggotanya, karena Nata dan Haura, juga beberapa lainnya.

"Makasih."

"Gak ikhlas banget lo?"

"Mau lo apa sih, Nat? Capek banget gue sumpah jangan ngajak ribut dulu."

Nata hanya tertawa melihatnya. Haura mode habis baterai dan kurang hidrasi membuatnya gemas. Tak urung juga memendam kesal untuk Ketua OSIS yang tadi ikut menyapanya.

"Sini deh, Hau."

Haura mendekat, menyembunyikan diri dalam pelukan Nata yang lumayan nyaman. Gimana ya.. Mau dibilang nyaman banget juga kurang, masalahnya jaket Nata gak enak bahannya.

"Jangan tidur, jir. Pulang gak sih?"

Berdecak kesal, Haura memancing tawa Nata. Dirinya sebenarnya hanya ingin menggoda Haura yang perlahan memejamkan mata. Tapi takut-takut terlelap beneran, 'kan repot yaa kalau harus gendong-gendong. Bukannya Nata gak mau direpotin Haura, tapi JAUH banget jarak ruang OSIS ke Parkiran.

"Makan dulu ya, Nat? Laper banget gue, sialan emang Nadin," usul Haura sekaligus curhat, diangguki oleh pacarnya yang iya-iya aja daritadi.

Gini nih kalau lagi akur.

"Mau makan apa? Gak ada jawaban terserah, dari pada gue turunin lo di sini ya, Hau."

"Apa sih, mie ayam aja udah. Sama apa yaa, roti bakar di sebelahnya ituloh, yang biasanya Cia beli."

"Bungkus tapi? Apa mau makan di sana?"

"Ya gapapa di sana aja, ntar kalau dibawa pulang duh si Hera kebiasaan nguntit makanan gue."

Keluhan Haura setiap pulang membawa makanan; nanti diambil Hera.

Hera itu adiknya, Haura anak sulung dari dua bersaudara. Papanya arsi yang jarang pulang karena proyek gede di negeri orang yang gak ada habisnya. Mamanya petinggi di perusahaan, lumayan strict dan lumayan bikin Haura tertekan di rumah.

Perjalanan mereka menuju tempat mie ayam langganan SRIKANDI lumayan memakan waktu, lama. Pasalnya hari jumat ini, lalu lalang semakin padat karena esok sudah memasuki weekend.

"Kamu bawa minum gak, Nat? Masa, aku tadi nyiapin botol di meja tapi gak aku masukin tas.."

Haura meraih tas Nata di belakang sana, mencoba mencari-cari yang dicari tanpa menunggu jawaban pacarnya. Nata sendiri tertawa mendengar curhatan Haura. Menunjuk sisi kanan tasnya yang terlihat menggembung, terdapat botol minum di dalamnya.

Srikandi Love-line [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang