12. Isi Hati

54 14 0
                                    

Semester satu nyaris berakhir, kini tinggal seminggu lagi mahasiswa dari tahun pertama sampai tahun keempat akan melaksanakan ujiannya sebelum libur akhir semester

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Semester satu nyaris berakhir, kini tinggal seminggu lagi mahasiswa dari tahun pertama sampai tahun keempat akan melaksanakan ujiannya sebelum libur akhir semester.

Karina tidak sabar untuk pulang ke rumah, dan menceritakan masa-masanya di kampus kepada ayah dan ibunya. Mereka telah tiga kali bertukar surat, dan pokok dari isi suratnya sama saja: Ayah dan Ibu merindukan Karina kami.

Selama lima bulan dua minggu ini, pertemanan Karina, Ruth, serta Betrand semakin dekat. Dan juga pertemanannya dengan Standley bersaudara—walaupun Maven terasa lebih dingin saat mengobrol dengan Karina ketika mata kuliah berlangsung. Namun, tetap saja Maven itu sebenarnya kepribadian yang baik hati.

Sore hari setelah menyelesaikan semua mata kuliah dalam dua program studi yang ia pilih, Karina tidak sengaja melihat sosok yang amat ia kenal, yang sedang duduk di kursi taman. Karina sudah lama tidak melihatnya karena kampus mereka yang letaknya berbeda, tetapi tetap satu kompleks.

"Kakak Fann!" seru Karina kemudian berlari-lari kecil mendekat.

Sejenak Fann menghentikan kegiatannya, lantas menoleh kepada sosok yang menyapanya. "Halo, Karina. Lama tidak berjumpa." Dia tertawa ringan.

Karina duduk di sebelah Fann yang ternyata sedang melukis suasana yang ada di hadapannya. Hal itu membuat Karina merasa bersalah. "Aduh, maaf kalau tadi aku mengganggu kefokusan Kakak."

Fann menggeleng, tersenyum ringan. "Aku sedang bersantai, Karina. Melukis itu hobiku, dan saat ini, aku tidak serius melukis. Hanya coretan santai saja."

"Mustahil coretan santai bisa sebagus itu, Kak," kekkeh Karina yang merasa kagum dengan isi kanvas berukuran 20×20 sentimeter di tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya memegang kuas, di pangkuannya terdapat palet yang penuh cat warna-warni.

"Bagaimana kabarmu selama ini, Karina?" tanya Fann seraya melanjutkan kegiatannya.

Karina tersenyum. "Baik. Kakak sendiri?"

"Tidak buruk. Dosenku memuji lukisan yang pernah aku tunjukkan kepadamu waktu itu."

"Wow! Apa Kakak dapat nilai tambahan?"

"Sayangnya tidak."

Senyuman di wajah Karina perlahan memudar. "Kenapa? Padahal lukisan Kakak sangat bagus dan terlihat nyata."

"Iya. Tapi dosenku itu tidak tahu harus memberikan nilai berapa untuk lukisanku." Kemudian Fann tersenyum dan melirik gadis yang merupakan keponakan jauhnya itu.

Wajah Karina langsung merekah. Rupanya Fann bisa bercanda selain melukis.

"Perlu memanggil pelukis hebat dari segala penjuru dunia untuk menilai lukisanku, itu kata dosenku," imbuh Fann.

Karina terkekeh. "Kakak selalu suka membanggakan diri, ya."

Fann menyeringai lebar saat lukisannya sudah selesai. "Tidak, sebenarnya aku masih pemula, kok."

SEPARATED [Vol. 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang