LIMA || SALAH SAMBUNG?

435 39 0
                                    

"Mungkin, di dunia ini ada banyak hal yang sangat menarik. Namun, hanya si pemilik nama Faradisa Renjani lah, yang berhasil menarik diriku, dan terus merasa penasaran dengannya."

-Hafidz Nugraha-

🍂🍂

Ada rasa sesak yang mendera di dalam dada kala Faradisa memasuki rumah yang di tinggalinya, rumah yang harusnya diperuntukkan sebagai tempat tinggalnya bersama dengan Sandi setelah menikah nanti, akhirnya kini hanya tinggal olehnya sendirian, dengan luka dan sesak yang tak pernah usai. Meski sudah tiga tahun berlalu, tapi rasanya baru terjadi kemarin. Kepergian Sandi Antawijaya benar-benar meninggalkan luka yang sangat mendalam bagi Faradisa.

Sama seperti toko bunga yang penuh kenangan tentang kebersamaannya dengan mendiang Sandi, rumah ini juga sama. Semua furnitur, sampai perintilan kecil di rumah ini mereka cari dan tentukan sama-sama.

Disa sendiri tidak tahu, sampai kapan dirinya akan terus berkubang dalam kenangan yang hanya mendatangkan rasa sakit. Disa kini sadar, ternyata sudah sangatlah jauh dan matang persiapan kehidupan setelahnya bersama dengan mendiang calon suaminya, Sandi. Tapi ternyata kenyataan takdir yang diterimanya lebih jauh dari apa yang dipikirkan oleh Disa.

Ia ingin keluar dari kubangan itu, tapi rasanya sangat sulit sekali. Disa menghela napas, mengusir rasa sesak yang masih mendera hatinya. Ia segera menutup pintu utama dan bergegas untuk membersihkan diri, dan melaksanakan shalat ashar.

Selesai shalat, Disa memilih untuk terduduk lebih dulu dengan rasa sakit yang Disa sendiri tidak tahu di mana letak sakitnya. Disa menghapus sisa air mata di sudut kedua matanya yang sempat berlinang di saat Disa menyelesaikan salamnya. Disa pun segera bangkit melipat mukena dan meletakkannya kembali pada tempat semula. Disa berjalan pelan dan menatap pantulan dirinya pada kaca yang berada di meja riasnya. Ia sudah tidak memiliki siapa pun lagi di dunia ini, ia hidup sebatang kara dengan memeluk segala sesak dan lukanya dalam sepi.

Ia tidak tahu mau sampai kapan dirinya terus berada dalam kubang kenangannya bersama dengan mendiang Sandi. Ia yang masih belum bisa membuka hati, tentu menjadi alasan mengapa ia masih berkubang di dalam kenangan itu. Terkadang, Disa ingin pindah tempat tinggal. Memulai hidupnya yang baru di tempat yang baru juga, namun ia masih segan kepada Mamah Diandra, dan Papa Dirga yang sudah sangat baik kepadanya.

Setelah cukup lama merenung, Disa memutuskan untuk mengganti pakaiannya dengan gamis santai, dan pashmina oval berwarna moka. Ia memutuskan untuk pergi ke mini market untuk membeli beberapa kebutuhan bulanan yang hampir habis dan juga membeli banyak snack untuk teman-teman yang bekerja di toko bunga yang tutup pada jam delapan malam.

Disa pergi dengan menggunakan motornya yang menempuh sekitar sepuluh menit dari rumahnya, tak terasa ia sudah sampai dan menghentikan motornya di depan mini market tempat yang biasanya untuk Disa beli kebutuhan bulanan. Disa segera masuk dan mencari barang yang akan dibelinya agar Disa tidak berlama-lama di mini market dan segera pulang kembali ke rumah.

Drt Drt

Disa menghentikan langkahnya dan merogoh saku gamis yang dipakainya setelah merasa ponselnya bergetar.

“Halo, iya waalaikumsallam. Ada apa, Rahma?” tanya Disa, ternyata pegawainya yang meneleponnya, Rahma.

“ ... “

Disa ingin tertawa kencang tapi Disa sadar ini tempat umum membuatnya memilih menutup mulutnya dengan tangan, “Baiklah, terima kasih banyak, Rahma.” Disa mematikan sambungan teleponnya dengan Rahma dan melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.

SINCERITY OF LOVE [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang