TS 30. Sudut yang Tak Enggan

19 8 2
                                    


Sudut yang Tak Enggan

Dercak suaramu terbayang manis dalam benakku
Denting langkahmu tak enggan-enggan  menggurat dadaku
Tatapanmu yang sangat teduh itu kembali menyayat denyutan rinduku
Aroma riuhmu juga bertengger untuk membangun tangisku

Kalimat apa yang perlu kubariskan, Tuan?
Kenapa kamu diciptakan dengan sangat menawan
Kenapa kamu sangat istimewa sampai air mata tak mampu kupertahankan
Kenapa kamu hadir dalam tahta yang tak ringan

Aku tidak peduli kamu juga merindukanku sedalam ini atau tidak
Karena tugasku hanya mendidik naluriku yang rindunya kini sedang berteriak
Mengemban amanah  atas cinta yang bertahta
Menahan lembah-lembah indah tetap di bawah penjagaan mata

Ketidakpedulianku bukan berarti kamu lepas landas
Kamu tetap terisi dalam setiap napas
Kamu tetap hidup di dalam sujud yang seputih kapas
Kamu tetap menjadi tokoh dalam terangkatnya kedua telapak tangan menadah hasil curhatan yang kurampas

Mungkin, jika beliau belum pergi, kemungkinan kita berjumpa akan lebih besar
Setidaknya,  tak sesakit ini menahan serpihan kasar
Ya Tuhan, hati ini rindu semuanya
Merindukan beliau yang telah tiada, bangunan yang tak bernyawa, dan salah satu hati yang berhasil memunculkan seribu tanda tanya

Hhhh, apa memang batas dari perjumpaan kita ialah suatu keselamatan?
Ini yang namanya berjalan di atas lancipnya sebuah titian?
Ini yang namanya proses menuju pelukan kebaikan?
Kok perih ya rasanya, tapi tak masalah karena menjemput harsa memang punya kawasan yang harus berani untuk dibumbui pengorbanan


Kala masih dalam bangunan yang sama denganmu, hatiku masih dibuta
Hingga aku bisa merasakan sandyakala yang tenang tak mengusik cinta
Terima kasih, Tuhan
Ada kesempatan untuk menikmati dengan indah atas setiap pemberian

Azizah Bounty
Ponorogo, 1 Maret 2024

Tusukan Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang