21. Senyum Batavia

193 14 0
                                    

Bab 21

Tiga tahun sudah berlalu, tinggal menghitung hari Aira akan di wisuda. Saat ini dia sedang liburan ke Kota Tua, sudah lama sejak itu. Dia baru kembali lagi ke Kota Tua, tak banyak yang berubah, mungkin dirinya yang banyak berubah.

"Enggak terlalu beda ternyata," batin Aira.

Dia sangat menikmati waktu jalan-jalan ini. Sangat sulit mendapatkan izin untuk keluar. Dia sangat yakin jika nanti siang, Ayah Ravin pasti akan menghubunginya dan bertanya kapan pulang. Tapi itu bukan masalah, karena ayah-bunda sudah memberikannya izin untuk satu hari ini.

Berbulan-bulan bergelut dengan skripsi membuat Aira membutuhkan waktu untuk sendiri. Dan ini sangat cukup membayar rasa lelahnya kemarin.

Saat berjalan-jalan dan mengabadikan momen dengan kamera ponselnya. Aira melihat seorang laki-laki yang mirip dengan Zaidan, laki-laki yang pernah melamarnya. Sejak saat itu, merekan tidak pernah bertemu lagi. Bukan karena rasa dendam, tapi takdir yang tidak mengizinkan mereka bertemu. Jika dilogikan, peluang mereka bertemu sangat banyak, seperti ketika Zaidan yang kadang berkunjung ke rumah untuk menemui Zero atau Ayah Ravin.

"Ya kali itu Bang Zai, pasti Bang Zai lagi kencan sama kerjaan, Ai. Ini loh bukan weekend," gumam Aira.

Karena tidak mau ambil pusing, Aira kembali fokus pada kegiatan awalnya untuk mengabadikan momen hari ini dengan kamera ponselnya. "Nanti kalo hasilnya bagus, cetak deh."

Dan tanpa Aira sadari, dia sudah di perhatikan oleh seseorang yang tadi dia lihat. Ya dia adalah Zaidan, awalnya laki-laki itu berniat menyapa, tapi diurungkan karena tidak mau menganggung Aira yang asyik dengan kegiatannya. Namun, Zaidan dengan sigap menarik tangan gadis karena ada anak kecil yang melaju kencang dengan sepedanya.

"Hah!" Aira yang terkejut hanya terdiam di tempat menatap wajah Zaidan dengan bingung.

"Kamu tak apa?" tanya Zaidan dengan wajah khawatir. Dia tidak bisa menutupi rasa khawatirnya. "Lain kali jangan pergi sendiri seperti ini. Bahaya Ai," ucap Zaidan tegas. Aira mengangguk patuh.

Saat sadar dia sudah menyentuh Aira cukup lama, Zaidan langsung melepasnya dan meminta maaf. "Maafkan saya Aira karena telah menyentuhmu."

𓅪𓅪𓅪

Sedari tadi seorang gadis mencoba untuk tidur, tapi tidak bisa. Niat awal ingin pulang sampai malam pun di batalkan karena kejadian tadi. Dan karena itu juga dia jadi sulit tidur. Wajah panik milik Zaidan sangat mengangguk pikirannya, berulang kali Aira mencoba untuk mengalihkannya. Tapi wajah itu terus membayanginya.

Tanpa pikir ulang, Aira bangun dan mengambil wudhu berniat sholat malam. Berharap dengan itu dapat menjernihkan pikirannya. Tidak ada rasa menyesal karena telah menolaknya dulu, bahkan Aira merasa bersyukur dengan keputusannya itu.

Namun, entah kenapa takdir hari ini kembali mempertemukan mereka. Bertemu dengan sebuah kejadian yang menurut Aira sangat memalukan karena dia hanya diam saja sebab masih terkejut.

Disisi lain, Zaidan baru saja menyelesaikan sholat malamnya. Dalam doa, dia memohon maaf karena telah menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Bahkan dia terus mencuri-curi pandang pada wanita tersebut.

Hari ini, Zaidan sengaja mengambil cuti dadakan.  Dia tiba-tiba merasa sangat ingin ke Kota Tua. Kota dimana dia menemukan cinta pertama. Apakah itu bisa dikatakan cinta pertama? Mungkin lebih tepatnya cinta yang bertepuk sebelah tangan.

Zaidan tak pernah merasa menyesal karena telah ditolak oleh gadis yang sudah berhasil membuatnya jatuh cinta. Dia malah bersyukur karena itu dia lebih bisa dekat pada-Nya. Karena gadis itu juga, Zaidan belajar tidak semua yang kita rencanakan dan kita inginkan akan selalu berjalan lancar dan pasti dapat kita miliki. Karena jika Allah saja belum mengizinkan, apa pun itu tidak akan pernah bisa dimiliki.

Pertemuan hari ini menurut Zaidan adalah takdir yang sudah Allah gariskan. Dia memang sengaja ingin pergi ke Kota Tua, tapi dia tidak tahu jika Aira juga sedang ke Kota Tua.

"Tadir emang selucu itu ya?" gumam Zaidan yang teringat pertemuan pertama mereka setalah penolakan lamarannya tiga tahun lalu.

𓅪𓅪𓅪

Seperti biasanya, Zaidan berangkat ke kantor. Dia hanya mengambil cuti sehari saja, karena kalo terlalu lama yang ada pekerjaannya akan semakin menumpuk.

Dia datang dengan senyum yang terlihat sangat tulus. Tidak seperti biasanya, senyum paksaan. Entah apa yang terjadi saat cuti kemarin. Namun, itu sangat disyukuri oleh para pegawai Zaidan.

"Assalamualaikum, pagi!" Zaidan menyapa Nando lebih dulu.

"Wa'alaikumussalam. Pagi Pak!" jawab Nando dengan sedikit ketus tanpa melihat Zaidan.

"Kenapa sih loh?"

"Lo tuh yang kenapa? Pagi-pagi langsung ambil cuti, kan gue yang repot harus atur jadwal ulang lagi," omel Nando tanpa berpikir ulang bahwa didepanya adalah bosnya.

"Maaf, atur ulang aja. Gue enggak akan ambil cuti dadakan kayak kemarin."

"Bener?" tanya Nando melihat ke arah Zaidan. Nando tidak dapat menutupi raut terkejutnya. Dia langsung memutari  Zaidan membuat Zaidan risih, "Lo kenapa sih?"

"Lo yang kenapa?" tanya balik Nando.

"Habis pulang cuti, mukanya berseri-seri. Ketemu jodoh ya?"

"Hem, aamiin," gumam Zaidan pelan dan masih bisa di dengar oleh Nando.

"Siapa?" tanya Nando yang tidak bisa menahan rasa penasarannya. Karena yang dia tahu, Zaidan masih menyimpan rasa pada putri Pak Ravin, rekan kerja mereka.

"Masih sama," jawab Zaidan lalu berlalu masuk ke dalam ruangan. Sebelum masuk, dia meminta jadwal terbarunya pada Nando agar segera diserahkan padanya.

Nando sendiri sebagai sahabat, hanya bisa membantu dalam doa. Agar Zaidan mendapatkan jodoh terbaik.

🐨🐼, 14 April 2024

Senyum Batavia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang