Boby menatap Naual. Naual asik makan. Naual yang awalnya sangat menikmati eskrim nya akhirnya tersadar dengan tatapan Boby.
"Ngapain?"
"Nonton Naual makan."
"Ngapain nonton Naual makan? Jadi susah nelan tau."
"Tapi eskrim Naual udah habis." Mata Boby melirik mangkuk es yang sudah kandas.
"Naual lapar." Naual membalas pelan.
Boby terkekeh pelan. Naual ini kenapa selalu tampak imut dimatanya? Lihatlah setitik noda eskrim dipinggir bibirnya itu, rasanya Boby mau jilat saja noda itu. Tangannya direntangkan, menjangkau sudut bibir Naual untuk menghapus noda putih disebelah bibir Naual.
Naual hanya diam, diperlakukan seperti itu oleh Boby adalah hal yang normal baginya. Tapi tetap saja, segala sesuatu yang dilakukan Boby membuat jantungnya tidak normal. Apalagi wajahnya itu, terlalu tampan untuk diabaikan.
"Setelah ini Naual mau kemana?"
Naual mengangkat alisnya, "Nggak kemana-mana. Aku masih perlu menyelesaikan tugas. Tau kan, tugas yang dikumpul 2 hari lagi."
"Aku bantu ya."
"Seriusan Bob? Tugas kamu gimana?"
"Sudah selesai kok."
Boby jujur kok. Karena seminggu tidak mengikuti Naual, Boby jadi punya waktu lebih untuk mengerjakan tugas. Tapi dia menjauhi Naual bukan hanya karena dia sibuk. Memang karena dia takut menghadapi Naual.
Iya, iya, aku tau itu tindakan pengecut.
"Jadi mau aku bantu?"
Naual mengangguk sekali dan Boby kembali tersenyum lebar.
Mama Naual membuka pintu, dan matanya langsung berkilau senang melihat Boby. Dengan suara kencang dia memekik senang, "Boby, senang melihatmu. Apa kabar?"
Boby memasang senyuman terbaiknya pada calon mama mertua. Mama Naual meyipit, senyuman Boby seperti matahari yang menusuk kelopak matanya. Silau, tapi terlalu sayang untuk dilewatkan.
"Boby baik, tante. Tante sendiri apa kabar? Rasanya tante makin cantik aja."
Naual yang berdiri dibelakang Boby hanya memandang malas pada dua orang didepannya. Mamanya memang sangat senang pada Boby. Ya tidak salah sih, orangtua mana yang tidak senang melihat anaknya berteman dengan Boby?
Merasa bosan menunggu kedua orang ini saling bercanda-gurau, Naual menggaet lengan Boby.
"Ayo ke kamarku. Kamu disini mau menemaniku atau mamaku sih?"
Boby terdiam, terpaku, mematung. Dia bisa merasakan lengannya yang digaet Naual seperti mati rasa. Apa begini rasanya digaet oleh orang yang kau suka? Dunia seperti berhenti. Seluruh penglihatannya dipenuhi kelopak bunga yang menari-nari oleh angin. Dan apa itu suara lagu pernikahan yang dia dengar di telinganya?
Boby sama sekali tidak bergerak, dan Naual bingung. Dia menarik lengan Boby sedikit.
"Ayo Boby. Kamu kenapa sih?"
Boby akhirnya kembali kedunia nyata. Dia tersenyum lembut dan mengangguk pada Naual. Mereka berjalan ke kamar Naual, dengan lengan yang masih saling bergaet.
Boby dan Naual duduk berseberangan. Naual sibuk berkutat dengan tugasnya dan Boby sibuk dengan buku catatannya. Naual beberapa kali meminta bantuan Boby untuk membantunya, tapi selain itu, mereka tidak saling bicara. Setelah 30 menit berlalu, Naual akhirnya menyerah, kepalanya panas dengan semua rumus di hadapannya.
"Aku menyerah. Istirahat, istirahat."
Boby mengangkat kepalanya untuk melihat Naual dan tersenyum, "okey, istirahat 15 menit. Setelah itu kembali fokus, okey?"
Naual menghembuskan nafas lega sambil menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Boby hanya terkekeh ganteng.
Boby masih berkonsentrasi dengan apa pun yang sedang dia tulis, dan Naual merasa kepo. Dan kalau diingat-ingat, sepertinya sudah Naual lama tidak menikmati pemandangan Boby yang asik dengan catatannya dari dekat seperti sekarang ini.
Padahal mereka hanya tidak ngomongan selama seminggu.
Naual sangat mengerti kenapa banyak orang di kampusnya terobsesi pada Boby. Lihat saja wajahnya itu, seperti sebuah maha karya. Tuhan pasti menghabiskan banyak waktu saat membentuk wajah Boby. Bahkan tekstur wajahnya saja cukup membuat seleb kampus iri. Dan dibalik wajah, sikap dan kepribadiannya juga sama-sama tampan. Mana ada orang yang tidak jatuh cinta setelah sekali ditolong oleh Boby.
"Kenapa sih kau itu sempurna?"
"Huh?" Boby mengangkat kepalanya dari catatannya untuk memandang mata Naual.
"Kau tahu, kau itu tampan, baik, pintar, berbakat."
Boby tersipu, crush nya baru saja mengatakan kalau dia tampan. Dia tersenyum malu, "kamu ini ngomong apa sih."
"Semuanya mengenai kamu itu terlalu sempurna Boby." Naual tiba-tiba bangkit dan duduk tegak, "Lihat tanganmu saja sempurna begini. Apa karna kamu dulu bermain gitar?"
Boby menahan napasnya sekarang. Naual memegang tangannya, sekali lagi, Naual . Memegang . Tangannya.
Apa ini Namanya rezeki orang baik? Apa ini cara Naual untuk menggodanya? Apa boleh Boby menganggap Naual sedang menggodanya?
Dengan Gerakan yang begitu ringan, Boby mengganti posisi tangan mereka. Dia menjalin jari-jari mereka dan mengenggam tangan Naual erat.
"Menurutmu apa pacarku di masa depan akan menyukai tangaku?"
Naual tentu saja kaget. Dia tidak menduga Boby akan menjalin jari-jari mereka. Dia ingin menarik tangannya. Tapi rasanya kalau dia menarik tangannya, dia akan menyakiti hati Boby. Lagi pula mereka kan teman, seharusnya ini semua masih di batas wajar, kan?
Iya kan?
Dengan Gerakan yang terpatah-patah, Naual mengannguk, "Aku rasa pacarmu nanti akan menyukainya."
"Kamu yakin?" Boby menggerak-gerakkan jari-jarinya, menggenggam tangan Naual, dan menekan-nekan belakang tangan Naual dengan ujung jarinya.
"Kurasa agak aneh kan dengan tekstur jariku. Kamu tahu, ujung jariku menebal karna aku sering bermain gitar. Menurutmu tidak aneh?"
Naual gantian menggeleng. Dia bingung kemana arah pembicaraan ini.
Boby hanya memandangnya sambil tersenyum senang, "well, aku harap begitu." Dan dengan itu Boby melepaskan jari mereka.
Naual seperti orang linglung memandangi tangannya yang sekarang kosong. Apa-apaan itu tadi?
"Okey, 15 menitmu sudah habis. Kembali fokus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Boby dan Naual
FanfictionBoby, seorang mahasiswa tingkat 3, sedang jatuh cinta. Tapi dia jatuh cinta pada Naual, teman sekelasnya yang tidak peka itu. Cerita ini adalah hasil halu. Jangan dibawa ke pikiran, karena kemungkinan kebanyakan alur cerita ini nggak masuk akal.